Kemudian aku beralih ke bagian samping, kali ini aku melihat banyak foto Nyonya, wanita itu rupanya dari muda sudah cantik. Dan tentu saja dari semua foto tidak pernah ketinggalan pose wajah angkuh, rupanya sedari muda kesan angkuh sudah melekat pada dirinya.

Aku tertawa sesaat ketika mengingat pertemuan kami pertama kali, saat itu aku langsung berpikiran buruk padanya. Bahkan sempat menuduhnya dalam hati dengan tuduhan macam-macam. Tentu saja dengan wajah angkuhnya itu siapapun yang bertemu dengannya akan berpikiran sama denganku. Dan kini siapa sangka wanita itulah yang memberiku gaji tiap bulan sehingga aku bisa mengobatkan Bapak.

    Aku mendekat menatap wajah Nyonya masa muda lalu tanpa  sengaja mataku berhenti di salah satu foto, Nyonya Farah waktu muda sedang menggendong bayi. Bayi itu wajahnya sama dengan foto kusam yang tadi. Dalam foto itu, Nyonya Farah memeluk bayi itu erat, tapi sorot mata Nyonya Farah seperti penuh beban.

Jadi bisa kupastikan kalau foto kusam tadi bukan masa kecil Nyonya Farah. Sebentar, kenapa aku tidak asing dengan gambar kaligrafi yang ada di belakang foto itu, lalu, dindingnya? Kenapa dinding itu seperti dinding rumahku sebelum di renovasi?

Seketika dadaku bergemuruh. Walaupun sebenarnya tak sopan,aku nekat mencopot foto itu dari bingkainya. Biasanya di foto lama selalu akan di beri tulisan di belakangnya. Siapa tahu aku menemukan petunjuk di sana.

Bibirku terkatup karena dugaanku salah. Tidak ada apa-apa di sana. Tak ada tanda-tanda apapun, hal itu membuatku lega.

Tapi kenapa background foto itu sangat familiar buatku?

***
   Hingga tengah malam mataku tak bisa terpejam, gara-gara memikirkan masalah foto itu. Aku berjanji dalam hati lain kali akan menanyakan hal ini pada Mbok. Aku yakin Mbok tahu banyak hal tentang rumah ini, karena Mbok sudah lama bekerja di sini.

Sementara di sampingku kini Sania sudah nyenyak dalam mimpi indahnya. Tadi Nyonya Farah sempat mengabariku kalau hari ini tidak bisa pulang. Entah pekerjaan apa yang membuat Wanita itu sampai lembur.

Aku keluar kamar karena haus, jarak ruang tengah dan kamar Sania lumayan jauh sehingga aku memutuskan untuk membawa cangkir agak besar agar tidak bolak-balik mengambil minum.

Kulirik jam dinding mewah yang ada di ruang tengah, hampir dini hari. Pantas saja sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan di sini.

Saat aku hendak kembali kekamar, tiba-tiba ada suara yang memanggilku.

"Namamu Sari, bukan? "

Rupanya itu Nando, dia ada di lantai atas kamarnya.

"Tolong buatkan aku mie instan dan susu."

Apa tadi pria ini baru saja memerintahku?

"Maksudnya?"

"Nanti langsung antar ke kamarku kalau sudah jadi."

Pria dengan aura dingin itu langsung menghilang dari pandanganku. Aku tertawa miris, baru saja di perintah.

Oke, aku memang bekerja di sini. Tapi ayolah, tugasku hanya melayani Sania, bukan Nando, atau yang lainnya.

Aku berpikir sebentar, seandainya aku turuti perintahnya, itu sama saja melukai harga diri dan prinsipku. Tapi kalau aku cuek?

Ah .....

Aku tak punya pilihan sekarang. Toh, hanya buat susu dan mie, lain kali aku tak akan mau lagi menurutinya.

***
   Kamar di lantai dua sepi, aku sudah berdiri hampir sepuluh menit tapi tak jua punya keberanian untuk mengetuk pintu.

Atau Nando sudah tidur? Wajar kalau dia ketiduran, ini bukan waktunya manusia bangun, kecuali punya pekerjaan yang tak bisa di tunda.

Demi Tuhan, ingin rasanya meletakkan susu dan mie ini di depan kamar tuan muda ini, tapi...

Hmm, kalau dia lapar pasti dia bakal keluar, lebih baik ku taruh saja di sini, sebelum turun aku akan mengetuknya terlebih dahulu.

Oke, aku harus tetap waspada bagaimanapun dia pria dan aku wanita, aku tahu wanita sepertiku bukanlah selera pria-pria kaya macam Nando ini. Tapi aku tidak boleh lengah.

"Kenapa nggak langsung masuk. Dari tadi di tungguin."

Tiba-tiba saja wajah pria blasteran itu muncul di hadapanku. Ia Menggerutu kesal.

Kenapa dia masuk kamar lagi? Apa aku harus mengantarkannya sampai kamar juga?

Tidak! Itu tidak akan kulakan!

"Saya taruh di sini saja."

Teriakku sambil meletakkan nampan di atas meja yang ada di depan kamar itu. Tapi ketika aku hampir melangkah tiba-tiba saja ada tangan kekar meraih lenganku.

Aku tak siap membela diri, kejadiannya begitu cepat, kini tubuhku sudah ada di atas kasur yang ada di dalam kamar ini.

"Mau kamu apa?" tanyaku lantang, sambil beringsut mencoba menghindari tatapan manusia laknat di hadapanku kini.

"Ayolah Sari, aku kira aku tidak tahu kalau kamu juga menginginkanku."

Apa tadi? Dia bilang apa?

"Kamu ... Jangan macem-macem!"

Pria itu malah membuka kaosnya memperlihatkan tubuh sixpacknya membuatku menelan ludah.

"Lihat. Kamu tidak akan bisa menolak pesonaku. Tidak ada yang bisa menolakku,"

Tatapan Nando sudah penuh gairah, pria ini ... Aku akan membunuh pria ini kalau dia macam-macam padaku.

"Jangan sok jual mahal, Sari. Harusnya kamu senang dan terhormat karena babu sepertimu bisa melihat seluruh milikku. "

Kurang ajar!

"Tolong biarkan aku pergi. Aku tidak akan bilang siapapun. "

Aku rela memohon seperti ini demi menyelamatkan sesuatu yang kujaga selama ini.

Mendengar permohonanku, membuat pria di depanku ini tertawa. Sedikit membuatku lega dan berharap dia akan punya belas kasihan.

"Kamu, jangan bilang ini pertama kalinya buatmu hahaha .... "

Pria ini menertawakan apa? Apa baginya menjaga kesucian begitu lucu baginya?

Tiba-tiba aku menyesal tidak menyebutkan nama ini ketika aku melaporkan kejadian Sania tahu ciuman orang dewasa. Harusnya kuseret namanya agar Nyonya Farah memberinya pelajaran.

"Oke. Kalau ini yang pertama bagimu, aku janji akan pelan-pelan dan lambut. Kita bisa menikmati bareng ...

"Cuih .... "

Entah keberanian dari mana aku bisa meludahi wajah pria ini sekarang. Membuat rahangnya mengeras dan matanya langsung memerah.

Pria di hadapanku ini murka.

Tanpa kuduga ia langsung menindihku membuatku memberontak sekuat tenaga. Pria ini juga berusaha menciumku tapi aku berhasil menghindar, membuatnya semakin kalap.

Bapak, ibu, Tolong aku!

Mungkin karena aku terlalu memberontak pada akhirnya pria itu memperhalus tindakannya. Nafasnya memburu penuh gairah. Ia terus berusaha menciumku sambil tangannya menjamah seluruh tubuhku, membuatku menangis meraung-raung.

Aku sudah tak suci, aku sudah terjamah!

Lalu tindakannya setelah ini seketika membuatku memejamkan mata, apa ini takdir yang harus kuterima,

Tuhan.

Tbc.


BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Where stories live. Discover now