Chapter 28 - Rejected Offer

840 68 1
                                    

Karena kemarin gak update, malam ini Asia update 2 bab ya. Sedangkan di Karyakarsa barusan sudah update 4 bab.

Happy reading~ (❁'◡'❁)❤️



***

Luna masih menahan senyum, terduduk di atas ranjang seorang diri, mendengarkan suara hujan dan membayangkan kegiatan yang baru saja dia lakukan. Pipinya masih bersemu merah, tidak juga kembali normal. Perasaan bahagia yang membuncah di dadanya dan kepuasan tersendiri yang tersimpan karena menyaksikan seberapa hilang kendalinya Raiden di tangannya. Luna tidak percaya bahwa dia telah melakukan itu.

Saat ini, Raiden tengah berada di kamar mandi, membersihkan diri. Luna juga sudah berganti pakaian karena pakaiannya yang sebelumnya kotor oleh cairan cinta mereka. Bahkan selimut tidak selamat darinya.

Beberapa saat kemudian, Raiden keluar dari kamar mandi. Luna yang telah merasa kantuk mulai menggantung di pelupuk matanya langsung membuka matanya lagi dan menatap Raiden yang melangkah mendekati lemari, mengambil selimut baru. Lalu tanpa menoleh ke arah Luna sedikit pun, pria itu menuju ranjang dan merentangkan selimut itu sehingga menutupi kaki Luna.

Luna menunggu Raiden naik ke ranjang, dan saat akhirnya pria itu melakukannya, dia tersenyum kepada Raiden yang juga tengah menatapnya.

"Itu tadi menyenangkan," ucap Luna. Dia tidak merasa harus menyembunyikannya. Lagipula dia sudah jujur pada Raiden bahwa dirinya adalah seseorang yang sangat terbuka—dalam banyak hal.

Namun setelah Luna mengatakan kalimat tersebut, ekspresi di wajah Raiden tampak tertegun. Dan dengan cepat dia langsung mengalihkan pandang.

Tapi terlambat, karena Luna telah lebih dulu melihat kuping telinganya yang memerah padam sekalipun dia menyembunyikan wajahnya dengan pura-pura mematikan lampu tidur.

"Kenapa dimatikan? Kita kan belum selesai berbicara," protes Luna.

"Kau tidak mengantuk?" tanya Raiden di sampingnya. Hanya suara pria itu yang bisa Luna dengar sebelum pandangannya beradaptasi dengan minimnya cahaya.

"Aku ... mengantuk," jawab Luna, mengerjap. Tapi sekalipun mengantuk, dia masih ingin melihat wajah tersipu Raiden.

Sangat jarang melihat seorang pria tersipu. Dan Luna tidak bisa menahan keinginannya untuk menyaksikan itu lagi.

Namun Raiden jelas tidak berpikian hal yang sama. Dia membaringkan tubuhnya ke ranjang, mengundang decakan kecewa Luna sebelum sedetik setelahnya tubuhnya ditarik dan dibungkus di antara lengan yang kokoh dan dada yang hangat.

Jantung Luna seolah akan melompat dari tempatnya saat itu juga. Dan dia bisa mendengar helaan napas Raiden yang terdengar berat bersahutan dengannya. Kemudian suara pria mengalun di udara, mengucapkan sesuatu yang tidak pernah Luna duga akan dia ucapkan.

"Mungkin aku belum membuatmu cukup puas."

Dan kalimat tersebut diucapkan dalam sebuah bisikan yang dalam, yang nyaris bisa Luna rasakan getarannya di dada Raiden saat dia berbicara.

Luna langsung tertegun, persis seperti cara Raiden tadi. Dan tidak butuh waktu lama, wajahnya jadi memerah padam. Tapi untung saja Raiden tidak bisa melihatnya.

"A-apa maksudmu? Aku hanya ...." Luna bahkan tidak tahu harus mengatakan apa.

"Sebelumnya, aku menyadari bahwa setiap kali kita selesai melakukannya, kau akan langsung jatuh tertidur dengan sangat pulas, bahkan kau sama sekali tidak terbangun saat aku melangkah pergi."

Luna tahu bahwa Raiden tidak bisa melihatnya, tapi dia semakin menunduk menyembunyikan wajahnya di dalam pelukan pria itu.

"Karena ... karena malam ini berbeda!"

"Oh, ya?"

Ah, ini benar-benar bukan seorang Luna Carmine yang Luna kenal. Dia pun memberanikan diri mendongak membalas tatapan Raiden dengan berani, seolah menunjukkan pada pria itu bahwa dia sama sekali tidak goyah. Raiden tidak boleh tahu kalau tadi adalah kali pertamanya melakukan hal itu. Ada banyak pria yang merasa sangat terbebani ketika tahu bahwa mereka adalah kali pertama bagi sang perempuan dalam urusan ranjang. Luna tidak tahu apakah Raiden adalah orang yang seperti itu, tapi dia tidak ingin mengambil resiko.

"Ya. Sebelumnya, hanya kau yang selalu berusaha memuaskanku. Malam ini sepertinya aku berhasil memuaskanmu. Kita bahkan tidak benar-benar melakukan seks. Ya, kan? Tapi kau berhasil keluar. Kau mungkin tidak mengerti, tapi itu memberi kepuasan tersendiri juga untukku."

"...."

Karena Raiden tidak menyahut, dan Luna yakin bahwa pria itu sangat tertegun untuk bahkan membalas ucapannya. Luna pun melanjutkan seraya menggerakkan pelan tangannya di dada bidang Raiden, memberikan usapan seringan bulu yang berhasil membuat tubuh pria itu menegang.

Dengan bibir tersenyum dan mata yang berbinar oleh pantulan cahaya rembulan, Luna berkata, "Kalau kau membutuhkannya lagi, aku bisa melakukannya untukmu. Jangan sungkan untuk memintanya padaku. Dengan begitu, aku juga tidak akan sungkan untuk memintanya padamu."

"Luna, kupikir—"

"Tidak," Luna memotong ucapan Raiden. Matanya menyipit seperti bulan sabit, yang seolah tengah menyembunyikan sebongkah permata zamrud yang indah.

Namun keindahan itu retak di mata Raiden bersamaan dengan ucapan Luna selanjutnya.

"Kupikir, kita bisa menjalin hubungan yang saling menguntungkan di ranjang."

"Seperti para mantan kekasihmu sebelumnya?" Tatapan Raiden menggelap. Suaranya terdengar datar saat dia mengatakan pertanyaan itu.

Dan Luna menjawabnya dengan tenang, "Oh, tentu saja tidak. Sebelumnya, mereka yang selalu melemparkan dirinya padaku. Dan ini adalah kali pertama aku menawarkan sesuatu seperti ini kepada lelaki."

"...."

"Kenapa? Apa kau tidak senang, Raiden? Bukankah kau juga menginginkanku?"

Hening menyahut pertanyaan tersebut. Dan Luna merasa, tatapan Raiden jadi semakin tajam dan menusuknya. Dia juga menyadari bahwa tubuh Raiden jadi semakin tegang dan rahangnya mengencang. Mendadak, Luna jadi merasa tidak enak, seolah dia telah melakukan suatu kesalahan.

"Apa ucapanku salah?" tanyanya kemudian.

Lalu sedetik setelah itu, tubuh Luna didorong sehingga dia berbaring di punggungnya dengan Raiden di atasnya yang tengah memagut bibirnya dengan kasar.

Luna melenguh, memejamkan matanya dan membalas ciuman tersebut. Barulah saat dia merasa napasnya jadi semakin menipis, Raiden akhirnya menjauh.

Dada Luna naik turun dengan cepat, mengisi paru-parunya kembali dengan oksigen. Dan saat dia membuka mata, dia tertegun. Sekarang pandangannya telah beradaptasi dengan baik dengan cahaya, dan baru disadarinya juga bahwa hujan telah berhenti dan cahaya rembulan kembali muncul di langit, masuk melalui jendela kamar ini, menerpa wajah Raiden dan memberikannya bayang-bayang yang keras.

Namun bukan itu yang membuat Luna terdiam, melainkan tatapannya.

Tidak ada gairah, dan seolah tidak ada emosi.

"Kau benar." Pria itu membuka suara.

"Benar ... apa?" tanya Luna terbata.

"Bahwa aku memang menginginkanmu. Dan ini mungkin hanya sekadar gairah saja, seperti yang kau juga rasakan padaku. Tapi, tidak. Aku tidak hidup sepertimu, Luna." Raiden bangkit dan menjauh dari tubuh Luna. Seraya menatap Luna di sana yang masih terbaring pasrah dan diam, Raiden melanjutkan, "Dan aku tidak ingin menjalani hubungan semacam itu denganmu. Atau dengan siapa pun."

Setelah menyelesaikan ucapannya, Raiden turun dari ranjang dan melangkah menuju pintu.

"Raiden, tunggu!"

Raiden berhenti. Dia menoleh sekilas ke belakang dan berkata, "Selama kau di sini, anggap saja bahwa kamar ini adalah milikmu. Dan mari kita lupakan apa yang terjadi tadi."

Kemudian Raiden keluar dari ruangan tanpa mengatakan apa pun lagi. Dan Luna yang juga tidak tahu harus mengatakan apa tidak mencoba untuk menahannya kembali.

Kenapa semuanya malah jadi seperti ini?

***


FORBIDDEN BEAUTYWhere stories live. Discover now