***

"Wah lo udah gak waras Prill," ucap Itte menatap Prilly dengan tatapan tak percaya

"Ya mau gimana lagi Te, kalau gak gitu, dosen itu gak bakal percaya," balas Prilly kemudian menyuap baksonya. Itte meneguk jus jeruknya terlebih dahulu sebelum kembali berbicara.

"Tapi gak gini caranya Prill, lo pertaruhin beasiswa lo cuma buat Ali. Gue walaupun gak deket sama Ali, tapi gue paham banget tu anak malasnya akut banget. Gue gak yakin kalau dia bisa nyelesain tugas dia selama seminggu ini," kata Itte lagi.

"Kan belum dicoba Te, dia pasti bisa."

"Terserah lo deh Prill" ucap Itte pasrah.

Prilly kembali menyuap baksonya, namun aksinya terhenti saat melihat Ali memasuki kantin. Prilly langsung bergegas menghampiri Ali tanpa berbicara apapun pada Itte.

"Ali," panggil Prilly yang membuat Ali menoleh padanya.

"Apaan?" Tanya Ali dengan nada seperti biasa yang selalu ketus.

"Tugasnya udah kelar sampai mana? Udah mau selesai ya?"

"Dih, boro-boro. Baru yang kemaren waktu ngerjain sama lo doang."

"Ih Ali, kan aku suruh lanjutin. Gimana sih," ucap Prilly kesal.

"Udah ah gue mau makan, ntar ntar aja selesaiinnya," balas Ali santai kemudian berjalan menuju tempat pemesanan makanan.

"Gak ada cerita, pokoknya sekarang kamu harus lanjutin," ucap Prilly menarik lengan Ali.

"Apaan sih, gue mau makan nih."

"Makannya ntar aja."

"Tapi gue laper."

"Selesaiin tugas dulu." Perdebatanpun terjadi diantara mereka.

"Yaudah, gue lanjutin bikin tugasnya, tapi sambil makan," kata Ali pasrah.

"Hmmm," Prilly tampak berfikir sejenak.

"Oke deh. Sekarang kamu buruan pesan. Aku bakal tunggu disana," ucap Prilly sambil menunjuk salah satu meja yang kosong. Alipun membalas dengan anggukan malas. Tiba-tiba Ali menyesal menerima tawaran bantuan oleh gadis itu, ternyata ia bawel sekali.

***

Ali sesekali fokus dengan laptopnya kemudian sesekali fokus pada baksonya. Sementara Prilly juga sibuk membolak balik buku mencari materi selanjutnya yang harus diketik Ali. Prilly menoleh kearah Ali yang sedang meneguh minuman sodanya.

"Kamu tuh ya, udah makan bakso yang panas-panas pedas, malah minum minuman soda, gak baik tau buat kesehatan kamu," ucap Prilly. Ali melirik Prilly sejenak lalu menghiraukannya begitu saja. Kenapa ia harus peduli?

"Serius banget ya sampai belepotan gitu makannya," ucap Prilly sambil menghapus sisa kuah diujung bibir Ali. Ali langsung menoleh kearah Prilly yang sedang tersenyum padanya. Jantungnya! Apa jantungnya kambuh? Berdetak sangat cepat namun tidak terasa sakit . Apalagi saat manik-manik mata mereka bertemu. Ali langsung mengalihkan pandangannya dari Prilly. Ia hanya tak ingin sakit jantungnya kumat lagi. Prilly melirik kearah jam tangannya.

"Aku udah harus masuk kelas. Hari ini juga ada pratikum jadi aku gak bisa lanjut bantu kamu hari ini. Kamu lanjutin ya," ucap Prilly lalu berlalu dari Ali tanpa menunggu balasan lelaki itu sebab ia benar-benar terburu-buru. Ali hanya menatap kepergiannya. Mendadak rasanya sepi setelah gadis itu pergi. Padahal tadi saat ia disini Ali merasa kesal karena disuruh mengetik ini dan itu. Ali merasa ada yang aneh dengan dirinya belakangan ini.

***

Ali menatap langit malam dari balkon kamarnya, sudah 6 hari sejak kejadian Prilly menawarkan untuk membantunya itu, hari-harinya selalu diisi dengan adanya gadis seceria Prilly. Saat ia bersama Prilly seperti ada 2 hal yang saling bertabrakan antara dirinya dan Prilly, dan ntah kenapa, Prillylah yang selalu menang dan dapat membawanya kekehidupan yang penuh warna dan harapan.

Tiba-tiba Ali mendengar ponselnya berbunyi. Ali menghela nafas saat melihat mamanya lah yang menelfon. Dengan malas Ali langsung mengangkat telfonnya.

Halo

Halo li, kamu udah makan? Jangan lupa diminum obatnya. Mama masih harus stay di Singapore sampai 3 hari lagi.

Iya Ma

Tanpa menunggu ucapan mamanya lagi Ali langsung mematikan sambungan telfonnya.

Tiba-tiba dadanya terasa sesak. Ini sudah hampir 10 hari ia tak menyentuh obat itu, terakhir ia meminum obat itu karna dipaksa oleh mamanya yang sedang ada di rumah.

"Arghhhhhhh..." Ali terpekik memegangi dadanya yang terasa sangat sakit.

"Sakittttt..." pekik Ali terduduk masih memegangi dadanya. Keringat dingin mulai bercucuran didahinya. Rasa sakitnya benar-benar dahsyat.

"Kenapa lo gak berhenti aja sih buat berdetak? Gue gak maksa lo buat tetap bikin gue hidup. Arghhhhhh..." Ali mengerang.

Dengan perlahan Ali berjalan menuju ranjangnya. Menghempaskan dirinya diranjang dan menikmati rasa sakit yang amat dahsyat. Lagi dan lagi harus berakhir seperti ini.

***

"Aliiiii..." panggil Prilly sembari berlari kecil menghampiri Ali.

"Kenapa?"

"Mana tugas kamu? Sebelum dikumpulin harus aku periksa dulu. Abis itu kamu bisa nemui pak Herlambang. Aku udah minta tolong pak Toni buat atur jadwal kamu ketemu pak Herlambang."

"Belum selesai," ucap Ali santai.

"Apa? Ya ampun Ali, itu tugasnya besok harus udah dikumpul," ucap Prilly panik. Ia pikir selama ini Ali selalu melanjutkan tugasnya saat sudah ada di rumah dan tidak ada Prilly.

"Lo kenapa sih jadi sibuk sendiri? Gue gak pernah minta dikasih kesempatan buat tetap kuliah disini. Gue gak butuh. Jadi stop nyuruh-nyuruh gue ngerjain soal sialan itu," bentak Ali kesal. Hari ini moodnya sangat tidak bagus karena kembali bertengkar pada sang ibu sebelum ke kampus. Sekarang ia malah didesak begini membuatnya semakin pusing.

"Kamu tu memang ya gak bisa menghargai usaha orang lain. Oh iya aku lupa, kamu kan gak tau apa itu usaha. Terimakasih buat waktu aku yang udah kamu buang sia-sia dan terimakasih juga buat pengorbanan beasiswa aku yang percuma. Sekarang terserah kamu mau selesaiin tugas kamu atau enggak," ucap Prilly dengan nada bergetar menahan tangis, namun percuma karna air matanya sudah membasahi pipinya. Prilly langsung berlalu dari Ali begitu saja.

Ali terdiam melihat kepergian prilly. Untuk pertama kalinya ia melihat gadis itu menangis. Apa maksud Prilly pengorbanan beasiswanya? Ali berpikir keras dengan maksud ucapan Prilly.

Haloooooo ;) makasih buat yang mau baca :) dinext gak? :D vote dan comment dong biar cepat nextya :D

With YouHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin