for my precious one.

578 74 9
                                    

Just please dont go to garden full of roses without me

Tubuh gadis remaja itu kejang-kejang. Rambutnya yang biasa bekilauan dan tebal saat ini nampak kusut, tidak terawat, dan menipis. Matanya hampir terpejam, tapi Hinata tahu bahwa gadis itu masih sadarkan diri sepenuhnya. Gadis itu mengerang kesakitan, entah apa yang sedang malaikat pencabut nyawa lakukan kepada dirinya. Suara erangannya membuat siapa pun iba, terutama Hinata yang hanya diam menahan tangisannya.

"Tolong, tolong, Tuhan aku tahu bahwa segala kehidupan adalah milikmu tetapi tolong berikan kematian yang mudah untuknya." Hanya kalimat tersebut yang terus Hinata kumandangkan dari dalam hatinya.

Hinata hanya insan rendah yang tidak memiliki kesanggupan untuk memohon agar dia bisa tetap bernapas. Hinata hanya berdoa agar dia bisa meninggalkan dunia ini dengan mudah. Segalanya adalah milik Tuhan, dan akan kembali pada Tuhan. Begitu yang selalu Hinata dengar dari orang-orang.

Air mata Hinata pada akhirnya jatuh. Tepat saat gadis yang berbaring di ranjang itu mengembuskan napasnya yang terakhir.

"Himawari, mama never let you alone." Ucap Hinata dengan suara bergetar, tangannya yang lemah mencoba menggenggam erat tangan putrinya yang sudah tidak memiliki denyut nadi.

Pandangan Hinata mulai kabur, sekelilingnya menjadi gelap. Hinata ingin ikut bersama putrinya, entah bagaimana caranya. Tetapi kemudian ada suara Naruto yang menyadarkan Hinata.

"Hinata, aku tidak akan membiarkanmu pergi."

"Tapi tanpa Himawari, semuanya hilang dan mati, Naruto."

....

Semuanya berlangsung dengan sangat cepat. Kata orang, orang terdakat akan merasakan sebuah firasat saat seseorang akan meninggal dunia. Tapi, kenapa Hinata tidak merasakan apa pun? Malam itu Himawari tertidur. Paginya Hinata masih bisa melihat Himawari membuat roti untuk sarapan. Lalu menjelang jam makan siang, putrinya tidak pernah terbangun lagi dari tidurnya. Semua betul-betul mendadak dan tidak dapat dicerna dengan baik oleh Hinata.

Kini prosesi pemakaman putrinya sudah selesai, dan Hinata merasa seluruh jiwanya ikut dimakamkan. Tidak ada sama sekali keinginan Hinata untuk tetap menapaki bumi. Wajahnya yang pucat menyiratkan keengganan untuk melanjutkan hidup, kemudian matanya yang sendu menatap gundukan tanah yang sudah diberi nisan bernamakan Uzumaki Himawari.

"Tuhan. Kapan rasa sakit ini akan berakhir? Kapan kebahagiaan akan datang? Apakah hatiku akan terus berduka sampai hari kematianku? Tuhanku yang menguasai dunia, yang menciptakan surga kenapa harus Himawari yang diambil dari hidupku? Apakah Kau mengambil Himawari karena dosaku? Jika memang karena dosaku, mengapa Kau tidak membunuhku sebagai gantinya? Aku melakukan dosa itu sendiri, aku adalah pendosanya, aku yang bersalah. Jika Kau ingin mengambil sebuah nyawa, harusnya nyawaku. Bukan nyawa putriku."

"Hinata," Naruto menarik napasnya dalam-dalam lalu menyentuh pelan lengan Hinata. "Ini waktu yang berat. Kita harus saling menguatkan."

Ya Naruto benar. Mereka harus bertahan, setidaknya demi Boruto dan Kawaki tetapi apa artinya bertahan jika Hinata lebih bersedia untuk menyerah?

"Aku ingin Himawari, Naruto."

"Himawari selamanya akan hidup di dalam diri kita Hinata. Selama-lamanya."

.....

Naruto tahu hari kematian memang menanti setiap insan di dunia ini. Namun sayangnya Naruto adalah salah satu dari Ayah yang kurang beruntung karena dia menyaksikan sendiri kelahiran dan kematian putrinya. Jika saja bisa, tentu saja Naruto lebih memilih untuk dirinya yang pergi lebih dulu.

Saat Himawari lahir, Naruto menggantungkan banyak sekali asa untuk putrinya. Semoga, semoga, dan semoga. Tapi tepat di bawah hujan di hari kedua bulan oktober ini Naruto baru menyadari dia tidak pernah berharap bahwa dia akan mati lebih dulu dari pada Himawari.

Kenapa? Karena Naruto berharap selama-lamanya dia akan bersama putrinya. Naruto lupa bahwa dia hanya seorang manusia, sangat mustahil bila dia bisa hidup selamanya bersama semua hal yang dia cintai.

Setelah Boruto dan Kawaki berhasil membawa Hinata masuk ke dalam mobil, kini Naruto diluputi oleh duka yang serupa oleh Hinata. Naruto menyentuh papan kayu bertuliskan nama Himawari seolah-olah dia tengah merasakan lembutnya helaian rambut Himawari.

"Jadi Hima, kau meninggalkan papa huh? Himawari pergi ke taman penuh mawar tanpa papa, sebenarnya papa cukup marah tapi papa sadar bahwa papa sudah menyerahkan Himawari ke penjagaan terbaik di seluruh alam semesta ini, penjagaan Tuhan yang maha kuasa. Jika papa adalah malam, maka Himawari adalah bulannya. Kehadiran Himawari memberikan cahaya untuk hidup papa yang gelap. Sekarang Himawari, papa akan mengikhlaskannu bergabung bersama bunga-bunga lain di taman surga milih Tuhan. Papa percaya, bahwa ini adalah yang terbaik untuk kita semua. Tidurlah dengan lelap di bawah sana, bersama hujan pagi ini papa mengizinkan Hima untuk pergi."

....

Tuhan dan segala rencananya adalah hal yang terbaik. Hinata mencoba untuk memercayai hal tersebut, realita memang sangat sulit untuk diterima akan tetapi tidak ada pilihan lain selain menghadapinya. Di sini, di hari kedua bulan oktober yang dibasahi oleh air hujan Hinata berdoa dari hatinya yang terdalam.

Tapi Hinata seakan lupa bahwa doa diperuntukkan untuk memohon, bukan untuk memaksa. Hidup bukan sebuah diorama yang harus tampil sempurna bukan juga rangkaian kata dengan akhir bahagia bak sebuah novel romansa. Harusnya Hinata menerima hal tersebut, bahwa berduka dan berkabung pun akan selalu ada di sepanjang kehidupan.

"Himawari.... Jika memang kehidupan berikutnya memang ada. Mama mohon, terlahirlah kembali sebagai putri mama."

Hanya itu. Sesederhana itu. Seperti cinta orang tua untuk anaknya yang tidak akan pernah berakhir, maka cinta Hinata untuk Himawari pun tidak akan berujung. Meskipun Himawari sudah tidak ada lagi di dunia ini, meskipun Himawari sudah menjadi bunga di surga, Hinata akan tetap mencintainya.

.....

Untuk terakhir kalinya, Naruto membiarkan air mata membasahi wajahnya. Air mata ini bukan berarti Naruto adalah Ayah yang lemah, air mata ini adalah bukti bahwa Naruto seorang yang luar biasa tangguh. Naruto mengusap lagi nisan putrinya, berharap bisa mendengar tawa riang yang biasanya putrinya sandungkan.

"Hima... papa pikir cinta papa untukmu adalah cinta yang paling besar di alam semesta ini. Sampai akhirnya hari ini papa sadar, bahwa Tuhan lebih mencintai Himawari dibandingkan siapapun dan apa pun di dunia ini. Sampai berjumpa lagi di tempat yang lebih baik, papa mencintaimu."

Last HimawariWhere stories live. Discover now