PART 10

33 4 5
                                    

"Lho? Kok Mama ada di sini? Jilla mana?"

"Jilla Jilla Jilla ... Si Jilla nggak ada! Kenapa tadi kamu nggak ke kantor, Jo? Kamu sakit apaan, hm?" tanya balik Joanita pada Nathan, mengabaikan pertanyaan yang anak kandungnya itu lontarkan. Ia menerobos masuk tanpa diperintahkan sama sekali, karena memang seperti biasanya sudah begitu.

Kesal dengan tingkah Joanita, untuk kedua kalinya Nathan kembali bertanya di sana, "Mama ke ngapain sebenarnya? Pacarku mana, kok nggak diajak, sih?"

"Kenapa memangnya kalau Mama sendirian ke sini? Harus banget ke mana-mana sama pacarmu, hm?" Namun, lagi-lagi yang Joanita lontarkan adalah pertanyaan, bahkan hingga dua kali banyaknya.

"Ck! Ribet banget si Mama ah! Tinggal jawab aja pertanyaanku, apa susahnya, sih? Lagian biasanya ke mana-mana berdua, kan?" Itulah alasan, mengapa Nathan tak dapat lagi membendung kekesalannya, "Jadi Jilla di mana, Ma? Mama suruh tunggu di mobil atau dia di kantor?" Namun, rasa penasaran juga terus mengikuti. Membuatnya terus bertanya tanpa lelah.

Bosan dengan pertanyaan Nathan, Joanita pun menyerah, dan menjawab semuanya, "Yang ribet itu kamu, Jojo! Bukan Mama, enak aja! Kalau punya otak itu, dipakai. Masa iya kalau Jilla ikut sama Mama ke sini, kok malah Mama suruh tunggu di mobil? Orang semua barang-barangnya udah kamu pindahkan ke kamar situ, ya dia kalau datang, tinggal aja masuk ke sana ganti pakaian. Dasar aneh kamu tuh!"

"Oh, jadi ... Jilla masih di kantor, Ma? Hm ... Aku kira Mama ke sini sama calon istriku yang cantik itu." Mendengar hal itu, Nathan pun segera memberi tanggapan. Terdengar tidak bersemangat di telinga Joanita, meskipun isi kalimatnya sangat menyenangkan.

Kembali mengingat semua penuturan Jilla tadi pagi, Joanita berharap Nathan segera ngambil keputusan untuk masa depannya, "Calon istri ... Calon istri ... Kamu tuh jangan asal cium-cium anak orang kayak gitu dong, Jo! Kalau udah nggak tahan, ya bilang sama kami selaku orang tua kamu! Biar kami cari waktu untuk melamar Jilla. Mana kalian tinggal satu apartemen begini lagi. Biasa aja bujuk rayu setan bikin kalian berdua nggak ingat diri ya, kan?"

Kalimat pedas itu benar-benar menusuk tepat ke dalam jantung Nathan, membuatnya secepat kilat bangkit dari posisi merebahkan diri di atas sofa, yang beberapa saat lalu sudah ia lakukan, "Ck! Jilla ember baskom banget, sih? Perkara cium-ciuaman juga cerita ke Mama. Hadeh!"

"Hahaha! Dia bilang, kamu jahat udah nyuri ciuman pertamanya, Nak. Katanya ke Mama tadi, bibir sama seluruh tubuh dia tuh hanya boleh dinikmati suaminya aja. Hahaha!" kekeh Joanita menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia merasa lucu sekaligus bangga atas keteguhan diri Jilla, karena dulu ibu kandung Nathan itu bahkan tak mampu berbuat demikian. Berkali-kali bercumbu sebelum keduanya menikah.

Memang benar, hal itu sesungguhnya sangat tabu untuk dilakukan oleh sepasang anak manusia yang belum memiliki ikatan resmi di mata Tuhan, "Berarti aku beruntung dong bisa jadi laki-laki pertama dalam hidup Jilla, Ma. Iya, kan?"

"Ya iyalah, Jojo ... Itulah kenapa sekarang Mama bisa ada di sini, karena menurut Mama, hubungan kalian berdua ini udah mulai membahayakan!" Namun, pada era modern seperti saat ini, berciuman bukan lagi menjadi satu hal yang tabu.

"Membahayakan? Membahayakan gimana maksud Mama, sih?" tanya Nathan lengkap dengan sejumlah kerutan di kening datarnya. Ia bahkan membenarkan posisi duduk, agar terasa lebih nyaman ketika mendengarkan maksud dari perkataan Joanita beberapa saat lalu.

Menghela napas berat, kini kedua kaki Joanita pun mendekat ke arah sofa, ikut duduk di sana untuk memberi penjelasan pada putranya, "Kamu tuh udah umur berapa, sih? Kok ya dari tadi Mama jelaskan sampai mulut Mama berbusa-busa, masih nggak ngerti-ngerti?"

"Umur tiga puluh dua dong, Ma. Kan, sebentar lagi ulang tahun tanggal dua puluh enam november. Masa lupa sama ulang tahun anaknya sendiri, sih, Ma?" seloroh Nathan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, tersenyum samar, menyembunyikan rasa lucunya.

Bantal sofa yang ada di sisi kiri Joanita, tiba-tiba saja melayang tanpa aba-aba, "Anak nakal! Ugh! Nggak usah belagak bego gitu ya, Jo? Kamu mau nikahi Jilla secepatnya atau Mama suruh dia pindah dari sini, hah? Tinggal di Permata Hijau aja!"

"Lha, Mama! Jangan gitu dong ... Masa aku tinggal di sini sendirian, sih? Kan, nggak enak tanpa calon istri di sisi, Ma. Hehehe ..." Namun, Nathan secepat kilat menghindar ke sebelah kanan, dan bantal itu kini sudah mendarat mulus di atas lantai apartemen.

Tak mendapatkan apa yang dikehendaki, Joanita pun secepat mencubit pinggang Nathan, "Rasakan!"

"Auw! Aduh duh duh ... Sakit, Ma! Sakit sakit sakit ..." Membuat Nathan begitu kesakitan dan mengaduh.

Gelak tawa Joanita pun terjadi sekali lagi di sana, bahkan semakin keras daripada sebelumnya. Seolah sangat bahagia ketika berhasil mengerjai Nathan sampai sejauh itu. Namun, dua belas detik kemudian ia mulai tersadar. Ketika paras cantik Jilla melintas di dalam isi kepalanya.

"Jadi kapan kamu mau ngelamar Jilla, Jo? Mama ngomongnya udah serius sekarang nih, Nggak lagi bercanda. Mama nggak mau kalian berdua menikah karena hamil ya? Mau taruh di mana muka kami nanti, apalagi papamu. Pasti restu yang kita mau dari papamu bakalan susah dan bisa aja dia berpikir Jilla nggak ada bedanya sama Emily, dekat sama kamu cuma karena ngincar harta kita doang." Dengan cepat menghentikan kekehan tawa, ocehan panjang Joanita pun terjadi di sana. Ia menegaskan segala hal, lebih-lebih tentang Jeremy, suaminya.

Ya, restu dari seorang ayah yang sejak dulu sukar Nathan dapatkan, ketika menjalin hubungan serius dengan lawan jenisnya. Jeremy memang tidak banyak bicara, tetapi ia akan selalu mendapatkan celah untuk membuat putranya tak berkutit. Sisi buruk semudah itu terungkap baginya, hanya menggunakan lembaran rupiah saja.

Nathan pun memahani semua kekhawatiran Joanita, mencoba selalu berpikir positif, tetapi hal itu hanya bisa terjadi dalam waktu dua menita saja.

Nathan memberi jawaban untuk Joanita, berharap sang ibu dapat memahami dirinya, "Ck! Kami baru jadian dua minggu kali, Ma. Bisa nggak pikirannya jangan ke situ terus? Lagian juga aku tuh bukannya mau main-main sama Jilla, Ma. Aku serius, tapi ya ... emang Jilla ini nggak sama kayak perempuan mana pun yang aku pernah kenal, bahkan Emily sekalipun."

"Nggak sama gimana? Jadi si Jilla pindah aja dari sini atau nggak, Jo? Mama khawatir ntar dia kamu hamili." Namun, Joanita malah kembali bertanya, mengeluarkan sangkaan yang membuat Nathan tertawa keras.

"Jangan bawa dia ke mana-mana ya, Ma? Soalnya nanti pendekatannya semakin ribet. Tolong ya, Mama Sayang? Aku janji bakalan lebih ekstra lagi kali ini usahanya. Ya, Ma?" Nathan pun mencoba menenangkan Joanita. Mengucapkan sebuah ikrar, bahwa ia akan mengusakan apa pun itu, demi bisa menjadikan Jilla pasangan hidupnya.

***

BERSAMBUNG ....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CANTARIUS (CANCER SAGITARIUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang