The End Of Patient

44 1 8
                                    

Cast : Na Jaemin, Ru Xue dan Xiao De Jun.
Genre : AU, Married Life dan Drama.


Suara deru mobil membuat mata Ru Xue pelan-pelan terbuka. Ada saja yang membuatnya terbangun. Padahal seharian ini ia ingin menghabiskan waktunya untuk istirahat. Akhir-akhir ini terlalu mudah lelah.
 
 
Tok tok tok!
 
Suara ketukan pintu membuat Ru Xue akhirnya bangun.
 
"Nona, ada tamu," suara bibi pelan saat Ru Xue membuka pintu dengan mata masih sedikit terpejam.
 
"Siapa?" suara Ru Xue malas.
 
"Tuan muda Xiaojun," ucap bibi membuat Ru Xue terkejut dan menegakan tubuhnya yang semula bergelayut di pintu.
 
"Apa? Xiaojun Gege?!" Ru Xue bergegas keluar mencari sosok yang dirindukannya. Tak peduli dengan penampilannya yang kini amburadul tidak jelas.
 
"Gege! Xiaojun Gege!" Ru Xue celingak celinguk mencari keberadaan Xiaojun.
 
"Apa kau sangat merindukannya, sampai -sampai kau gila seperti ini?" tiba-tiba sosok pria keliar dari kamar mandi dan mengelap tangannya dengan tisu.
 
"Ya! Na Jaemin! Sampai kapan kau akan terus menggangguku, huh?!" Ru Xue marah bukan main. Matanya melotot tajam kearah bibi yang dari tadi mengikutinya di belakang.
 
"Itu bukan salahnya. Aku yang memaksanya untuk bicara begitu, agar kau segera keluar dari kamarmu. Sekarang, bersihkan dirimu. Kita sudah terlambat. Ayah dan Ibu sudah menunggu." Jaemin tidak melihat ekspresi marah Ru Xue, hanya berkutat dengan tissue dan tangannya.
 
"Aku tunggu di luar." ucapnya lagi sambil pergi begitu saja tanpa menatap Ru Xue.
 
Tangan Ru xue mengepal erat, menahan amarahnya. Emosinya tidak dapat ditebak. Terkadang ia mudah marah, mudah menangis, atau bahkan tersenyum tanpa alasan yang jelas. Ru Xue mengalami depresi berat.
 
 
-Restoran Italia-
 
"Kenapa kita kesini?" suara Ru Xue akhirnya keluar setelah hampir 30 menit perjalanan, mobil itu menyumbangkan suara deru mesinnya.
 
"Aku juga tidak tahu," Jawab Jaemin dingin.
 
Ru Xue menatap Jaemin kesal. Lelaki itu berkonsentrasi mencari tempat parkir.
 
"Kenapa ramai sekali?" gumam Jaemin kesal.
 
"Na Jaemin! Kenapa kau tidak pernah menghargai aku, huh? Kenapa kau tidak pernah mau menatapku saat bicara? Apa kau anggap aku ini hantu, iya?!" caci Ru Xue.
 
Jaemin tiba-tiba menghentikan mobilnya. Ru Xue terkejut, namun ia mencoba mengendalikan perasaan bingungnya. Lelaki itu menatap kedepan dan diam. Hening.
 
"Sebenarnya, kau ini orang macam apa?" tanya Ru Xue. Kali ini Jaemin menatapnya tajam dan intens. Ru Xue terkejut saat balik menatap Jaemin yang berhasil membuatnya merasa canggung.
 
"Jangan pernah menyesal karena kau menyuruhku menatapmu, Ru Xue." 
 
Jaemin menarik tangan Ru Xue cepat hingga tubuhnya tertarik dan dengan cepat mengecup bibir si gadis. Ru Xue melotot, terkejut bukan main. Ia masih mematung saat Jaemin melajukan mobilnya, mencari tempat untuk parkir.
 
"Ayo." Jaemin membuka pintu untuk Ru Xue yang masih bengong.
 
"Hei, Ru Xue. Apa kau akan terus bengong seperti itu?" suara Jaemin agak naik, Ru Xue tersadar dan menatap Jaemin yang sedang menatapnya juga.
 
"Kau memang kurang ajar! Dasar playboy! Na Jaemin, Kurang ajar!" Ru Xue terus memakin sambil memukul-mukul tubuh Jaemin. Jaemin hanya tersenyum tipis.
 
"Aku benci kau, Na ...." Jaemin menarik kuat tubuh Ru Xue kepelukannya. Walaupun gadis itu meronta, tapi tenaganya tidak mampu mengalahkan kekuatan Jaemin hingga akhirnya Ru Xue menyerah.
 
"Ru Xue, ku mohon sadarlah." tanpa sadar Jaemin menitikan air mata. Ru Xue hanya diam.
 
'Kenapa jadi begini?' batin Ru Xue.
 
Perasaan Ru Xue kacau. Ia bingung, apa yang harus dilakukan. Ia sangat merindukan Xiaojun. Kekasihnya, tapi kenapa selalu ada Jaemin dimana-mana.
 
Ru Xue berjalan dengan mata entah menerawang kemana, Jaemin dengan sabar menuntun Ru Xue menuju meja nomor 12. Orang tua Ru Xue, Jaemin dan Ru Xue sudah ada disana. Jaemin menundukan badannya memberi salam sebelum menarik kursi untuk Ru Xue yang masih dengan tatapan kosongnya.
 
"Nak Jaemin, apa kau tidak apa-apa?" Ayah Ru Xue meyakinkan Jaemin.
 
"Paman, percayalah padaku." Jaemin menatap ayah Ru Xue yakin. Kedua orang tua Ru Xue menatap Jaemin iba.
 
"Kalau tidak ada lagi yang dibicarakan, kami pergi dulu." Jaemin hendak bangkit dari kursinya,namun Ru Xue memegang tangannya kuat. Jaemin terkejut dan menatap Ru Xue. "Ru Xue-ah ...," ucap Jaemin pelan.
 
"Na Jaemin ...." kedua orang tua Ru Xue dan Jaemin terkejut.
 
"Jaemin-ah, Na Jaemin, siapa kau sebenarnya?" ucap Ru Xue membuat semua orang yang ada dimeja melotot dan bingung.
 
Jaemin tersenyum. Ini bukan pertama kalinya Ru Xue menanyakan hal yang sama.
 
Jaemin menggenggam tangan Ru Xue. "Aku—Gege mu, Ru Xue, Gege mu," ucap Jaemin  dengan bibir bergetar.
 
"Na Jaemin ... Gege ku? Gege kandungku?" suara Ru Xue membuat dada Jaemin sesak.
 
Jaemin berusaha tersenyum. "Iya."
 
Ru Xue tersenyum menatap Jaemin. Sementara, hati Jaemin terasa perih. 'Ru Xue, sampai kapan kau akan menyiksaku seperti ini?' batinnya sambil memejamkan matanya kuat menahan rasa perih.
 
"Jaemin-ah, kau baik-baik saja?" ibunya Ru Xue memegang punggung tangan Jaemin.
 
Pemuda itu tersenyum. Nyonya Ru Mi melihat jelas keletihan Jaemin. Ia iba melihat pemuda yang sejak dulu mencintai putrinya, kini harus seperti ini.
 
"Sabarlah, Nak Jaemin, sabar akan memberikan akhir yang bahagia untukmu." pesan itu yang selalu ia sampaikan pada Jaemin. Walaupun tahu itu pasti sangat sulit baginya.
 
 
)***(
 
Dua tahun berlalu, tapi tidak ada yang berubah dari kondisi Ru Xue. Shock, trauma masih menyelimuti hati dan pikirannya. Bukan karena kecelakaan, bukan karena kepalanya terbentur sesuatu yang sangat keras. Tapi, dua tahun lalu ida mendengar berita yang sangat mengejutkan dan berita itu membuat batinnya terguncang, sehingga membuat jiwanya kadang tidak terkendali.
 
 
-Flashback-
 
"Sayang, dia anak kita, Xiaojun adalah anak kandung kita." Ayah Ru Xue menatap nanar istrinya.
 
"Ta–tapi ... Bagaimana mungkin?! Di–dia ...?" Ibunya Ru Xue terlihat bingung.
 
"Walau ini mengejutkan, tapi, setelah dua puluh tahun, akhirnya kita menemukannya." Ayah Ru Xue memeluk istrinya. Sementara itu sang istri bingung harus bagaimana.
 
"Xiaojun Gege ...," lirih Ru Xue yang tak sengaja mendengar percakapan kedua orang tuanya.
 
"Tidak! Tidak mungkin!" teriak Ru Xue.
 
Kedua orang tua Ru Xue terkejut lalu berlari kearah Ru Xue yang kini tergeletak lemah tidak sadarkan diri.
 
 
-Rumah Sakit-
 
"Paman, bagaimana keadaan Ru Xue?" tanya Jaemin dengan napas terengah-engah saat sampai dikamar rawat. Ayah Ru Xue tidak menjawab, tapi sedang mencari seseorang di belakang Jaemin. Lelaki itu seolah tahu apa yang sedang dicarinya.
 
"Xiaojun Hyung ... tidak ikut, Paman. Tadi aku melihatnya bertemu dengan beberapa orang, mereka memberikan amplop, setelah itu Xiaojun masuk ke mobil bersama mereka. Awalnya aku khawatir, tapi dia bilang, dia baik-baik saja." jelas Jaemin.
 
Raut wajah Tuan Yanji langsung murung.
 
"Paman, apa ada yang salah? Apa ... persiapan pernikahan Xiaojun dan Ru Xue sudah selesai? Apa yang sebenarnya terjadi?" Jaemin bingung. "Bibi, katakan padaku, apa yang terjadi?" kini Jaemin mengalihkan pertanyaannya pada Ibunya Ru Xue.
 
"Jaemin-ah, bagaimana?" ibunya Ru Xue memeluk Jaemin.
 
"Bibi ...." Jaemin semakin bingung.
 
"Istriku, lebih baik kita bicarakan dulu. Jaemin-ah, sebaiknya kau ikut kami. Sudah ada Mark di dalam untuk menjaga Ru Xue.
 
 
-***-
 
Jaemin melajukan mobilnya menuju rumah. Berulang kali ia menghela napas panjang. Sesekali ia menatap Ru Xue yang tertidur di sampingnya. Tiga puluh menit perjalanan, Jaemin sampai di depan rumahnya. Tapi, mata Jaemin dikejutkan dengan sosok yang dua tahun ini menghilang. Sosok yang membuat semua orang bertanya-tanya tentang keberadaannya.
 
"Xiao–xiaojun, Hyung?!" suara Jaemin setengah berbisik. Jaemin membuka pintu lalu menghampiri Xiaojun yang sedang tersenyum tipis padanya.
 
"Hyung?!" Jaemin diam sejenak lalu memeluk lelaki itu dengan erat. Sahabat yang sudah seperti kakaknya sendiri. Xiao Dejun.
 
"Kau kemana saja, Hyung?" Jaemin menatap Xiaojun tak percaya. Lagi-lagi Xiaojun hanya tersenyum tipis.
 
"Apa dia baik-baik saja?" Xiaojun menatap sosok yang kini sedang tertidur lelap di dalam mobil. Matanya kini mulai berkaca-kaca.
 
"Hyung—" Jaemin bingung, bagaimana dia harus menjelaskan semuanya.
 
"Aku tahu Jaemin-ah. Dia … istrimu ‘kan?" kini butiran sebening kristal itu mencelos dari sudut mata Xiaojun.
 
Jaemin lelah. Dia merasa kalau semua ini membuatnya lelah. Ia menatap langit, berharap air matanya tidak ikut tumpah. 'Kenapa semuanya begitu menyakitkan?' batinnya.
 
"Masuklah, Hyung. Aku akan mengantarkan Ru Xue kekamar dulu." Jaemin membuka pintu. Sekilas ia menatap langkah Xuaojun gontai memasuki rumah. Jaemin menghela napas panjang.
 
Beberapa saat kemudian, Jaemin berjalan dengan dua kaleng bir di tangannya.
 
"Apa sekarang kau suka minum?" Xuaojun meraih satu kaleng bir yang Jaemin letakan di atas meja.
 
"Hyung, bisakah kau jelaskan padaku, kemana saja kau selama ini? Kau tahu, aku—"
 
"Aku tahu. Kau pasti sangat menderita Jaemin-ah."
 
"Tidak. Bukan aku, tapi Ru Xue. Apa kau tahu, dia—"
 
"Aku juga tahu, dia sering menganggapmu sebagai aku ‘kan?" Xiaojun menelan ludah dengan susah payah. Jaemin menenggak birnya.
 
"Aku pikir ... semuanya akan baik-baik saja saat aku pergi." Xiaojun menatap langit-langit. Ia mengingat keputusannya dua tahun lalu untuk pergi daripada menerima kenyataan bahwa ia dan Ru Xue adalah saudara kandung.
 
"Kau tahu, kami sudah bertungangan, bahkan satu minggu lagi akan menikah. Apa kau tahu? Itu sangat menyakitkan. Apalagi …." Xiaojun menelan ludah, merasa kenangan itu terlalu menyakitkan untuk diceritakan.
 
"Apalagi bukan aku yang berdiri di sampingnya saat pernikahan itu terjadi, tapi kau." ucap Xiaojun sambil menatap Jaemin.
 
"Ta–tapi, Hyung, a–aku—"
 
"Aku juga tahu, Ayah yang meminta mu untuk menikah dengan Ru Xue ‘kan? Ayah yang memintamu untuk menggantikanku di altar."
 
Jaemin diam, tatapan keduanya saling bertemu.
 
"Jaemin-ah, sebenarnya—aku yang meminta itu pada Ayah. Aku yang memintanya untuk mengatakannya padamu." 
 
Jaemin masih diam.
 
"Maafkan aku," ucap Xiaojun pelan.
 
Jaemin masih diam mendengarkan, dia bingung, tidak mengerti dengan apa yang Xiaojun jelaskan.
 
"Aku tahu, kalau kau menyukai Ru Xue sejak kalian masih sekolah dan sering berangkat bersama. Aku meminta ayah melakukan itu karena,  aku tahu,  kalau kau adalah pria yang baik dan tepat untuknya."
 
Jaemin masih diam.  Xiaojun memegang kedua bahu Jaemin dengan erat.
 
"Jaemin-ah,  bersabarlah.  Ru Xue pasti akan segera sadar, dan dia akan tahu,  kalau kau adalah pria yang baik dan pantas untuknya. Dia akan bahagia, karena beruntung memiliki suami sepertimu." ucapnya sambil tersenyum tipis, "Dia tidak sakit, dia hanya lelah." Xiaojun kembali menahan rasa perih itu. Kenyataan bahwa dia dan Ru Xue adalah saudara kandung sangat menyakitkan dan membuatnya sadar bahwa mereka tidak bisa bersama.
 
"Tapi, kalian saling mencintai." lirih Jaemin menahan rasa sesak didadanya.
 
"Yang terpenting sekarang adalah, Ru Xue sudah menjadi istrimu dan dia adalah adikku." Xiaojun berusaha untuk tegar sambil mengukir senyum.
 
"Gege...," lirih Ru Xue, tapi suara itu masih terdengar di telinga Jaemin dan Xiaojun.
 
"Ru Xue?!" suara Jaemin dan Xiaojun serempak. Xiaojun menatap Jaemin sekilas begitu juga sebaliknya.
 
"Xiaojun Gege,” ucap Ru Xue lagi.
 
Xiaojun tersenyum. "Iya, ini aku, Xiaojun."
 
Sementara itu, Jaemin menahan sesak yang kini memenuhi dadanya. Perlahan Ia pergi dari ruangan itu, mencoba memberi ruang untuk mereka berdua.
 
"Gege!" Ru Xue berlari dan memeluk Xiaojun erat. "Gege, kau kemana saja? Aku merindukanmu." Ru Xue terisak.
 
"Ru Xue." Xiaojun melepaskan pelukannya. "Jangan menangis, mmm." Xiaojun menghapus air mata Ru Xue.
 
"Gege juga sangat merindukanmu." Xiaojun berusaha menahan air matanya.
 
Keduanya saling bertatapan. Sama-sama menahan kesedihan dan luka, mata itu sama-sama menyimpan kerinduan yang sangat. Xiaoju memeluk erat Ru Xue. Sementara luka yang sama juga dirasakan Jaemin. Ia bisa melihat betapa mereka saling mencintai. Jaemin menahan dadanya, menghela napas panjang. Hanya langit yang menjadi saksi betapa menderitanya Jaemin saat ini.
 
"Ru Xue, aku disini juga, merasakan sakit." lirih Jaemin. Dinding kaca bisa membuatnya melihat jelas Xiaojun yang sedang memeluk Ru Xue.
 
Jaemin merasa begitu terpuruk dan lemah sekarang. Dia berjalan gontai menuju mobilnya, mendudukan diri di dalam mobil lalu meraih ponselnya.
 
[Halo, Jaemin, ada apa?]
 
"Ayah, Xiaojun hyung, telah kembali."
 
[Apa?!] suara ayah Ru Xue terdengar begitu terkejut.
 
"Dia ada dirumah, Ayah datanglah kesini dengan Ibu. Aku ingin pergi." Jaemin menutup teleponnya secara sepihak.
 
[ Hallo, Jaemin! Na Jaemin!] Ayah Ru Xue bergegas kerumah Jaemin.
 
 
-1 tahun kemudian---
 
"Ru Xue, apa kau akan ikut ibu?"
 
"Tidak, Bu, aku akan pergi bersama Xiaojun Gege." Ru Xue mendekap lengan ibunya.
 
"Ibu, walaupun ini sulit tapi percayalah, kami pasti bisa melalui ini semua."
 
Sang ibu tersenyum sambil menggenggam erat tangan putrinya.
 
"Ru Xue, apa kau sudah siap?" Xiaojun memanggilnya dari luar kamar.
 
"Iya, Gege. Tunggu sebentar!" Ru Xue melepaskan pelukan ibunya.
 
"Ibu, kami pergi dulu." Ru Xue mencium sekilas pipi ibunya lalu bergegas pergi.
 
 
-Rumah Sakit-
 
 
"Kalian pasti lelah, lebih baik kalian pulang dulu, biar kami yang menjaga Jaemin." Ibunya Ru Xue datang bersama suaminya kerumah sakit.
 
Ayahnya Jaemin tersenyum. "Tidak apa-apa."
 
"Kau juga buuh istirahat. Jaemin juga anakku, biarkan kami yang menunggu, sementara kalian istirahat dulu."
 
"Ru Xue tidak datang?" tanya Ayahnya Jaemin.
 
"Tidak. Dia pergi bersama Xiaojun." jawab ibunya Ru Xue.
 
 
-Restaurant China-
 
"Gege, kau ingat. Disini. Pertama kali aku bertemu dengan mu. Saat itu, kau sedang menunggunya. Dia bekerja paruh waktu disini. Dan saat itu ia mengenalkanmu padaku. Di meja ini." Ru Xue menatap kursi kosong yang dulu Jaemin duduki.
 
"Iya, aku ingat sekali. Hari itu, kalian masih menggunakan seragam sekolah. Kalian sangat akrab." Xiaojun menatap Ru Xue.
 
"Saat itu ... aku sangat menyukai Jaemin, belum aku bertemu denganmu." Ru Xue menatap meja kasir. Tempat dimana dulu Jaemin bertugas. Xiaojun tersenyum tipis.
 
"Dan aku berhasil membuatmu menyukai, bukan hanya itu bahkan kau mencintaiku." Xiaojun menerawang masalalu itu.
 
"Apa itu karma untuk kita?" Ru Xue menangis.
 
"Bukan, ini adalah perjalanan hidup, Ru Xue." Xiaojun menggengam tangan Ru Xue mencoba menenangkan.
 
"Terima kasih, Xiaojun Gege."
 
 
-@@@-
  
Ru Xue berjalan dengan paper bag berisi penuh barang-barang masa kecilnya. Bibirnya menyunggingkan senyum saat memasuki ruang rawat Jaemin.
 
"Annyeonghaseyo .... Apa kabarmu hari ini? Maaf, aku kemarin tidak menjagamu." Ru Xue meletakan barang-barangnya sambil berceloteh.
 
"Jaemin-ah, kemarin aku pergi ke restoran China tempatmu dulu bekerja. Kalau kau sudah sehat kita harus kesana. Makanan cina memang sangat enak." Ru Xue menatap Jaemin yang sudah setahun berbaring lemah.
 
Kecelakaan itu. Saat Jaemin meninggalkan rumah ketika Xiaojun datang membuat kepalanya terkena benturan hebat. Kini Jaemin jatuh koma.
 
Ru Xue terisak. Batinya perih. Teringat akan sikap sabar Jaemin saat menghadapinya dulu ketika ia terguncang.
Jaemin yang selalu berkorban untuknya.
Jaemin yang selalu melindunginya.
Jaemin yang selalu tersenyum untuknya.
Jaemin yang selalu mencintainya.
 
"Jaemin-ah, apa kau balas dendam padaku? Kenapa kau menyiksaku seperti ini? Aku tidak tahan melihatmu seperti ini. Tidak bisakah kau buka matamu? Beri aku kesempatan untuk meminta maaf. Aku sangat menderita melihatmu seperti ini, Jaemin-ah." Ru Xue menunduk, air matanya kini tumpah. Bukan hanya rasa bersalah. Tapi, juga karena melihat orang yang dicintainya berbaring lemah. Sudah setahun. Dan itu membuatnya frustasi.
 
"Jaemin-ah, aku mohon, bagunlah. Aku sangat merindukanmu. Aku punya rahasia yang ingin kutunjukan padamu. Rahasia yang dulu pernah kita tulis di pohon harapan. Mari kita buka itu bersama-sama." Ru Xue meraih tangan Jaemin dan mengecupnya perlahan. Ru Xue terkejut saat melihat jari-jari Jaemin bergerak
 
"Dokter! Dokter!" Ru Xue segera bangkit dan memanggil dokter.
 
"Ada apa?!" Xiaojun terkejut saat melihat Ru Xue memanggil dokter.
 
"Tangan Jaemin bergerak-gerak, Gege." Ru Xue menatap Xiaojun pernuh harap. Tak berapa lama, Dokter memasuki ruang rawat Jaemin. Sementara Xiaojun menghubungi orang tuan Jaemin dan orang tuanya.
 
 
Beberapa saat kemudian...
 
Dokter keluar dan orang tua Jaemin langsung mendekatinya.
 
"Dokter, apa yang terjadi? Jaemin baik-baik saja kan dokter? Katakan sesuatu."
 
"Ibu, tenanglah" Ru Xue menenangkan Ibunya Jaemin. Dokter menghela napas panjang dan tersenyum tipis.
 
"Ini merupakan hal diluar prediksi kami. Jaemin ... dia..."
 
"Ada apa dokter?" Xiaojun tidak sabar.
 
"Sepertinya ia mendapatkan keajaiban. Jaemin, dia audah sadar."Dokter tersenyum puas saat memberikan kabar itu.
 
Kaki Ru Xue lemas seketika. Kecemasan yang selama ini membuat hidupnya khawatir pada Jaemin ... berakhir. Jaemin sadar. Xiaojun tersenyum lega.
 
"Anakku!" orang tua Jaemin dan orang tua Ru Xue langsung memasuki kamar.
 
"Nona Ru Xue." Dokter memanggil Ru Xue yang masih bengong.
 
"Ah, Ye?"
 
"Semua ini berkat dirimu. Kau sungguh luar biasa. Kau adalah dokter yang sebenarnya untuk Jaemin." Dokter tersenyum lalu meninggalkan Ru Xue da Xiaojun. Xiaojun tersenyum lega.
 
"Kau dengar, kau adalah dokter yng sebenarnya untuk Jaemin." Xiaojun menepuk bahu Ru Xue.
 
"Ayo, temui suamimu." Xiaojun tersenyum penug makna.
 
 
-@@@-
 
"Ya! Na Jaemin! Kau ingin mati!" Ru Xue mengejar Jaemin yang dengan lincah menghindar. Ru Xue tak kalah gesit.
 
"Apa kau lupa kalau aku pelari?" Ru Xue berhasil menangkap Jaemin.
 
"A! Sakit, sakit!" Jaemin terbatuk-batuk saat dengan kuat lengan Ru Xue mengunci leher.
 
"Sebentar, Tunggu dulu," Jaemin berusaha melepaskan lengan Ru Xue. Ru Xue melepaskannya. Jaemin langsung menarik tangan Ru Xue kuat hingga tertarik tubuhnya.
 
"Sekarang, kau yang kena." mata licik Jaemin menatap Ru Xue. "Sekarang, aku yang bertanya padamu. Benar kau tidak melakukan apa-apda saat aku sakit?"
 
"Apa maksudmu?" tanya Ru Xue tak mengerti.
 
"Xiaojun." Jaemin mencoba memancing.
 
"Ya! Na Jaemin!" Ru Xue mencoba memberontak.
 
"Ru Xue, kau tidak bisa lagi pergi dariku." Jaemin mencium lembut bibir Ru Xue.
 
"Ya! Kau selalu curang." Ru Xue memanyunkan bibirnya.
 
"Kenapa?"
 
"Kenapa kau selalu menciumku saat aku bicara? Aku ...."
 
"Kenapa? Kau malu?" Jaemin tersenyum geli saat wajah istrinya merona merah.
 
"Ru Xue, terima kasih." Jaemin memeluk Istrinya erat. Teringat akan tulisan rahasia yang ia buka 3 hari yang lalu. Tulisan rahasia yang mereka buat bersama.
 
(Tulisan Jaemin :" Aku harap suatu hari nanti. Aku memiliki keberanian untuk mengatakan "aku mencintaimu, Ru Xue.")
 
(Tulisan Ru Xue : "Harapanku, Jaemin selalu bahagia. Aku ... menyukai Na Jaemin.")
 
Tulisan rahasia yang ia sematkan di ranting pohon harapan yang mereka buat saat masih di awal masuk sekolah menangah. Jaemin tidak mempunyai keberanian untuk mengatakannya. Sampai akhirnya menjadi kekasih dari sahabat yang sudah dianggapnya sebagai saudaranya sendiri. Xiao Dejun. Sampai ia mau mati rasanya membayangkan wanita yang dicintainya bertahun-tahun menjadi milik orang lain. Tapi, kini waktu telah menjawab. Jaemin teringat kalimat ibu Ru Xue.
 
"Sabar akan memberikan hasil yang baik pada akhirnya."
 
'Terima kasih, bu.' batin Jaemin sambil terus memeluk istrinya. Kebahagiaan itu kini lengkap. Keduanya saling mencintai dan memiliki.
 
Xiaojun tersenyum saat melihat pemandangan itu dari halaman rumah.
 
"Berbahagialah kalian. Orang yang ku cintai." bisik Xiaojun. Sambil berlalu dengan seulas senyum bahagia.
 
 
 
 
-END-
 
Tempat Singgah, Juli 2022

Kumpulan Fanfiction Oneshoot dan TwoshootWhere stories live. Discover now