Capitolo 4 | Siena Voyage [1]

Start from the beginning
                                    

Ketika mendengar Siena dan Piazza Del Campo, apa yang terpikirkan? The Heart and Soul of Tuscany? Siena memang simbol dari universal kota dengan menunjukkan integritas bangunan kuno abad pertengahan yang sangat indah. Terutama pusat sejarahnya yang juga masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO. Siena juga terkenal sebagai tuan rumah dari pacuan kuda palio yang diadakan setiap dua kali dalam satu tahun pada bulan Juli dan Agustus di pusat alun-alun kota.

Siena tidak hanya populer di kalangan turis, tetapi juga kota pelajar yang dinamis. Hampir dua puluh ribu mahasiswa yang berkuliah di Universitas Siena, terlihat dari seluas mataku memandang, terdapat mahasiswa dan turis maupun penduduk lokal di berbagai sudut alun-alun. Banyak hal yang dapat dilakukan di Siena seperti melihat pemandangan alun-alun kota dari atas Torre del Mangia. Bangunan itu adalah sebuah menara yang terbuat dari batu bata merah setinggi delapan puluh delapan meter yang terletak di pusat alun-alun kota—bersebelahan dengan Palazzo Pubblico. Perlu menaiki empat ratus anak tangga dan dinding sempit yang pengap untuk mencapai puncak menara. Aku tidak pernah melakukannya sekalipun aku pernah berkunjung ke Siena untuk pekerjaan.

Aku membawa sepedaku mengikuti Matteo di depan sana. Sepanjang jalan gang di antara townhouse tua berwarna merah-coklat bata dan lorong-lorong abad pertengahan yang melengkung, terlihat banyak kedai gelateria, toko barang antik, toko pengrajin, suvenir, juga restoran dan bar yang menyediakan berbagai jenis anggur. Matteo dan Sienna berkata akan mengajakku menikmati gelato terenak di alun-alun setelah makan siang.

Tidak lama, kami sampai di depan sebuah resto & bar dengan bangunan yang tidak jauh berbeda dengan mayoritas kota. Terdapat bangku-bangku kecil dengan meja yang dialasi taplak meja putih dengan payung-payung besar dan kanopi berwarna senada di depan restoran. Di beberapa sisi terdapat tanaman hijau yang menghiasi sisi depan dan pintu masuknya.

Kami masuk melewati pintu yang berbentuk melengkung dan disuguhkan dengan keramaian ruangan pengunjung restoran yang lebih padat. Matteo mengangkat tangan kanannya ke salah seorang staf di balik meja dapur dan hendak menghampirinya, sementara aku dan Sienna mencari tempat duduk.

Kami memilih tempat di luar ketika salah satu dari pengunjung telah menyelesaikan makanannya dan seorang pelayan membersihkannya. Matteo kembali dan duduk di depan antara aku dan Sienna.

Sambil menunggu makanan kami datang, Matteo menarik kursi lebih dekat ke arah kami. “Salah seorang temanku di San Gimignano menghubungiku. Apa kalian ingin datang ke pesta bersamaku? Temanku mengundangku besok malam.”

“Boleh. Kita bisa ke sana setelah dari Diborrato,” sahut Sienna.

“Bagaimana denganmu? Kau ikut Alessandra?”

Aku menaikkan sebelah bahuku. “Tentu saja. Siapa yang tidak suka pesta? Aku cukup liar ketika malam hari Matteo,” ucapku menyeringai.

Matteo dan Sienna tergelak. “Siapkan minumanmu kalau kau ikut,” timpal Matteo.

“Mudah. Bukankah kita bisa mencurinya dari salah satu bar Dante?” ucapku bergurau.

Kami tergelak bersama dan menyuap sesendok pasta tortellini pesanan kami yang telah datang.

Aku menuang wine putih berlabel keluarga Castello dan berkata, “Membuka restoran di sini memang pilihan tepat. Rupanya di sini tidak pernah sepi. Pamanmu membuka cabang di mana lagi, Matt?”

Matteo menyeringai. “Ada di Florence dan juga San Gimignano. Kau benar, kita bisa mampir ke sana saat makan siang. Mencicipi beberapa makanan dan mencuri beberapa minuman untuk ke pesta Fabio malamnya,” ucapnya menyebut nama temannya di San Gimignano yang mengundang kami.

“Tiga hari lalu aku melihat mobil di depan rumahmu. Siapa yang datang ke rumahmu?” di tengah kunyahannya Matteo bertanya. Tatapannya mengarah padaku.

Somewhere Over the Autumn [ON GOING]Where stories live. Discover now