Part 1

3.6K 473 59
                                    


"Demi Allah, Bu Shinta. Bukan Lara yang mencuri jam tangan Non Sesil. Lara berani bersumpah!" Dengan mata sembab Asmaulara Husna kembali mengulangi kata-kata yang rasanya sudah puluhan kali ia ulang sejak dari rumah tadi.

Sesilia Hadinata, anak majikannya menuduhnya mencuri jam. Lara baru saja pulang sekolah dan masuk dari pintu samping, saat Sesil tiba-tiba merebut tas ranselnya. Sesil kemudian membalik tas dan menumpahkan segala isinya ke lantai. Di sana, di antara buku-buku pelajaran dan alat-alat tulisnya yang berserakan, terselip sebuah jam tangan mahal. Jam tangan milik Sesil.

Sesil lantas menuduhnya mencuri jam tangan barunya. Karena Lara tidak bersedia mengakui perbuatan yang memang tidak ia lakukan, Sesil membawanya ke rumah sakit di mana dokter Shinta, ibu Sesil praktek.

Lara mengerti, Sesil ingin mengadukannya pada dokter Shinta. Sesil juga membawa serta ibunya yang selama ini mengasuh Sesil sedari bayi merah. Dengan disopiri oleh sang ayah, yang juga bekerja sebagai supir di keluarga Hadinigrat ini, Sesil memboyong semua keluarganya ke rumah sakit. Dan di rumah sakit inilah sekarang dirinya, Sesil dan ibunya berada. Di Rumah Sakit Jiwa Harapan Kita tempat dokter Shinta praktek.

"Bohong! Kalau bukan lo yang mencurinya, bagaimana mungkin jam itu ada di tas lo? Apa jam gue itu punya kaki? Coba jawab!" Dengan geram Sesil menarik keras kuncir kuda Lara sekuat tenaga. Tak ayal kepala si empunya rambut tertarik keras ke belakang.

"Aduh! Sa--sakit, Non Sesil. Lepasin, Non." Lara meringis kesakitan. Kulit kepalanya serasa tercabut berikut kuncir kudanya.

"Nggak akan gue lepasin, sebelum lo ngaku, pencuri. Hayo ngaku!" Alih-alih melepaskan, Sesil menarik kuncir kuda Lara kian keras.

"Apa yang harus saya akui. Saya benar-benar tidak mencuri jam tangan Non Sesil. Mengenai mengapa jam itu ada di tas saya, saya juga tidak tahu, Non. Sumpah!" Lara tetap menyangkal apa yang memang tidak ia lakukan.

"Kalau kamu memang mencurinya, akui dan kemudian minta maaf, Lara. Jangan ngeyel seperti ini." Bu Ningsih memarahi putrinya. Ia sangat malu pada dokter Shinta karena merasa tidak becus mendidik anak.

"Tidak, Bu. Lara bukannya ngeyel. Lara memang tidak pernah mengambil apapun yang bukan milik Lara. Demi Allah Lara bersumpah!" Lara sangat sedih karena ibunya pun tidak mempercayainya. Selalu seperti ini. Jikalau ia masalah dengan Sesil, ibunya cenderung menyalahkannya, tanpa mau mendengar penjelasannya. Ibunya terlalu takut dipecat oleh keluarga Hadinata

Mendengar Lara terus membela diri, Sesil berdecih. Ia benci sekali kepada anak pengasuhnya ini.

"Kalau tidak, mengapa jam itu ada di dalam tas lo, anak babu?!" sembur Sesil lagi.

"Saya tidak tahu, Non. Lagi pula, logikanya kalau saya mencuri, untuk apa saya menyembunyikannya di tempat yang mudah ditemukan?"

"Pinter ngomong lo, anak babu!" Sesil menarik sekali lagi kuncir kuda Lara.

"Sesil, kamu tidak boleh kurang ajar seperti itu. Mbok Ningsih itu pengasuhmu sedari bayi. Lagi pula Mbok Ningsih itu teman kecil Ibu. Ibu tidak suka kalau kamu bersikap kurang ajar begitu. Minta maaf pada Mbok Ningsih!"

Dokter Shinta berdiri dari kursinya. Sesil memang anak kandungnya. Namun ia tidak suka kalau Sesil menghina Ningsih. Sesil ini memiliki perangai yang kurang baik. Terlahir sebagai anak tunggal, menjadikan Sesil tumpuan segala cinta Hardi, suaminya. Akibatnya Sesil tumbuh menjadi anak yang tinggi hati, egois dan minim empati.

"Sudah, Bu Shinta. Tidak apa-apa. Memang saya yang salah karena tidak becus mengurus anak. Jangan memarahi Non Sesil. Kasihan dia."

Dokter Shinta menghela napas panjang. Tindakan pembenaran Bu Ningsih akan segala kesalahan Sesil seperti inilah yang membuat Sesil besar kepala. Sesil jadi tidak menyadari kesalahannya. Bu Ningsih, teman lamanya sekaligus pengasuh Sesil, terlalu memanjakan Sesil.

Menantang Takdir (Sudah Terbit Ebook)Onde histórias criam vida. Descubra agora