Good Night, Good Dreams

303 20 19
                                    

Writer's Note:
————————
For better reading ambience, please listen to Good Night Good Dreams by Nerd Connection.

▪︎▪︎▪︎

Tak ada yang berubah. Keduanya masih pulang bersama. Duduk bersisian di bangku bus yang sama. Menikmati perjalanan ke arah yang sama. Dan menghabiskan malam bersama di jalan sebelum keduanya berpisah untuk masuk ke rumah masing-masing.

Keeho yang kelelahan tanpa sadar menyandarkan kepalanya ke pundak Theo. Theo sendiri tak keberatan pundaknya dijadikan bantalan bagi Keeho yang lelah. Ia malah tersenyum tipis saat melihat wajah tidur Keeho.

Theo masih menatap lekat wajah tidur Keeho. Ia tak menyangkal ada debaran halus di dadanya kala ia memandang remaja bermarga Yoon itu.

Namun, tak seperti dulu, Theo bisa mengabaikannya. Rasa panik yang muncul bersamaan dengan degup jantungnya yang cepat pun sudah hilang.

Sudah masa lalu, bagi Theo. Dan mungkin juga bagi Keeho. Keduanya sadar, mereka dulu kepalang dimabuk asmara. Terlalu cepat bagi keduanya untuk saling menyatakan cinta.

Namun di tengah-tengah, rasa cinta di antara keduanya memudar. Imbasnya, katan di antara keduanya pun kian lama kian merenggang.

Tak ada orang ketiga atau percekcokan hebat ketika keduanya memutuskan untuk berpisah. Hanya keduanya yang sudah tak kuat mempertahankan hubungan yang telah mereka bangun. Hubungan mereka sudah terlalu hambar bagi keduanya.

Meski begitu, keduanya tak menyangkal. Masih ada sisa rasa yang tertinggal untuk satu sama lain. Theo masih peduli pada Keeho, pun sebaliknya. Namun, sekali lagi, tak ada lagi romansa yang mengikat keduanya.

Hubungan romantis mereka sudah lama berubah menjadi platonis. Dengan status yang tak lagi sama, keduanya sepakat untuk tetap berada di sisi satu sama lain sebagai sepasang sahabat. Bukan lagi sepasang kekasih seperti dulu.

Bagi keduanya, tak ada lagi jalan kembali seperti sediakala. Namun keduanya masih mau menjadi rumah bagi satu sama lain. Jadi tempat untuk pulang dan zona paling nyaman.

Theo merasa halte tujuan mereka sudah dekat. Itu artinya, sebentar lagi keduanya harus turun dari bus. Theo kemudian menepuk pelan pundak Keeho yang masih tertidur.

"Sudah hampir sampai. Ayo bangun" bisik Theo.

Keeho hanya menggeliat tak nyaman. Perlahan kelopak matanya terbuka dan kepalanya yang semula bersandar pada pundak Theo tepat sebelum bus berhenti. Dengan kesadaran yang masih belum terkumpul, Keeho berjalan pelan mengikuti Theo dan turun dari bus.

Keduanya lalu berjalan menyusuri sebuah jalan kecil tempat rumah mereka berada.

"Sepertinya kau kelelahan? Dasar lemah" ejek Theo.

"Siapa yang lemah? Bukan aku" bantah Keeho.

"Kau bilang, tidur hanya untuk orang lemah. Lihat dirimu! Kau tadi tertidur pulas dan sulit dibangunkan" kata Theo.

"Seperti kau tidak pernah mengalaminya" balas Keeho tak mau kalah.

Theo terkekeh. Keeho tak pernah mau terlihat lemah, terutama di hadapannya. Tak ada yang berubah.

"Hei" kata Theo.

"Apa?"

"Malam yang indah, ya?"

"Hentikan basa-basimu, Choi Taeyang. Katakan, ada apa? Kalau kau mau bilang aku tampan, rasanya tak perlu" canda Keeho.

"Narsis sekali? Siapa juga yang mau mengatakan hal konyol seperti itu?" emosi Theo seketika memuncak.

Giliran Keeho yang terkekeh. Theo dan sikapnya yang tsundere. Tak ada yang berubah.

"Sudahlah! Aku mau masuk ke rumah. Selamat malam, Keeho" kata Theo, kemudian bergegas memasuki pagar rumahnya yang sudah dekat.

Baru Theo ingin membuka pagar rumahnya, Keeho menahan lengan Theo. Seolah masih ada hal lain yang tertinggal.

Di sisi lain, Theo terkejut. Sudah lama Keeho tak bersikap seperti ini. Ia tak mau menghitung waktu. Dibanding menghitung waktu yang sudah lampau, Theo lebih penasaran dengan apa yang Keeho mau.

Keeho lalu menarik Theo untuk mendekat. Menatap kedua manik hitam Theo lekat. Seolah menyelami isi hati Theo lewat kedua iris hitam matanya. Sorot mata Keeho yang tajam bertemu dengan sorot mata Theo yang lugu.

Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut keduanya. Sorot mata keduanyalah yang berbicara. Bertukar kata dalam diam sembari menyelami kedalaman hati satu sama lain.

Lama keduanya saling bertatapan. Siapapun yang melihat mereka dapat membaca sorot mata keduanya. Seolah menyiratkan sebuah kalimat.

Aku masih begitu menyayangimu.

"Sudahlah! Aku lelah, Keeho! Selamat malam" kata Theo, kemudian melemparkan seulas senyum pada Keeho sebelum ia masuk ke rumahnya.

Begitu keduanya menginjakkan kaki di kamar masing-masing, keduanya memegang dadanya sendiri. Jantung keduanya kembali berdegup kencang.

Tidak, tidak mungkin. Rasa itu sudah lama hilang, bukan?

Menjelang tidur, Theo mendapat pesan dari Keeho. Hal yang sebenarnya biasa, mengingat keduanya memang sudah sering bertukar pesan sebelum tidur. Isi pesannya pun senada.

Keeho
Selamat malam, Theo. Mimpi indah 😊

Theo tersenyum simpul. Ibu jarinya bergerak lincah mengetik balasan untuk Keeho di atas layar sentuh ponselnya. Menuliskan balasan pesan yang kurang lebih sama.

Theo
Selamat malam juga, Keeho. Mimpi indah 😊

Tak ada jalan kembali bagi keduanya. Hanya ada sekelumit sisa rasa yang masih bersarang di hati keduanya. Dan keduanya tak berniat ingin kembali bersama seperti dulu kala.

Satu yang pasti. Keduanya akan selalu bersama. Keeho akan selalu jadi tempat bagi Theo untuk pulang dan melepas lelahnya. Pun sebaliknya.

▪︎▪︎▪︎

Sori untuk part ini kependekan 😭
Semoga feelnya tetep dapet, ya, meski pendek?

Thankyou untuk yang udah baca. Jangan lupa vote sama comment-nya ya chingudeul :" Tapi aku lebih suka comment sih sebenernya, supaya kita bisa interact :)

TaeHo: Our JournalsWhere stories live. Discover now