Bab 4

7.3K 715 17
                                    

Raina

Jam weker berbunyi membangunkanku dari lelapnya tidur. Aku buang selimut sembarang lalu beranjak ke kamar mandi. Setelah rapih dengan pakaian kerja dan sarapan segera ku kunci Apartement. Aku kemudikan mobilku dengan kecepatan lebih agar segera sampai kantor.

Aku berlari ke dalam kantor dengan tidak sabaran menunggu lift terbuka. Lift terbuka aku masuk dengan gelisah meremas tanganku. Aku berlari lagi menuju tujuanku semula dan ternyata, aku tertahan. Semuanya bukanlah mimpi. Aku berdiri sambil mengatur nafasku yang terengah-engah. Seketika jantungku berhenti berpompa.

Tas yang ada di bahuku ku jatuh begitu saja. Aku menatap meja kerja Bayu, telah kosong. Kakiku lemas, dadaku pun sesak. Aku menghampiri dan menyentuh meja yang sudah bersih tidak ada benda apa pun lagi disana.

Aku tatap kursi itu dengan nanar, kursi dimana Bayu selalu duduk dengan seriusnya ketika bekerja. "Ini bukan mimpikah Bayu, ternyata ini nyata kamu meninggalkanku?" lirihku.

Air mataku jatuh tetes demi tetes menjadi linangan. Aku tidak bisa menahan tangisanku lagi. Aku terduduk lemas di samping mejanya, Aku menangis terisak-isak. Aku membekap mulutku agar tangisannya tak bersuara.

"Ini nyatakah Bayu?" ucapku lagi penuh sesak. "Kamu benar-benar meninggalkanku. Maafkan aku Bayu.." bibirku bergetar.

Untung saja belum ada yang datang ke kantor karena ini masih Pukul 06.30 WIB. Mungkin hanya ada Office Boy yang ada di Lantai bawah. Tidak ada yang melihatku menangis tersedu-sedu. Menangisi kepergian Bayu.

Aku kembali ke mejaku dengan kaki yang seperti jelly. membanting tubuhku yang terasa tak bertulang ke kursi. Mata ku sembab, hidung memerah.

Ku buka media sosial WA ku untuk mengecek pesan dari Bayu, tidak ada satu pun darinya. Ia telah menghapus semua akunnya di media sosial. Bayu pergi tanpa meninggalkan jejak. Aku tersenyum mengejek pada diriku sendiri. Aku bodoh, sangat bodoh aku kehilangan seseorang yang tanpa ku sadari berarti untuk hidupku.

***
Berbulan-bulan ku lewati tanpa semangat lagi hidup. Aku masih bekerja di perusahaan itu. Aku rindu dengan sosoknya, candanya, tawanya dan godaannya. Kadang aku tersenyum sendiri dengan air mata yang jatuh tanpa ku sadari bila mengingat Bayu.

"Rain, mau sampai kapan kamu duduk. ini sudah waktunya jam makan siang. kita cari makan yuk" Mira mengajakku.

"Iya, tunggu sebentar" Ku ambil dompet di dalam tas. Kami berjalan berdampingan.

"Sekarang kamu lebih sering melamun Raina, kenapa?" tanyanya ingin tau. Memang benar semenjak Bayu tidak ada, aku menjadi sering melamun. Aku selalu ingat kepadanya, saat ia lewat didepanku dan duduk di depan mejaku. Itu selalu terbayang.

"Tidak ada apa-apa. Mungkin karena memikirkan kerjaan yang menumpuk saja, Mira" jawabku sambil tersenyum kecil.

Mira menghela nafas, "Tidak terasa ya Bayu berhenti kerja sudah hampir satu tahun. Ah, rindu juga sama Dia. Apalagi kamu ya, Rain?" Aku tidak menjawabnya, hatiku berdenyut nyeri.

"Ya, aku juga sangat merindukannya"

Kami makan siang di Resto Padang dekat kantor. Hari-hariku lalui dengan datar. Walaupun ada beberapa Pria di kantor yang dekat denganku karena tidak ada Bayu. Dulu mereka menyangka jika aku berpacaran dengan Bayu. Jadi mereka menjaga jarak denganku tapi sekarang mereka malah mendekatiku. Aku hanya menganggap rekan kerja saja tidak lebih.

Hatiku masih tertutup, tapi ada ruang kecil di sana. Bayu, nama ruangan itu jadi miliknya. Kini aku akui itu.

***
Aku langkahkan kakiku ke parkiran mobil, angin sore menerpa wajahku dengan lembut. Rambutku yang gelombang terurai bergerak ke arah semilir angin.

Remember You  (KUBACA & INNOVEL)Where stories live. Discover now