004

2.2K 361 2
                                    

"Apa tadi kau makan dengan baik?"

Suara bariton khas menyapa begitu si mata serigala menutup buku pelajarannya. Nada bicara Haruto terdengar menyiratkan kelelahan. Jeongwoo tahu, ia hanya merepotkan Sang Suami.

"Ya.." Jeongwoo memainkan pulpen yang masih berada digenggamanya. "..namun tidak menyenangkan."

"Ada sesuatu yang mengganggumu?"

Jeongwoo terdiam. Haruskah ia mengatakan perihal tadi kepada sang suami termasuk seragam, pembicaraan jaehee dan kue? Apa tidak terlalu berlebihan untuk membahas hal seperti itu lewat telepon?

"Jeongwoo?"

"Park Jeongwoo?"

Si mata serigala tersentak, ia lupa masih berada disambungan telepon dengan Haruto "Ah, iya?"

"Beristirahatlah, besok kau harus sekolah, paham?"

Jeongwoo menghela nafas berat. Meski ia sudah kepalang penasaran tapi dia tidak boleh gegabah dengan mengatakan isi pikirannya, jangan.

"Jaga kesehatan."

Telepon ditutup. Jeongwoo masih terpaku, entah apa yang ada didalam pikirannya sebab semuanya bercampur menjadi satu.

Kemudian, tanpa sengaja mata serigala itu melirik foto pernikahan-nya diatas meja. Ulasan senyum dalam sebuah foto ber-bingkai coklat itu sekarang nampak palsu, meski nyatanya memang begitu.

Jeongwoo menghela nafas lagi. Apa sebenarnya Haruto sedang menghindarinya?

[ SANCTUARY ]


Saat ini, Jeongwoo sedang menikmati makan siangnya seorang diri dibangku kantin. Haruto berkata, ia akan pulang hari ini pukul tujuh malam, Jadi Jeongwoo dapat bersantai sebentar sebelum ia pulang ke mansion nanti.

"Jeongwoo, kami akan pergi ke Bioskop nanti, mau ikut?" Tawar Jaehee dengan sekotak susu ditangan.

Pemuda Iksan itu mendongak kemudian menggeleng, "aku tidak bisa."

"Kenapa? Aku bisa menelpon bundamu kalau mau meminta izin." Tukas Jihan yang juga berada disitu.

Jeongwoo terdiam sebentar, "aku ada hal penting hari ini, mungkin besok atau lain waktu, aku bisa."

Raut kekecewaan muncul dari wajah Jaehee, Jeongwoo tau ada yang salah tetapi ia bungkam sebab kepulangan suaminya setelah satu bulan lebih berada di Jeju, jauh lebih penting untuknya.

Lalu Jaehee memutuskan untuk kembali ke kelasnya bersama Jihan. Jeongwoo menggigit bibir bawahnya, dan meyakinkan diri sendiri bahwa semua yang ia lakukan telah benar.

Jaehee tidak boleh jatuh terlalu dalam dengannya.

"Apa yang dilakukan gadis ular itu?" Tanya Wonyoung sambil meletakkan nampan makan siang didepan Jeongwoo.

"Kau harusnya dapat menebak itu."

Baru satu suapan ketika Wonyoung terdiam sebentar kemudian tertawa, "dia masih mengejarmu ya."

Jeongwoo dan Wonyoung itu sahabat kecil dengan Jaehee diantaranya. Mereka bersekolah diyayasan yang sama sejak taman kanak-kanak, sebab itu meski tak akrab saat SMA, mereka saling mengenal dengan baik.

Jaehee sendiri terhitung sudah tiga kali menyatakan cintanya kepada Jeongwoo sejak bangku sekolah menengah namun Jeongwoo bungkam. Ia tidak bisa menganggap Jaehee maupun Wonyoung lebih dari seorang sahabat.

Puncaknya, saat masuk ke SMA dan berada dikelas yang sama, Jaehee gencar mendekati Jeongwoo lagi hingga saat ini.

"Ku dengar besok mertuamu akan mengundang koleganya untuk makan malam bersama, ya?" Wonyoung sedikit berbisik saat bertanya, takut takut ada telinga nakal yang sengaja menguping percakapan sensitifnya dengan Jeongwoo.

Anggukan diberikan Jeongwoo sebagai jawaban, "Haruto pulang dari Jeju."

"Jeongwoo."

"Hm?"

"Apa kau bahagia?"



[ SANCTUARY ]




Jeongwoo menatap pantulan wajahnya dicermin. Cahayanya meredup, tak seceria dahulu pun tak selayu harapan semu.

Ia menerka dalam hati, sebenarnya kemana ia harus melangkah lagi?

Apa yang harus ia lakukan setelahnya? Dapatkah ia berhenti sejenak untuk beristirahat? Sungguh, Jeongwoo merasa kesusahan dengan beban yang menumpuk dibahunya.

"Sampai kapan?" Gumamnya tanpa sadar.

Jeongwoo lelah, untuk menangispun rasanya tak mampu. Ini bukan area yang dapat dijangkau oleh anak sekolahan seperti dirinya, Jeongwoo kepayahan.

Dua ketukan samar membuyarkan atensinya. Jeongwoo menoleh, dan menemukan Haruto tersenyum tipis didepan pintu kamar yang setengah terbuka.

"Harusnya kau memanggilku." Tukas Jeongwoo sambil melonggarkan dasi sang suami.

Haruto mengusak rambut berantakan Jeongwoo, "sudah, sedari tadi."

Yang lebih muda terdiam.

"Maaf aku tidak mendengarnya tadi, aku baru saja mandi." Tuturnya perlahan.

Sang kepala keluarga mengangguk, "tidak masalah, aku mengerti."

Setelahnya, Haruto melangkah menuju kamar Hyunsuk dengan membawa baju ganti miliknya sekaligus melepas penat setelah perjalanan panjang siang tadi.

Baru hendak masuk ke toilet, ponselnya berbunyi. Haruto menghela nafas berat sambil tetap mengangkat panggilan itu, "Halo?"

"Aku membawa kue ke Mansion, kau sudah mencobanya? Bagaimana rasanya? Aku membuatnya sendiri!"

Pemuda bermarga Watanabe itu menjauhkan ponsel dari telinganya untuk melihat nama yang tertera disana.

Baek Jiheon.

Jadi, mereka sudah bertemu?

"Kau ... Siapa yang menerima kue nya?"

"Maid-mu. Tapi sebelum pulang, aku melihat seorang pemuda turun dari tangga, sepupumu?"

Haruto tidak bodoh, ia tahu akhir-akhir ini Jeongwoo sering melamun dan mengabaikan banyak hal. Apa semua ini yang menyebabkan Jeongwoo tidak fokus selama beberapa hari belakangan?

Ia harus membicarakannya dengan Jeongwoo, namun Haruto terlalu kaku untuk memulai.

"Saya akan hubungi lagi nanti. Terima kasih atas kue-nya."

Haruto harus segera menyelesaikannya.

To Be Continue...

SANCTUARY | HAJEONGWOOWhere stories live. Discover now