Di kamarnya yang hening dan bermandikan cahaya matahari, Wu Xie terjaga. Dia melihat sekeliling dan menyadari bahwa ia berada di pondok peristirahatan milik Zhang Qiling. Betapa segar dan indah segala sesuatu tampak di sini. Dia menatap ke arah jendela, pada pucuk pepohonan yang bergoyang di luar sana. Dia memikirkan berapa banyak waktu yang dihabiskan Zhang Qiling di sini sendirian, melewati cuaca baik dan buruk, dan tentang apa yang dipikirkannya saat seperti itu.

Kekosongan yang aneh telah mendorongnya untuk bekerja keras dalam upaya mengelola bisnis keluarga, menyelimuti dirinya sepanjang waktu, terlebih saat ia terbangun dari tidur siang atau malam hari, dan untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun, perasaan itu hilang. Takdir mengetahui apa yang dia butuhkan dan itu telah membimbingnya ke tempat ini, di mana perjumpaan seindah mimpi ini terjadi. Wu Xie tersenyum sendiri, kemudian bangun dan duduk menatap cahaya matahari.

"Xiao ge," ia memanggil, menduga bahwa Zhang Qiling mungkin berada di ruangan tengah.

"Xiao ge .... "

Berjalan menuju pintu, ia membuka dan menyembulkan kepala. Dia tidak menemukan Zhang Qiling dalam kamar, juga tidak di ruangan lain. Akan tetapi aroma sedap dari meja makan menunjukkan kehadiran pria itu sebelumnya di sini.

Wu Xie melihat secangkir kopi panas dan menu lain, tiba-tiba merasa lapar. Bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan diri, ia berharap Zhang Qiling segera kembali—kalau-kalau dia pergi ke suatu tempat—atau kalau tidak, ia akan sarapan sendirian. Tapi itu sama sekali tidak asyik, ralatnya kemudian. Dia sudah terlalu lama sarapan sendirian, sesekali ditemani Pangzi, dan meskipun si gendut melontarkan lelucon yang berbeda-beda setiap hari, ada tekanan dalam senyum dan tawanya sendiri. Dia tahu bahwa senyum dan tawanya palsu, bahwa ia tidak benar-benar merasa bahagia dengan segala yang ia miliki. Saat ini, memikirkan akan terus melewati setiap momen bersama Zhang Qiling, mengirimkan rasa hangat ke dalam hatinya.

Lima belas menit kemudian, dia duduk santai di kursi meja makan ketika akhirnya ia mendengar langkah kaki berderak di teras kayu dan suara pintu depan terbuka. Sosok tinggi tampan itu berjalan anggun menghampirinya dengan senyum tipis dan manis.
"Hai, kau sudah bangun." Kilau matanya nampak sedikit terkejut. Dia datang mendekat, mengelus kepala Wu Xie, dan mengejutkannya dengan mencium pipinya lembut.

"Kejutan," komentar Wu Xie, tersenyum. Perasaannya terasa lebih baru sekarang, bukan hanya kenangan lagi. "Sepagi ini, ke mana kau pergi?"

Zhang Qiling menarik kursi, duduk di depan Wu Xie, menghadapi kopinya yang hampir dingin.

"Aku menyiapkan hal lain untukmu," jawabnya misterius.

"Rupanya kau sibuk. Bahkan tidak ada selamat pagi untukku."

Zhang Qiling tertawa kecil, memandang Wu Xie lekat-lekat sementara tangannya bergerak mengambil cangkir.

"Sepertinya aku masih harus belajar membiasakan diri hidup bersama orang lain. Kesendirian yang terlalu lama membuat sikap seseorang menjadi kaku."

"Bahkan padaku?"

"Sebenarnya aku hanya sedikit gugup dan terlalu antusias."

Mereka memulai sarapannya. Wu Xie menggigit tepi sandwich, melirik Zhang Qiling sekilas dan tersenyum.

"Di mana kejutannya?" tanya Wu Xie.

Zhang Qiling berhenti menguyah, menatap Wu Xie lagi.

"Kau bilang menyiapkan sesuatu," Wu Xie menambahkan.

"Ah ya, aku akan membawamu ke suatu tempat. Terlebih di bawah langit jernih dan matahari yang hangat."

"Seberapa jauh?" Wu Xie meneguk kopinya sedikit sebelum melanjutkan makan.

𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Where stories live. Discover now