"Baiklah. Aku pasti bicara denganmu setelah tenang."

Itu hanya alasan sederhana agar ia bisa segera menutup sambungan telepon yang jelas tidak cukup penting saat ini.

"Relakan Wu Xie," Liu Sang masih bertahan di ujung sana.

"Kau akan makin tidak bahagia jika tetap bersamanya, sama seperti dia yang akan menderita jika terus bersamamu."

Astaga, kata siapa? Zhang Qiling semakin merasa buruk dengan segala provokasi sialan itu.

"Kita akan bicara lagi nanti."

Dia menutup telepon tanpa menunggu respon Liu Sang. Kemudian ia kembali pada keheningan senja dengan siulan angin dan burung layang-layang di kejauhan. Setidaknya, dia tidak sendirian. Ada bunga, kumbang, burung dan rerumputan.

Sejujurnya, dia memang tidak ingin sendirian. Bahkan ia ingin berbaur dengan keramaian agar ia bisa mengusir kesepian yang aneh dalam hatinya serta rasa sakit yang dingin akibat kecewa. Sepertinya, ia harus menghilang malam ini dan melepaskan semua beban pikiran.

Dia menatap hadiah mahal di tangannya, terasa menyakitkan kala teringat kembali bagaimana ia memilih dan mencarinya hanya demi menyenangkan hati Wu Xie. Tetapi, ia bahkan tidak memiliki keberanian lagi untuk memberikannya. Dia takut, kebohongan yang lain akan menghancurkan sedikit yang tersisa.

💜💜💜

Beberapa malam berikutnya, Wu Xie yang merasa bersalah mengumpulkan keberanian untuk mendatangi bar milik Zhang Qiling. Ini malam ketiga entah keempat kalinya dan ia selalu tidak bisa menemukan seseorang yang ia cari. Setidaknya masih ada waktu dua belas hari lagi sebelum ia berangkat kembali ke Amerika. Dia harus bisa menemui pria itu untuk menjelaskan beberapa hal.

"Apa aku bisa menemui Xiao ge?" Dengan terpaksa, lagi-lagi Wu Xie bertanya hal yang sama pada Liu Sang di belakang meja bar.

"Aku khawatir kau tak bisa," pemuda berkacamata menjawab dengan gaya acuh tak acuh seperti biasa. Dia melirik penuh kepuasan pada Wu Xie yang duduk lesu di meja bar.

"Kau tidak mencoba meneleponnya?" Ia iseng bertanya

"Dia tidak mau menjawab telepon dariku," sahut Wu Xie muram.

"Itu tidak terdengar bagus." Liu Sang menyembunyikan seringainya namun tidak berhasil.

Wu Xie mengangkat bahu, mengamati lokasi kursi di sudut yang paling gelap dan mabuk di ujung sana. Dia terlalu angkuh untuk duduk diam di depan Liu Sang dan membiarkan dirinya jadi objek olok-olok pemuda usil itu.

"Berikan anggurnya," ia berkata pada Liu Sang.

"Duduk menyendiri lagi?" Pemuda itu bertanya mengejek.

"Kenapa harus sendirian saat aku ada di sini dan kesepian," satu suara tenang dan kuat berderum dari sisi lain.

"Ah kau rupanya," Liu Sang melayangkan tatapan rumit mengetahui siapa yang datang bergabung. Pak tua itu sama usilnya dengan dirinya dan ia merasa akan selalu ada kejutan jika Zhang Rishan datang.

"Aku bisa menemanimu menggantikan Xiao ge," pria berjas abu itu menoleh pada Wu Xie dan memberikan anggukan santai.

Wu Xie tersenyum hambar, mengambil sebotol anggur yang disajikan Liu Sang dengan gelas kristalnya. "Tidak, terima kasih. Aku ingin sendiri."

𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Where stories live. Discover now