found her

109 8 0
                                    

Langit mulai temaram. Cahaya kemerahannya sebagian masuk melalui celah-celah gorden jendela, menciptakan bayang-bayang daun yang memenuhi dinding ruang bermain.

Asher menumpukan sebelah tangannya ke dagu, matanya terlihat lelah mengamati adik perempuannya yang sedang memainkan boneka jerapah dan ayam. Dia hanya duduk seharian, tapi lelahnya luar biasa. Mengikuti semua permainan yang dimainkan adiknya, bahkan dia dipaksa berperan menjadi ibu hamil yang akan melahirkan. Bayangkan, cowok dingin bersuara datar itu disuruh mengejan.

:)

Asher tidak menyangka kalau gadis kecil ini bisa membuatnya begitu kerepotan, tetapi anehnya dia sama sekali tidak merasa keberatan.

Seminggu yang lalu, dia menemukan anak ini. Diatas beberapa gundukan sampah di sebuah pembuangan sampah terakhir di suatu kota Barat. Arkio kecil itu sedang mengais dengan harpun mininya, membalikkan kaleng-kaleng bekas dan melihat apa yang ada dibaliknya. Barangkali ada barang yang bisa dimakan atau sekedar dijual.

Saat itu Asher tengah-tengah duduk diatap sebuah rumah pelelangan. Tenaganya seolah terkuras habis setelah menempuh perjalanan bayangan dari rumahnya di Jilin, China. Jika saja neneknya tidak bilang kangen, maka tidak sudi dia melakukan perjalanan bayangan sejauh itu.

Asher hanya menatap ke sekitar tanpa ada rasa minat. Mengigit amborsia dalam potongan kecil-kecil untuk memulihkan tenaganya. Tetapi ketika matanya terpaku pada anak berambut hitam sepunggung itu, dahinya mengerut. Anak itu auranya pekat sekali. Sangat pekat ketimbang manusia pada umumnya, bahkan dirinya yang notabene anak dari dunia bawah.

"Ada yang tidak beres."

Dia lantas loncat dari atap. Berjalan santai dengan tangan kirinya yang dia masukkan ke saku celana jeansnya. Pandangannya menyapu ke sekitar, ada beberapa lansia yang juga tengah mengais sampah. Tapi mereka seolah menganggap anak sekecil ini mengais sampah adalah hal yang wajar.

"Cari apa ?" tanya Asher.

Anak itu sepertinya tidak kaget. Dia menghentikan gerakan tangannya dan menoleh ke sumber suara.

"Mencari makanan,"

"Di gundukan sampah ?"

Anak itu mengangguk-angguk lalu mengambil sebungkus roti basi dari dalam kantong plastik yang kotor tanah.

"Terkadang ada yang bisa dimakan,"

"Tapi 'kan itu sudah basi,"

"Yang penting bisa makan. Basi pun tidak apa. Yang penting hari ini makan,"

Asher terdiam. Dia tidak tahu bagaimana harus membantah perkataan anak sekecil ini. Nada bicaranya itu tegas sekaligus masa bodoh.

Sepertinya penghuni di pemukiman kumuh disini adalah 'Yang penting hari ini makan. Apa saja. Soal besok makan apa dipikir besok. Yang penting hari ini hidup,'

Kira-kira seperti itu.

"Jangan dimakan."

Larang Asher ketika hampir saja roti berjamur itu masuk ke mulut mungil anak tadi.

"Kenapa ?"

"Ini. Makan ini saja," Asher melemparkan sebuah buncis berukuran sedang dan dengan mudah ditangkap oleh tangan kecilnya.

"Apa ini ?" Anak tadi memutar-mutar sayuran itu.

"Buncis. Tapi kata kakek-kakek menyebalkan, rasanya bisa berubah menjadi makanan apa saja yang sedang kau inginkan,"

Mata gadis kecil itu berbinar-binar, "Benarkah ?"

Asher mengangguk.

"Kalau begitu. Kio ingin makaaaan...., apa yaaa ? Aha ! Makan cokelat !"

Daughter of HadesWhere stories live. Discover now