prolog ?

232 14 0
                                    

Udara mengalir lambat dan awan-awan pekat masih menggantung di langit-langit dunia bawah bagian selatan. Bau belerang sesekali melewati indera penciuman seorang pria yang berdiri waspada di dekat sebuah pohon besar yang berwarna keabuan.

Dia melihat sekeliling, memastikan tidak ada bahaya yang mendekat. Sebab, sejauh 10 kilometer dari sini, makhluk-makhluk yang belum selesai menebus dosanya berkeliaran tidak tentu arah. Mereka sudah tidak punya akal dan pikiran seperti saat masih hidup. Jadi, mereka hanya berjalan kesana kemari dengan rintihan pilu yang keluar dari bibir mereka yang robek-robek.

"Paman ! Paman coba lihat ini !" Seorang gadis kecil berambut hitam legam berlari kecil kearahnya. Senyum sumringah terpampang jelas diwajahnya tatkala dia menunjukan seekor capung yang mempunyai sayap buntung sebelah itu kepadanya.

"Lihat aku dapat apa ??"

"Itu, capung nona. Capung zombie," jelas pria itu dengan sopan. Dia bahkan menyebutkan jenisnya, kalau diingat-ingat dia mencabut nyawa makhluk itu karena mati tertabrak helm milik seorang kurir. Tak lupa juga senyum hormat dia sisipkan disela-sela perkataanya.

"Aku melihatnya dibalik semak-semak itu. Dia mau dimakan tikus tahu, tapi aku langsung merebutnya. Kasihan sekali kalau sampai dimakan huhuhu," ucap anak kecil itu seraya mengusap-usap kepala capung dengan tangan mungilnya.

Krek !

"Yah, mati."

Arkio cemberut. Capung yang baru didapatkannya mendadak tidak bergerak karena tangannya tidak sengaja menekan leher hewan itu sedikit keras.

"Hiks, capungnya jadi jelek paman," anak itu hampir menangis. Matanya mulai memerah dan berair sembari menunjuk kepala capung itu yang terpisah dari badannya.

Gawat.

Paman bertato sangar yang memenuhi lengan kanannya itu seketika panik. Nona ini tidak boleh sampai menangis. Kalau sampai menangis, jurang Tartarus telah siap menunggunya. Dan tentu saja dia tidak mau itu terjadi.

"Cup cup cup. Nona tidak boleh menangis ya ? Nanti kalau nona menangis paman akan dimakan makhluk yang paling buas didunia. Nona mau paman dicabik-cabik ?" tanya pria itu dengan nada memohon.

Arkio menggeleng pelan, bibirnya mengerucut menahan tangis.

"Nah makannya jangan menangis," dia mengusap puncak kepala Arkio dengan sayang. Untung saja nona mudanya itu gampang dibujuk dan sangat berbeda dengan kakak-kakaknya yang keras kepala.

Arkio mengusap air matanya dengan tangan kirinya yang bebas. "Tapi, makhluk apa yang bisa memakan paman ? Paman kan kuat," tanyanya. Seingatnya dia dulu pernah melihat Thanatos membanting gunung karena kesal telah kalah pada turnamen lari jarak jauh mengitari dunia manusia pada musim panas tahun lalu.

"Ada... Pokoknya ada,"

"Makhluk apa itu ?" Arkio masih penasaran.

"Ada disekitar sini," Thanatos melirik ke sekitar.

"Mana ?" kepalanya celingak celinguk mencari sebuah hewan yang kelihatannya lebih menyeramkan ketimbang para bibi Euriale. Tetapi disekitar sana hanya ada hutan tandus dan savanah yang gosong dibeberapa bagian. Tidak ada hewan yang menyeramkan sama sekali, bahkan empousa yang sering lewat juga tidak menampakan batang hidungnya.

Thanatos berjengit saat ulu hatinya merasakan aura seseorang yang mendekat. Aura itu begitu pekat dan menyesakkan dada. Dia mundur dua langkah ke belakang dan lekas berdiri tegap.

"Dia datang, Nona," ucap Thanatos sembari tersenyum simpul.

Arkio masih menolehkan kepalanya ke sepenjuru arah lantas terlonjak saat entitas bayangan seorang lelaki mulai memadat didepan tempatnya berdiri.

Daughter of HadesHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin