Mie soto, spesial.

114 21 5
                                    

Matahari belum berani menampilkan eksistensinya saat Raiya sudah siap dengan setelan kemeja simplenya. Menenteng tas berukuran cukup besar penuh dengan alat perangnya untuk hari ini.

Lea masih setia memejamkan mata saat gadis dengan ikatan kuncir kuda itu mengajaknya pergi kerja bersama. Akan ada banyak kegiatan penting hari ini. Tiga list kegiatan milik Raiya sudah tercoret tinta hitam, pertama untuk bangun jam empat pagi yang disusul menyelesaikan proposal properti tambahan dan terakhir memasak sarapan juga bekal hari ini.

Raiya mengembuskan napas setelah sudah berada di depan kemudinya, membenarkan ikatan rambut dan menancapkan gas menuju lokasi untuk Surabaya Fest.

'Get yourself together, today will be a long day.'

***

Pukul sepuluh tepat, gadis dengan setelan kemeja semi-formal itu duduk rapi di ruang rapat, menunggu beberapa atasan lainnya untuk datang dan segera memulai rapat.

Agenda rapat kali ini akan membahas segala keperluan tambahan, kata salah satu senior Raiya yang juga mendampingi, rapat kali ini tak akan berjalan kaku dan panjang seperti biasanya. Meski begitu, degup jantung Raiya tetap saja berdetak cepat. Kali ini hanya dia perwakilan dari panitia acara Surabaya Fest, senior yang kerap ia panggil Mbak Rana hanya mengantar nya saja tadi.

Rapat pagi itu telah berjalan cukup lama, lima belas menit di awal tadi masih berjalan aman. Raiya sedikit lebih tenang, setidaknya ia sudah bisa memasang senyum tipisnya. Sayang, senyum itu lenyap saat salah satu atasan menyela penjelasan yang cukup merusak paham Raiya bahwa rapat ini akan berjalan lebih santai.

"Maaf menyela Raiya, saya tadi malam dikabari oleh salah satu panitia dari seksi dokumentasi dan bendahara. Kalau dilihat dari laporan kamu, dua seksi ini punya biaya pengeluaran yang berbeda dari apa yang saya dapat malam tadi. Untuk dokumentasi, saya dapat kabar ada tambahan biaya untuk pemotretan dan shoot cinematography nya yang berhubungan juga sama bendahara. Tapi, di laporan kamu malah nggak ada ya. Biaya tambahannya berbeda banyak lagi." Sejak saat itu Raiya sudah mau melenyapkan diri saja.

Raiya pun menjelaskan apa yang ia sudah peroleh sejak hari-hari lalu, bahwa ia sudah memberitahu tiap-tiap seksi untuk segera melaporkan jika ada penambahan biaya. Raiya baru saja menyelesaikan penjelasannya, salah satu atasan menyampaikan.

"Kamu ini bagaimana, udah tau jadi koor humas dan lapangan tapi perkara kecil yang jadi gede gini aja nggak becus. Kalian komunikasi atau tidak? Raiya, ini kesempatan pertama kali kamu dan bagus sekali. Kalaupun kamu tidak sanggup, saya bisa maklumi untuk berdiskusi lagi perihal hal ini dengan yang lain. Mumpung masih di awal."

Meledak sudah.

Rahang Raiya mengeras, ia merasa diragukan disini. Memang ini tahun pertama Raiya memegang tanggung jawab yang cukup besar, namun bukan berarti kapasitas Raiya selama ini dapat dipertanyakan bukan?

Pukul sebelas lewat lima menit, Raiya sudah duduk kembali di depan setir mobilnya. Masih dengan rahang yang mengatup, tatapan rajam Raiya perlahan melemah, menjatuhkan kepala di setir mobilnya.

Kini ia mulai mempertanyakan kapasitas dirinya selama ini, padahal baru saja ia meyakinkan diri bahwa ia bisa. Ia yakin pasti bisa mengemban ini semua.

Beberapa saat ia diam, membiarkan suara-suara di kepalanya bersuka cita meraung mempertanyakan diri dan berakhir ia mengembuskan napas yang dalam.

Raiya tak bisa diam begini, ia harus kembali. Masih banyak yang harus dikerjakan. Tak tunggu lama, ia menancapkan gas menuju lokasi Surabaya Fest.

Sesampainya disana, ia bertemu dengan Lea dan berbincang banyak hal. Ia memutuskan mengambil waktu sejenak setelah makan siang untuk mengobrol ringan dengan beberapa divisi perihal penambahan biaya ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 23, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Raiya.Where stories live. Discover now