10.20

7 2 0
                                    


"ANDIKA!" Dika tersentak kaget saat mendengar teriakan ibunya. Namun yang ia pandangi pertama kali bukan ibunya, melainkan ponsel yang ada disampingnya. Ia mengantuk saat sibuk mengerjalan laprak dan berakhir tertidur di atas meja belajarnya.

"Sial! 10 panggilan, udah jam sepuluh?!" Dika langsung berdiri, lalu buru buru mengambil jaket kulit dan jas hujan untuk Kala. Walaupun gadis itu menyukai hujan, tapi Dika tak suka jika wanitanya terkena air hujan.

"Dika, katanya mau jemput Kala?" Tanya ibunya.

"Iya ini, tadi ketiduran."

"Ya udah sana, cepet!" Dika berlari menuruni tangga, mengambil kunci motor di rak kayu yang ada di bawah tangga.

Sepanjang berjalan menuju garasi, Dika menelpon Kala, tapi hasilnya nihil. Ia merasa risau, khawatir, dan pastinya sangat tidak tenang.

Dipasangnya helm miliknya, lalu memasukkan ponsel ke saku jaket.

Melaju dengan kecepatan 80 km/jam walau jalanan licin akibat hujan deras mengguyur ibukota. Perasaan khawatir dalam diri Dika seolah menggerogoti tubuhnya. Bahkan lampu yang berubah menjadi merah ia terobos karena takut hal yang tidak ia inginkan terjadi.

Dika tak masalah jika tiba tiba Kala mengabarkan bahwa gadis itu telah tiba di rumah saat ia tiba di lokasi penjemputan. Tapi masalahnya, Kala tidak mengabarinya sama sekali.

Sesampainya di depan warung tempat ia harusnya menjemput Kala, Dika mematikan mesin motornya, turun dari kendaraan berwarna hitam legam itu lalu berdiri di bawah atap yang tak lagi bisa dijadikan tempat berteduh.

"Masa belum selesai?" Tanyanya, menatap sekeliling. Tidak ada yang ia dapat, hanya pohon pohon dan lampu jalanan, dan air hujan pastinya.

Dika mencoba untuk menelfon Kala lagi, tapi ponselnya mati.

Lalu laki laki itu menekan kontak lain, yaitu sahabat Kala, Naila.

"Halo, Nai?"

"Udah selesai? Kok Kala gak bisa gue hubungi, ya?"

"Oh, udah kelar dari satu jam yang lalu?"

'Iya, Dika, kata Kala dia mau nungguin lo di warung, padahal gue udah nawarin buat pulang bareng.'

Lalu mata Dika menangkap sesuatu saat pantulan lampu jalanan mengenai aspal yang dibasahi air hujan namun tercampur cairan berwarna merah.

'Apa dia pulang naik taxi? Mungkin gitu.'

Dan suara sirine yang semakin mendekat membuat Dika menjauhkan ponsel dari telinganya, menutup sambungan telepon begitu saja.

Ia mencoba untuk menepis pikiran yang semakin aneh. Kaki jenjangnya melangkah, menemui rintikan hujan yang kini membasahi seluruh tubuhnya.

Helm yang tadi menutupi wajah kini ia lepas, menatap aspal yang dipenuhi noda berwarna merah. Air hujan tidak membuat warna itu memudar, tapi malah membuat warna itu berkumpul dan semakin pekat.

Tak lama, mobil polisi berhenti tepat di depan kendaraannya terparkir.

"Saya di lokasi kejadian, korban bernama Niskala sanjana."

Lutut Dika melemas, jatuh di atas noda noda darah yang tak lepas dari pandangannya. Helm yang ia pegang terlepas, ikut dibasahi air hujan.

"Selamat malam, pak? Saya dari pihak kepolisian ingin bertanya." Dika hanya diam, ia masih bingung dengan apa yang terjadi saat ini.

"Apakah anda melihat kecelakaan yang terjadi sekitar pukul 10 tadi?" Dika masih diam.

"Siapa nama korbannya?" Dan membuka suara.

"Niskala Sanjana, meninggal di tempat." Ia tidak siap, Dika tidak pernah siap jika harus mendengar nama itu diucapkan sebagai korban kecelakaan karena kelalaian dirinya.

"Ya Tuhan, Kala.." Lalu suaranya bergetar, menangis dengan hebat, bahkan suara gemuruh dan air hujan tak mampu menutupi betapa hancurnya Dika malam itu.

Kedua tangannya menyentuh aspal, tempat dimana Kala tergeletak lemah mengeluarkan banyak darah akibat benturan hebat yang terjadi.

"Kala, maafin aku..." Nafasnya tersengal, suara isakan tangis yang kian mengeras itu membuat suasana menjadi pilu. Bahkan langit malam itu tahu, bahwa ia sedang tidak baik baik saja.

•••

Kala's diary

Andika, kamu harus tau kalau kamu seberharga itu. Jangan nyalahin diri sendiri lagi, ya? Nanti kalau banyak waktu senggang, kita ke pantai lagi buat cerita banyak hal.

I love you, Andika Abimanyu.

30 Januari 2022.

30 Januari 2022

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dikala hujan berceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang