"(Y/N)."

"L-Lakukan saja seperti biasanya, Mu--"

"Menurutmu kenapa aku di sini malam ini?" Potong Muzan, berdesis ke telinga perempuan itu, membuat wajah pucatnya merona. "Ketahuilah, aku tidak pernah menganggap kamu sebagai bawahan, budak, ataupun teman."

(Y/N) terguncang seketika, menarik diri, wajahnya terlihat kecewa berat. "Apa?"

"Tapi, aku memiliki perasaan yang lebih dari semua itu."

Pengakuan Muzan sukses membuat (Y/N) terbungkam seketika. Jantungnya berdegup kencang, suhu tubuhnya meningkat pesat. (Y/N) mengangguk, namun kedua matanya tidak mampu membalas tatapan atasannya itu.

"Muzan-sama sedang bercanda, kan?"

Muzan terkekeh cerah, meski begitu kesinisannya tidak ketinggalan. Kemudian dia kembali menarik perempuan itu ke dalam pelukannya, kali ini lebih erat dari yang sebelumnya.

"Maka dari itu, bersabarlah." Kata Muzan. "Setelah semuanya selesai, kita bisa hidup bersama selamanya. Pergi keluar, lihat kembang api, semua hal yang kamu mau."

Tersentuh dengan kata-katanya, (Y/N) mengangguk kecil, melingkarkan kedua tangannya di leher sang tuan, membiarkan pria itu mengecupnya.

Muzan melakukan apa pun kepada tubuhnya dengan sesuka hati, perempuan itu tetap bungkam seraya berpikir; (Y/N) memikirkan tentang Rei, istri Muzan.

"Dia mencintaimu." (Y/N) berbisik lemah.

Muzan menyelesaikan kegiatannya dengan cepat, lalu kembali berbaring di sisi perempuan itu, merengkuhnya. Matanya yang berkilat menatap lekat sosok itu dengan penuh kesungguhan.

"Aku tidak peduli tentangnya." Pria itu mendecak. "Aku hanya peduli kepadamu."

"Tapi--"

"Sebentar lagi saja, (Y/N)." Muzan masih mendesak. "Biarkan aku menyelesaikan semua ini dengan cepat, dan aku akan kembali kepadamu. Aku mencintaimu, (Y/N)."

"Aku juga mencintaimu, Muzan-sama.."

***

Sudah berminggu-minggu terlewati. Setelah bercinta dan meluapkan perasaan pada satu sama lain, Muzan langsung beranjak pergi malam itu.

Karena tidak bisa keluar, juga karena tidak ada makanan, kondisi (Y/N) mulai melemah. Biasanya Muzan akan datang beberapa hari sekali untuk memberinya makan dengan darahnya; (Y/N) tidak mau makan manusia.

Berusaha mengendalikan diri dari rasa sakitnya, akhirnya lututnya goyah. Ketika tubuhnya terhuyung ke belakang, (Y/N) tahu itu adalah saat dirinya telah berakhir.

(Y/N) terpejam, tidak ada apa pun selain kegelapan di sekelilingnya. Suara derap kaki yang ramai menyerbu mendekat, diiringi bisik-bisik samar. Manusia.

Sebelum (Y/N) dapat memahami situasi, seseorang merenggut kedua tangannya, mengikatnya. Lalu ada sesosok pria samar-samar-- rumah ini terlalu gelap sehingga dirinya tidak bisa menangkap wujud sosok itu dengan jelas, tetapi (Y/N) yakin dia salah seorang anggota pemburu iblis-- menindih tubuhnya.

Selagi pria itu mencoba untuk mengatakan sesuatu, (Y/N) menitikkan air matanya sebelum kesadarannya terjatuh ke dalam ruang hampa.

Muzan-sama, sekarang aku mengerti. Kita sudah kalah-- Dia membatin.

Sebelum semuanya benar-benar berakhir, (Y/N) bisa mendengar sebuah suara memanggil namanya. Suara Muzan.

"Aku mencintaimu di kehidupan ini dan setelahnya, dan jika kehidupan berikutnya tidak mau menerima kita, aku akan tetap mencintaimu setelahnya, dan setelahnya lagi sampai kematian itu sendiri menyerah terhadap kita."

(Y/N) membuka mata, melihat sosok itu tengah berdiri di tengah-tengah pusaran kabut tebal yang sedang bergerak ke arahnya. Kemudian, benda itu ikut menelannya.

***

Seratus tahun-- tidak. Dua ratus tahun kemudian. Tahun 2112, Tokyo.

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, (Y/N) langsung beranjak pergi ke butik langganan keluarganya untuk membeli Yukata karena besok lusa dia akan pergi ke festival musim panas bersama teman-teman sekolahnya.

Selagi gadis itu menikmati jalan-jalan sorenya, hujan mendadak turun. Karena tidak membawa payung, dan karena dia tidak menduga hari ini akan turun hujan, (Y/N) segera mencari mini market terdekat untuk membeli payung.

"(Y/N)." Seorang pria yang sedang berteduh di teras mini market, menyapa selagi gadis itu membuka pintu, hendak masuk. Suaranya tidak asing, tapi (Y/N) yakin tidak ingat pernah mengenal siapa pun dari daerah ini. 

Lehernya berputar tajam, bergerak untuk menemui sosok di sebelahnya. Wajah pria itu familier, wajah yang dia merasa sangat kenali dengan baik, tapi di waktu bersamaan juga terasa sangat asing.

Tampangnya memang di atas rata-rata. Kulitnya pucat, dan badannya agak ramping. Dia juga masih muda, mungkin lima sampai enam tahun lebih tua darinya. Tapi (Y/N) tetap saja tidak ingat pernah kenal dengan pria ini sebelumnya, jadi dengan dingin dia berpaling mengabaikannya dan melangkah masuk.

***

"Kamu terlihat lesu." Sahut Susamaru, menepuk pundaknya. "Baik-baik saja, kan?"

(Y/N) yang terlalu larut dalam pikirannya tentang kejadian beberapa hari lalu, terbangun dan menggeleng. "A-Aku baik-baik saja, kok! Aku hanya agak lelah."

"Kalau begitu kamu duduk saja dulu di sini," Kata Daki seraya mendudukkannya ke salah satu bangku taman. "Aku dan Susamaru akan pergi beli air mineral untukmu!"

"Ta-Tapi kembang apinya--"

"Tenang saja! Kita akan kembali secepat mungkin!"

Deg-- (Y/N) merasa pernah mendengar kata-kata seperti itu sebelumnya, entah di mana dan kapan. Hatinya mendadak terasa sesak, seperti ada sebuah belati yang menikamnya.

Dia terus menunggu kedatangan temannya dengan perasaan resah. Sudah nyaris sepuluh menit, yang berarti dalam dua menit mendatang kembang api akan segera diluncurkan.

"Sampai maut memisahkan, kata orang-orang." Ujar suara yang sama seperti suara yang menyapanya dua hari lalu. Pria yang berasal dari kerumunan itu bergerak mendekat ke arahnya. "Kataku, aku akan mencintaimu di kehidupan ini dan setelahnya, dan jika kehidupan berikutnya tidak mau menerima kita, aku akan tetap mencintaimu setelahnya, dan setelahnya lagi. Sampai kematian menyerah terhadap kita."

"Ma-Maaf? Apakah anda mengenal saya?" (Y/N) canggung, berusaha menatap matanya.

Pria itu terkekeh, berlutut di depannya. "Tidak. Aku hanya mengutip.. kata-kata seseorang. Tapi omong-omong, nampaknya kita jodoh banget, ya? Lihat, aku melihat dompetmu terjatuh di pintu masuk tadi."

"Ah! T-Terima kasih, tuan.."

"Muzan. Kibutsuji Muzan."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 16, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KNY x ReaderWhere stories live. Discover now