34. Jalan Rahasia Part 2

34 4 1
                                    

DARRRR....
Tembakan dilayangkan ke arah Imran. Dentang tembakkan bagai sangkakala yang memekakkan gendang pendengaran. Peluruh melesap dengan letupan kerasnya ke arah Imran yang tidak menyadari keberadaan musuh. Suara letupan itu terasa bingar, sampai burung-burung berterbangan dan tupai berloncatan menuju longkang-longkang pohon pinus.

Imran sudah pasti tewas.
jika bukan karena Aksari yang gesit dengan mata tajamnya. Musuh di balik belukar itu laksana serigala yang sedang mengendap memburu dua ekor kijang. Maka kijang yang lengahlah yang menjadi bidik sasarannya. Kijang yang lengah itu adalah Imran yang tidak menyadari adanya dewa kematian yang hendak menidurkannya di atas dipan kebinasaan. Ia lengah akan keberadaan musuhnya.

Seandainya Dewi Panjang umur tidak merasuk ke dalam jiwa Aksari, maka Imran akan tutup nyawa dengan cara tragis. Saat itu, Aksari lebih dulu menangkap pergerakan musuh di balik semak bahwa musuh mengincar Imran. Ketika tembakkan musuh dilesapkan ke arah Imran, Aksari dengan sigap mendorong Imran sehingga tubuh mereka berguling bagai batang pohon yang menggelinding.

Lantas Aksari segera bangkit dan memasang sikap difensif. Lalu dengan cepat, ia mengambil pisau lempar yang terselip di kakinya. Lalu ia lembar ke arah sumber tembakan itu dengan mantap dan yakin.

Suara teriakkan melengking di balik belukar. Mendengar suara itu, senyum Aksari tersungging. Pikirnya lemparannya tempat sasaran.

"Berhasil." ucap Aksari. Lalu ia beralih kepada Imran untuk membantunya bangkit. Ia menarik tangan Imran dengan genggaman yang erat.

"Terimakasih." ucap Imran yang dibalas anggukan.

Memanglah benar, pisau yang dilempar oleh Aksari, mendarat tepat di dada sebelah kiri musuh. Namun sayangnya, musuhnya ternyata mengenakan rompi pelindung sehingga luka yang diakibatkanya tak begitu berbahaya. Lantas, prajurit itu mengeluarkan tawanya yang renyah sambil ia menunjukkan batang hidungnya dari belukar semak kepada  Aksari dan Imran tanpa rasa takut dan dengan pandangam merendahkan. Suara lengkingan dan bahakkannya terdengar seperti menghina. Setelah musuh lelah terbahak, kemudian ia terdiam dan memandang pisau di dadanya.

"Kalian pikir aku sudah mati?" ucap sang musuh yang merupakan seorang pria. ia muncul dari belukar dengan pisau yang tertancap di dadanya. Lalu dengan sikap garang, ia mencabut pisau yang ada di dadanya dengan sedikit meringis karena sakit. Lalu perlahan terlihat rembesan darah di dadanya.

"Pisau seperti ini tidak akan dapat digunakan untuk membunuh." ucapnya sambil melemparkan pisau itu ke arah Aksari. Namun tak sampai mengenai Aksari.

Musuh itu adalah seorang prajurit Arba dengan menggenakan seragam berwarna hitam beserta helm kepalanya, tak lupa pula pistol hitam di genggamannya.

"Angkat tangan kalian dan tiarap!" perintah prajurit itu dengan suara biasa seperti berbicara dengan orang terdekatnya. Ia menodongkan pistol ke arah Aksari dan sesekali ke arah Imran.

Imran dan Aksari tidak merespon apapun dari perintah sang Prajurit. Lantas demikian, sang Prajurit mulai memberikan tekanan pada setiap kata yang ia ucapkan.
"Aku bilang angkat tangan. Atau kepala kalian akan pecah. Aku tidak akan membunuh kalian. Serahkan diri kalian tanpa perlawanan."

Aksari diam-diam meringis. Sebuah tipuan bodo jika ia tidak akan dibunuh. Lantas Aksari dengan gesit hendak meraih senapan yang ia selempangkan. Namun suara tembakan menggelegar dari prajurit itu, diarahkan kepada Aksari. Untungnya peluru hanya mengenai body senapan milik Aksari sehingga Aksari hanya merasa terdorong ke belakang beberapa langkah.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Imran terkaget dan hawatir.

Wajah Aksari kini menjadi sangat pucat. Seolah darah enggan mengalir dalam tubuhnya. Ia hampir saja menjadi bangkai dengan sangat muda. Pelan-pelan Aksari mengangkat tangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Last War (Perang Terakhir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang