"Aku sudah lama menunggumu."

Yang disentuh seketika terkesiap, bagai dialiri arus listrik. Wu Xie terkekeh gugup, lantas mengangguk, menyembunyikan rona merah seperti strawberry di permukaan wajah pucatnya.

"Kau masih bekerja di bar yang sama, bukan?"

"Hmm."

"Aku pasti akan kembali untuk menemuimu," Wu Xie melepaskan udara dari pernafasan, sewaktu Zhang Qiling menarik mundur tangannya. Tubuhnya yang sempat menegang kini mengendur perlahan.

Zhang Qiling memberikan senyuman tipis penuh ragu.

"Kau pernah mengatakan itu sebelumnya," ia berkata penuh kerumitan, mengungkit masa lalu membuatnya merasa muram.

"Dan kau tidak datang malam itu."

Wu Xie menatap dengan dilema di matanya. Kemudian, setelah menggelengkan kepalanya sedikit, dia perlahan mulai tersenyum. "Maafkan aku tentang malam itu," dia tergagap. Dia membawa tangannya ke wajah Zhang Qiling, dan dia menyentuh pipinya yang dingin. 

“Kau tidak benar-benar marah padaku, bukan? Aku percaya itu."

Merasakan sentuhan lancang Wu Xie di wajahnya, Zhang Qiling gemetar. Pemuda ini masih saja sama. Seperti seekor ikan nakal, licin, sulit digenggam, namun mendekat, menggoda, dan menyentuh sesuka hatinya.

"Aku tidak pernah marah padamu. Aku hanya sedikit kecewa."

Sedikit? Benarkah? Ia bertanya pada diri sendiri.

Wu Xie mendengar kejujuran dalam suaranya saat dia berbicara, dan mengejutkannya bahwa semua rasa mendadak datang bersamaan saat berada di sini, melihatnya. Dia merasakan sesuatu berdebar di dalam, sesuatu yang dalam dan tidak asing, sesuatu yang membuatnya pusing sesaat. Dia mendapati dirinya berjuang untuk mengontrol diri. Wu Xie membayangkan kembali ciuman pertama mereka yang canggung dan bertanya-tanya dalam hati apakah sekarang Zhang Qiling sudah lebih lihai dan berpengalaman. Jika belum ada peningkatan yang signifikan, mungkin ia harus mengajarinya lagi jika ada kesempatan.

"Kali ini aku pasti datang," gumam Wu Xie.

"Janji?" Zhang Qiling mendesak.

"Janji."

Wu Xie tersenyum sebelum melanjutkan, "Lagipula aku masih memiliki utang minuman yang belum dibayar."

Dia mengatakan itu dengan rasa takjub pada diri sendiri tentang bagaimana hebatnya ia dalam mengingat detail. Padahal untuk orang lain, ia biasanya kerap melupakan berapa jumlah uang yang pernah ia hamburkan. Mendengar itu Zhang Qiling tersenyum tipis, tapi senyuman itu seketika memudar ketika Wu Xie mendekati telinganya dan berbisik, "Aku juga ingin tahu, apakah sekarang kau sudah pandai berciuman?"

Wajah Zhang Qiling menjadi merah jingga tak karuan.

Tanpa menunggu reaksi apa pun, Wu Xie menarik mundur wajahnya kemudian mendekati Liu Sang dengan santai. Tercengang, pemuda berkacamata itu hanya menatap bingung. Dia bahkan tidak berkutik saat Wu Xie mengambil satu papercup dari tangannya.

"Kopi ini untukku saja," ia berkata menyeringai, diangkatnya papercup itu di sisi wajah dan menggoyangkannya.

"Terima kasih."

"K--kau.." Liu Sang tergagap. "Itu untuk Tuan Zhang."

Tidak menggubris protes Liu Sang, pemuda tampan itu menoleh sekilas pada Zhang Qiling seraya mengedipkan sebelah mata.

"Sampai jumpa di bar, Xiao ge. Bye!"

Langkahnya anggun dan luwes seperti kucing, berjalan meninggalkan taman itu.

𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Where stories live. Discover now