40: Bertukar Pandang Dalam Debaran Dada

Start from the beginning
                                    

Nadia mendengarkan cerita dari Sudarsono dengan seksama. Sebuah kecurigaan muncul dalam benaknya tapi untuk sementara ini dia pendam. Mereka terus berjalan menembus hutan. Sesekali Sudarsono menebas pepohonan yang melintang.

"Anak Dukun Kepiting tidak bisa menerima keputusan Ratu dan Pangeran. Dia kemudian bunuh diri karena cintanya ditolak. Dukun Kepiting murka dan menyalahkan seluruh kerajaan Krakata atas kematian anaknya. Dari sanalah dimulai kegilaan dari Dukun."

Pandangan Sudarsono melayang ke arah langit di mana langit mulai gelap karena tertutup oleh asap yang keluar dari gunung. Nadia dapat merasakan bau belerang makin pekat. Jantungnya berdetak kencang walau saat itu dia tidak sedang berlari.

"Dukun Kepiting menggunakan kesaktiannya, berusaha menghidupkan anaknya yang meninggal sambil mencari cara membalas dendam pada Kerajaan Krakata. Hingga dia menemukan benda sakti yang bernama kotak pandora. Konon, kotak tersebut bisa menyambungkan dua dunia tapi dengan melepaskan energi besar yang bisa menyebabkan bencana. Dukun Kepiting yang gelap mata, pernah mencoba membuka kotak itu untuk menjemput anaknya dari dunia lain. Untungnya, Ratu Krakata berhasil menghalangi sebelum seluruh kekuatannya keluar. Kamu pasti tahu kejadian itu." Sudarsono memandang Nadia.

Nadia mengangguk. "Iya, letusan gunung Krakatau yang pertama."

"Benar. Kotak itu ternyata tersambung ke dunia ini dan energinya menyebabkan letusan besar. Kerajaan kami hampir musnah karena itu. Beruntung Ratu sudah menyiapkan perlindungan bagi rakyat. Namun, ketika kami dibawa oleh kekuatan Kristal ke sini, Dukun Kepiting melanjutkan rencananya sekali lagi ...."

Ketika Sudarsono selesai bercerita, Nadia tidak langsung menjawab. Dia teringat visi tentang seorang pria paruh baya yang menangisi anaknya yang meninggal. Mungkinkah itu adalah Dukun Kepiting?

Kesedihan dan keputusasaan dari ayah yang ditinggal mati oleh putrinya masih membekas di benak Nadia. Jeritan pilu Dukun Kepiting menggema dalam rongga kepalanya. Hati Nadia iba, tapi itu bukan berarti Nadia membiarkan Dukun Kepiting mendapatkan keinginannya sementara menghancurkan kebahagiaan orang lain.

Nadia juga memiliki keluarga yang ingin dia jaga. Bahkan dengan cerita Dukun Kepiting yang menyedihkan, itu bukan alasan dia bisa berbuat kejahatan dan mengorbankan orang lain. Gadis itu mengeratkan genggaman tangannya. Apa pun alasan Dukun Kepiting membuka kotak pandora, perbuatannya tetap salah.

"Kita harus menemukan sang Penunggu ...."

Sudarsono mengangguk. "Wilayah ini cukup luas. Aku berpikir kita berpencar, tapi terlalu berbahaya. Banyak Pasukan Kepiting di sini ...." Sudarsono terdiam sebentar sebelum matanya membelalak menyadari sesuatu. "Jangan-jangan mereka juga mencari sang Penunggu. Kita harus menemukannya sebelum didahului!"

Nadia menelan ludahnya dan mengangguk.

Mengapa masalahnya makin banyak saja?

"Di sekitar sini ada beberapa goa yang bisa dijadikan tempat beristirahat. Lebih baik kita mencarinya bersama, tapi kita harus cepat. Kamu siap untuk berlari lagi?"

"Siap!" jawab Nadia tanpa ragu. Matanya penuh tekad.

Melihat itu Sudarsono tersenyum. "Aku suka sikapmu. Kalau kamu mau, kamu bisa menjadi pasukan khusus kerajaan Krakata."

Nadia melebarkan senyum, tidak bisa menahan kebanggaan yang muncul. "Terima kas--"

Sudarsono memberi tanda agar Nadia tutup mulut. Gadis itu langsung diam. Sang panglima bergerak mundur diikuti Nadia, lalu menyembunyikan diri di balik sebuah pohon. Tak lama kemudian, sekitar sepuluh pasukan Kepiting lewat.

Di luar dugaan Nadia bahwa mereka berwujud seperti kepiting, pasukan kepiting ternyata hanya manusia dengan bendera berwarna merah dengan siluet hewan kepiting berwarna hitam disulam di atasnya. Antara kecewa dan lega, Nadia mengingatkan diri bahwa masih ada hal yang lebih penting untuk dipikirkan. Salah satunya adalah bagaimana bisa kabur dari musuh yang jumlahnya lebih banyak, misalnya.

Nadia menahan napas, menunggu mereka lewat. Rasanya lama sekali. Satu per satu melintas di depan pohon di mana Nadia dan Sudarsono bersembunyi hingga prajurit terakhir.

Namun saat itu, keberuntungan Nadia habis. Ponsel Nadia berdering tanda ada panggilan masuk.

"Sh*t!" umpat Nadia kesal ketika dia menyadari kesepuluh mata pasukan kepiting menoleh ke arahnya.

Mereka pun bertemu pandang dan jantung Nadia berdetak makin kencang.

ZOOM IN ZOOM OUT ala sinetron

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ZOOM IN ZOOM OUT ala sinetron.

Oke dengan ini seluruh tabungan ceritaku habis. Bisa lgsg ngetik ngueng ngebut buat MWM 💪🏻💪🏻💪🏻

Wish me luck teman-teman💪🏻💪🏻💪🏻

[END] Nadia dan Sangkuriang - Twisted Indonesian FolktalesWhere stories live. Discover now