***

Dalam dua kali pertemuan dengan Ling, Yang selalu menyimpan racun di balik salut gula keramahannya. Karena itu, Ling terperanjat melihatnya begitu semringah tanpa pretensi, menyambut di ruang direktur bagai seorang kakek yang lama tak bertemu cucu. Xiang belum ada di sana, omong-omong.

"Akhirnya Anda tiba! Mari duduk, Nona Zhang!"

Ling meringis ketika dituntun Yang ke sofa. Di meja yang berhadapan dengan sofa itu, berjajar rapi majalah-majalah fashion yang menampilkan kedua duta koleksi Fenghuang. Ada juga tablet yang membuka laman sebuah majalah lifestyle digital. Cover story semua majalah ini sama: terungkapnya wajah baru Kevin Huo, koleksi Fenghuang, dan kisah-kisah menarik dari duta wanita pertama perusahaan ini.

Seketika darah Ling berdesir-desir bangga. Ia tak dapat menahan senyum, tetapi masih sungkan mau mengambil salah satu majalah.

"Jangan hanya dilihat-lihat. Anda boleh membaca atau menggunakan tabletnya, kok." Yang dengan ramah menyodorkan majalah-majalah mendekati Ling. "Ini toh hasil kerja keras Anda selama beberapa bulan belakangan. Kalau mau diunggah ke media sosial pribadi juga boleh, kok."

Sekali lagi Ling cuma bisa meringis malu-malu, lalu mengambil satu eksemplar Rayli. Ia nyaris tak berkedip menyaksikan foto-fotonya bersama Xiang memenuhi halaman, disertai artikel wawancara dalam layout elegan majalah fashion kelas atas. Astaga, kalau boleh, bukan cuma membaca, Ling juga ingin membawa pulang semua eksemplar di kantor Yang ini!

"Anda keren sekali, Nona Zhang! Selamat atas debut resminya!"

Secepat kilat Ling berpaling ke belakang. Saking asyiknya menelusuri artikel dan foto, ia sampai tidak menyadari kehadiran Xiang yang tengah menumpukan lengan ke sandaran sofa. Begitu Ling menoleh, mata Xiang yang semula tertumbuk pada majalah beralih kepadanya. Napas Ling tersita sementara, terbuai oleh kekaguman dalam tatapan Xiang untuknya.

Ling mengutuk lidahnya yang mendadak kelu sehingga tidak segera bilang terima kasih.

"Selamat, selamat, Nona Zhang." Tangan Ling tiba-tiba dijabat dan digerakkan naik-turun berulang-ulang oleh Yang yang seriang adiknya. Setelahnya, sang direktur menepuk-nepuk bahu Xiang. "Kau juga, Adik. Kalian benar-benar keren!"

"Terima kasih banyak, Direktur! Ke depannya, saya akan berusaha lebih baik lagi," ujar Ling, menutupi kecurigaannya kepada Yang. Apa direktur licik yang serba mengekang ini benar-benar senang sekarang sehingga tidak merencanakan apa pun terhadapnya?

"Rapat dengan tim promosi dan humas masih setengah jam lagi." Yang menengok arloji. "Saya sudah meminta perwakilan mereka untuk menelepon kemari setelah segalanya siap. Sambil menunggu, mari kita bicara santai tentang strategi promosi yang bisa diajukan saat rapat nanti."

Meskipun 'bicara santai' ini ujungnya pekerjaan juga, Ling sama sekali tidak keberatan. Ia mencintai koleksi Fenghuang dan akan melakukan apa saja agar karya Wei lebih dikenal. Ini kesempatannya membangkitkan kembali jiwa promotor Fenghuang-nya yang lama terpendam sejak akuisisi. Idenya pun meluncur lancar dalam diskusi kecilnya bersama Yang dan Xiang.

"Selama pemotretan dan syuting iklan, saya dibantu Nona Xu dan orang-orang agensi untuk mengabadikan beberapa momen di balik layar. Kalau disetujui, saya bisa memasang foto itu di akun media sosial disertai takarir tentang pengalaman selama syuting yang belum diekspos media mana pun. Koleksi ini juga memiliki desain-desain ramah plus size, jadi saya akan menggandeng teman-teman model plus size untuk berpromosi. Selain itu, karena koleksi ini akrab dengan mitologi Cina, kita bisa—"

Sampai kebas bibir Ling gara-gara mengungkapkan gagasannya nyaris tanpa selaan. Yang dan Xiang hanya meringkas tiap poin atau menambah sedikit; dua bersaudara itu kelihatannya menyetujui semua usulan Ling, juga berusaha memberi masukan agar gagasan-gagasan tadi lebih visibel. Mulusnya diskusi mereka memang menguntungkan Ling, tetapi tetap terasa janggal, terutama karena Yang tidak menekan atau mengintimidasi diam-diam seperti biasanya.

Kevin Huo's ProposalWhere stories live. Discover now