Part 3

3.3K 884 95
                                    

Arimbi melirik Ganesha yang tengah menyetir di sampingnya. Saat ini mereka berdua akan melakukan fitting terakhir pakaian pengantin.

Arimbi sama sekali tidak menduga, kalau pada fitting terakhirnya akan ia lakukan bersama Ganesha setelah dua kali sebelumnya bersama Seno.

Tapi seperti inilah kenyataan. Semua hal bisa kita rencanakan. Namun hasil akhirnya, tetap menjadi rahasia Allah.

Laju mobil berbelok ke kanan. Jalan yang diambil Ganesha memang benar. Mereka akan ke butik di mana dirinya dan Seno memesan pakaian. Ya, dalam pernikahannya dengan Ganesha tiga hari lagi, dirinya memang tetap akan mengenakan pakaian pengantin seperti yang ia dan Seno pilih tiga bulan yang lalu. Hanya saja mempelai prianya beda.

Tiga puluh menit telah berlalu sejak mereka berkendara. Namun tidak sepatah pun kata keluar dari bibir mereka berdua. Ganesha menyetir dengan mulut terkatup rapat dengan pandangan lurus ke depan. Ganesha bersikap seolah-olah tidak ada penumpang di dalam mobilnya.

Arimbi melirik Ganesha sekali lagi. Ia tidak betah diam-diaman seperti ini. Pada dasarnya dirinya bukanlah seorang pendiam yang tahan berjam-jam tanpa mengeluarkan suara. Istimewa ada orang lain di sampingnya. Dirinya bukan seperti Menik. Mantan pacar Ganesha, sekaligus sahabatnya yang ayu dan anggun.

Berdasarkan cerita Menik, Ganesha itu menyukai ketenangan dan keteraturan. Ganesha tidak suka dengan wanita yang heboh dan berisik. Makanya selama berpacaran, interaksi mereka cukup dengan bahasa kalbu dan tatapan mata saja. Bagi Arimbi hal tersebut aneh. Bagaimana mereka berdua bisa mengutarakan keinginan mereka masing-masing apabila tidak dikatakan? Makanya dulu ia kerap memuji Menik sebagai salah seorang perempuan paling sabar. Bagaimana tidak sabar? Menik tahan dua tahun berpacaran dengan orang bisu seperti Limbad.

Dalam keheningan mobil, Arimbi mengamati bentuk wajah Ganesha. Ia mencoba mencari persamaan antara wajah Seno dan Ganesha. Mereka berdua itu kakak beradik. Seharusnya secara fisik mirip bukan?

"Apakah telah tumbuh tanduk di wajah saya?" Tiba-tiba saja Ganesha berpaling. Arimbi tidak sempat mengalihkan pandangannya ke arah lain. Akibatnya ia kini bertatapan dalam jarak dekat dengan Ganesha.

Dan untuk pertama kalinya Arimbi melihat wajah Ganesha dengan jelas. Kedua kornea mata hitam Ganesha, sekilas sangat mirip dengan Seno. Namun auranya bertolak belakang. Tatapan Seno itu ramah dan hangat. Sementara Ganesha datar dan dingin.

Hidung Seno mancung dan lurus. Bentuknya sempurna. Sementara Ganesha, ada bagian yang sedikit menonjol dan tidak simetris. Walaupun tetap mancung dan menawan, sepertinya tulang hidung Ganesha pernah patah. Bentuk dahi dan rahang mereka juga berbeda. Seno berdahi kecil dan berahang lancip seperti Bu Santi. Sementara Ganesha berahang kuat dan tegas seperti Pak Hasto. Secara keseluruhan garis-garis wajah Seno halus dan menawan. Khas pria ibukota metroseksual.

Sedangkan Ganesha kasar dan laki-laki sekali. Mungkin karena Ganesha tidak suka berdandan laki. Istilah dandan laki, ia ketahui dari Seno. Dandan laki itu meliputi facial, manicure pedicure, serta menggunakan kosmetik untuk perawatan wajah dan tubuh. Harus Arimbi akui. Kosmetik dan peralatan mandinya kalah jauh dengan Seno.

"Maaf, saya tidak mengerti dengan pertanyaan Mas Esha," Arimbi mencoba mengalihkan pembicaraan. Ia tidak tahu harus menanggapi pertanyaan Ganesha seperti apa.

"Kamu mengerti. Hanya saja kamu tidak mau mengakui."

Menik benar. Ganesha kalau berbicara memang hanya seperlunya. Tetapi poinnya kena.

Arimbi bungkam. Tidak etis kalau ia mengatakan bahwa ia sedang membanding-bandingkan wajah Ganesha dengan Seno.

"Kalau kamu mencari kelebihan wajah saya dengan Seno, kamu akan kecewa. Saya tidak semenawan dan semetroseksual Seno."

Lelaki Kedua (Sudah Terbit Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang