Parallel Lines

Beginne am Anfang
                                        

Atau, Jaehyun hanya terlalu takut untuk melihatnya?

Taeyong tumbuh dengan curahan kasih sayang melimpah dari ibu dan kakak-kakaknya. Ayahnya bukan jenis lelaki yang sangat ekspresif namun dia selalu memiliki caranya sendiri dalam mengungkapkan kasih sayangnya pada keluarga. Taeyong, tak akan pernah bisa membayangkan seperti apa rasanya menjadi Jaehyun kecil.

Seperti apa rasanya tumbuh dalam pusaran kebencian pahit dari orang-orang yang seharusnya adalah mereka yang paling menyayangimu dan jadi tempatmu bergantung?

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.


Seperti apa rasanya tumbuh dalam pusaran kebencian pahit dari orang-orang yang seharusnya adalah mereka yang paling menyayangimu dan jadi tempatmu bergantung?

Jika saja bisa, Taeyong sangat ingin memeluk dan menyelamatkan bocah kecil itu. Memberinya penghiburan, dan merawat luka yang menyakiti jiwanya dengan begitu dalam, sampai-sampai sekedar mempercayai bahwa istrinya adalah orang yang menyukainya menjadi sesuatu yang sangat sulit.

"Hei. Kenapa kau menangis?" tanya Jaehyun kebingungan karena tau-tau air mata sudah berlelehan di wajah istrinya.

"Apa kau... baik-baik saja?" tanya Taeyong dengan napas tercekat. "Kau... ayah dan juga ibumu... "

Jaehyun yang akhirnya memahami maksud Taeyong, mengangkat bahu. "Aku tidak pernah memiliki pembanding, jadi aku selalu berpikir bahwa kehidupan sebuah keluarga memang seperti itu."

Taeyong terisak mendengarnya.

"Tapi, setelah menemukan adik tiriku, pemikiranku sedikit berubah."

Taeyong merasa miris dan sungguh tak habis pikir. Entah Jaehyun yang terlalu kesepian, atau Tuhan memang menciptakan lelaki ini dengan hati yang teramat baik. Jika berada dalam situasi yang sama, Taeyong mungkin memang tidak akan membenci hingga seperti ibu Jaehyun, namun setidaknya dia akan merasa sakit hati. Sementara Jaehyun, dia justru berusaha menemukan adik tirinya, dan merawatnya dengan baik setelah bisa menemukannya. Seperti mengabaikan fakta bahwa adik tirinya terlahir dari sebuah hubungan yang sudah merusakkan jiwa ibunya.

"Saat kau dinyatakan mulai mengandung Minhyung, sejujurnya aku merasa sedikit kebingungan. Aku hanya tau cara ayahku membesarkanku. Tapi, entah mengapa aku merasa, aku tidak ingin melakukan yang seperti itu kepada anakku." Gumam Jaehyun.

"Memang seharusnya tidak."

"Ya. Kau benar. Tapi kau tahu, selama ayahku masih hidup, aku belum sepenuhnya memiliki kuasa atas rumah ini. Jadi, aku tidak bisa berbuat banyak." Jaehyun menarik napas dalam.

"Tapi, aku sungguh-sungguh tidak ingin anak-anakku melihatku seperti bagaimana aku melihat ayahku. Jadi, terkadang aku menyelinap ke kamar anak-anak. Jika sedang beruntung, mereka belum tidur dan kami akan menghabiskan waktu untuk ngobrol. Yangyang adalah yang paling sering masih terjaga ketika aku menengok ke kamar tidurnya."

Taeyong, masih dengan air mata yang tak berhenti melelehi wajah, secara impulsif memeluk tubuh suaminya. Pantas saja Yangyang secara mengejutkan bisa terlihat begitu dekat dengan ayahnya. Dan jika diingat dan diperhatikan lagi, baik Minhyung, Jeno, dan juga Sungchan memang tidak terlihat memiliki kecanggungan yang berlebihan kepada Jaehyun. Namun, di lingkungan rumah utama kekuarga Jung, mereka memang harus selalu menjaga sikap.

Jaehyun terasa menegang pada awalnya, namun meski ragu, pada akhirnya dia membalas pelukan Taeyong. Sungguh aneh, mereka telah beberapa kali menghabiskan malam bersama namun pelukan sederhana semacam ini tetap bisa membuat jantungnya berdebaran dengan menyenangkan.

"Kau tahu, aku memang benar-benar menyukaimu. Kenapa kau menunggu terlalu lama untuk mengatakan semua ini padaku?"

"Aku mengkhawatirkanmu. Jika ibu tahu aku memiliki rasa peduli padamu, aku takut dia akan mulai mempersulit hidupmu."

Yah... Jaehyun kecil dengan segala ketakutannya akibat pengalaman buruk yang diberikan oleh orang tuanya, sepertinya memang masih berada di dalam sana.

"Tidak. Ibu terlihat sedikit menyayangi anak-anak."

"Tentu saja, mereka adalah cucu-cucunya. Tapi kau adalah orang yang memiliki posisi sama dengannya. Aku khawatir ibu belum sepenuhnya lepas dari rasa sakitnya dan jadi beralih melampiaskannya padamu."

"Kau lelaki yang sangat baik. Seharusnya aku tahu sejak lama. Tapi, aku justru terus memelihara prasangka. Aku minta maaf."

"Memang seperti itu situasi kita, tidak akan ada yang bisa menyalahkanmu. Karena... aku memang tidak pernah memperlakukanmu dengan baik sebelumnya. Aku... minta maaf."

Taeyong mengangguk, dan melepaskan pelukan mereka. Mengamati suaminya sembari berpikir.

"Jaehyun, setelah kita membicarakan semua ini, tidak bisakah kita memulai segalanya dari awal dan menjalani pernikahan ini bersama anak-anak dengan cara yang berbeda?" pinta Taeyong.

Pertanyaan itu seketika mengubah raut muka Jaehyun. "Aku... ingin melakukan itu, hanya saja... "

Jaehyun menatap jemari tangannya yang entah sejak kapan telah bertaut dalam genggaman Taeyong.

Lelaki itu menatap istrinya dengan ekspresi meminta maaf.

"Bisakah... kau bersabar sedikit lagi?"

to be continued...

MENHIR (jaeyong)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt