Trust

722 58 15
                                    

Max, Nat, Tutor, dan Yim ngobrol santai sambil menikmati minuman mereka sementara Net dan James sibuk melayani pelanggan yang mulai berdatangan.

"Zee sama Nunu mau nyusul nih." Kata Max yang baru saja menerima pesan singkat dari sahabatnya.

"Pesen camilan sana, yang. Pengen ngemil." Yim berkata pada Tutor.

"Mau makan apa kamu? Cheesecake?" Tawar Tutor, namun kekasihnya menggeleng.

"Ih nanti aku gendut, yang. Lainnya aja." Rajuk Yim.

Tutor hanya menghela napas pelan dan menangkup dua belah pipi chubby milik sang pacar.

"Denger ya, sayang. Aku nggak suka ah kamu diet-diet gitu. Kemarin terakhir diet kamu sakit loh. Maag nya kambuh lagi nanti." Tutor berkata lembut.

"Ih, tapi aku mau badan ramping kayak Nat gitu. Lihat, deh." Yim mengaku iri pada Nat.

Di sisi lain, Nat hanya dapat tersenyum canggung. Bingung harus bereaksi seperti apa.

"Ck, kamu kayak gini aku udah sayang banget. Aku suka kamu yang kayak gini. Jadi nggak perlu diet ya sayang. Makan apapun yang kamu mau. Ya?" Tutor mencubit pipi gembul Yim.

"Kalau aku gendut kamu jangan tinggalin aku ya. Janji?" Yim mengacungkan jari kelingkingnya yang segera disambut oleh Tutor.

"Janji."

Sementara itu Max hanya memutar bola matanya dengan jengah melihat kebucinan di hadapannya. Dia juga ingin bisa seperti itu sama baby. Eh!

"Lo tenang aja sih, Yim. Si Tutor nggak bakal ninggalin lo, orang yang mau sama dia cuma lo doang!" Sahut Max yang segera dihadiahi jari tengah oleh Tutor.

"Uncle jangan jahat gitu dong sama Kak Tutor." Nat yang sejak tadi hanya diam tiba-tiba menimpali.

"Eh, iya baby. Uncle cuma bercanda kok." Max tersenyum lebar pada Nat.

"Heleh, kalau yang ngomong Nat aja lo begitu!" Cibir Tutor yang kemudian sambil bangkit untuk memesan camilan.

Tak lama kemudian, Zee datang bersama NuNew dan bergabung di meja mereka.

Sambil makan camilan, mereka ngobrol seputar kehidupan sehari-hari.

"Uncle Zee, kalau ke sekolah aku naik bus jalur berapa? Aku belum tahu." Nat menarik ujung lengan kemeja Zee.

"Eh, biar uncle aja yang antar jemput baby sekolah ya." Bukannya Zee, tapi kali ini malah Max yang menjawab.

"Jangan ah, aku nggak mau ngerepotin uncle." Jawab Nat sambil menunduk.

Tiba-tiba, jari tangan Max meraih dagu Nat dan membuat si manis mendongakkan kepala dan menatap padanya.

"Kalau soal baby, uncle nggak pernah ngerasa direpotin. Baby mau kan?" Max menatap teduh mata Nat.

Pipi Nat bersemu memerah karena tatapan itu, dia hanya mampu terdiam tanpa menjawab.

"Nggak usah pegang-pegang!" Zee menepis tangan Max yang masih bertengger di dagu Nat.

"Apaan sih, lo. Baby aja nggak protes kok lo yang sewot!" Balas Max.

"Nat kalau sekolah pulang jam tiga, nah kita pulang kantor jam lima! Gimana lo mau jemput, bego!" Sahut Zee menyadarkan sahabatnya bahwa status mereka yang saat ini menjadi budak korporat hingga tak bisa seenaknya.

"Kalau hari Senin sampai Kamis aku ada les dan ekskul kok, uncle. Jadi pulangnya jam lima." Nat mengucapkannya entah tertuju pada siapa, yang jelas kata-katanya membuat Max sumringah.

"Okay, baby. Hari Jumatnya kamu pulang naik Grab aja, ya. Jangan naik bus nanti kamu diculik." Ujar Max.

"Yang harus diwaspadai Nat itu lo!" Timpal Zee.

"Lo apaan sih dari tadi kemusuhan mulu sama gue!" Protes Max yang hanya dibalas cibiran Zee.

----------------

Malam hari saat Nat telah terlelap di kamarnya, Zee mengajak Max untuk merokok di teras. Ada sesuatu yang ingin dia bicarakan.

Max mengeluarkan sebungkus sigaret dari saku celananya dan membakar ujungnya. Diisapnya pelan gulungan tembakau itu, lalu dia hembuskan kepulan asap di udara terbuka.

Sama halnya dengan Zee yang juga menyulut batang lainnya dan melakukan hal serupa.

Mereka berdua hanya terdiam beberapa saat, meski keduanya tahu masing-masing saling merangkai kata dibalik tiap nikotin yang mereka hisap.

"Lo suka sama keponakan gue?" Akhirnya Zee yang pertama kali buka suara.

Alih-alih menjawab, Max malah menghisap lagi gulungan tembakaunya.

"Menurut lo?" Max membalikkan pertanyaan pada Zee.

"Gue cuma nggak mau Nat kenapa-kenapa. Dia masih dibawah umur, Max." Zee menghela napas.

"Maksud lo, gue bakal bikin dia kenapa-kenapa?" Ada nada perlawanan yang tersirat dari ucapan Max.

"....."

"Zee, denger ya. Gue memang belum tahu apa yang gue rasain ini beneran cinta. Lo kenal gue sejak SMA. Lo tahu sendiri gue nggak pernah punya pacar, gue juga nggak pernah suka sama orang."

Max menjeda kalimatnya sejenak sambil kembali menghisap rokoknya.

"Yang gue tahu, gue tertarik sama Nat. Gue pengen ngelindungin dia, pengen ada deket dia."

Kata-kata Max terdengar tulus, Zee sendiri tahu apa yang dikatakan sahabatnya itu seratus persen benar.

Zee mematikan rokok yang sudah pendek itu di asbak. Dia berdiri dan menyentuh pundak Max.

"Jagain dia, gue percaya sama lo."

Tepukan pelan dirasakan Max di pundak kirinya sebelum Zee akhirnya masuk kembali ke dalam rumah.

Sedangkan Max, masih berkutat dengan beberapa batang nikotin lagi untuk mengatur pikirannya.

-tbc-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Crazy for The BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang