13. Masalah Untuk Si Pengendali

782 273 189
                                    

"Teman tapi kok nyaman?"

°
°
°

_____Happy reading_____

Emery mengikuti langkah Horace menuju ruang bawah tanah yang gelap, dingin, kotor ah pokoknya nyeremin banget! Emery sedikit bergidik mendapati beberapa sudut ruangan terdapat sebuah wadah yang mengeluarkan bau amis yang menyengat.

Sempat berpikiran buruk, namun Emery kembali sadar bahwa tempat ini memang ditinggali oleh para Vampir. Ivy berjalan tenang di samping Emery, dia menyadari sikap temannya yang seperti ketakutan itu.

"Lu takut?" tanya Ivy.

Emery sedikit tersentak.
"Eh! Eng-enggak kok," bantahnya lalu melangkah lebih cepat agar bisa berada di samping sang Ayah, setidaknya dia merasa lebih aman seperti itu.

Horace berhenti saat lorong berakhir, di depannya kini berjejer beberapa tombak dengan perak runcing di ujungnya dan beberapa senjata seperti pedang dan panah.

Ini sepertinya memang bukan ruang senjata karena barang-barang dibiarkan tergeletak begitu saja tanpa terawat.

Horace mengambil sebuah tombak lalu memperhatikan ujung perak itu, kemudian beralih dari satu tombak ke tombak yang lain.

"Emmm... Ayah! Kapan kita pulang?" tanya Emery. Horace tak menanggapi.

"Ayah! Sebentar lagi pagi akan tiba dan sekolah akan segera dimulai... Aku bisa terlambat."

Prangggg!!!

Horace membanting tombak di tangannya. Emery tersentak, sepertinya sang Ayah benar-benar marah ke padanya.

"Kau mau pulang? Kau mau sekolah? Ini lah rumahmu yang baru dan kau akan bersekolah di sini," tuturnya dingin lalu kembali memeriksa persediaan senjata.

Emery bergeming, telinganya nyaris tak mampu mendengar perkataan sang Ayah karena terlanjur tersumbat oleh sebuah keterkejutan.

"A-apa? Ta-tapi..."

"Tapi apa? Ini juga karena diri mu... Seharusnya kau tak menyerang manusia!" bentak Horace.

Masalahnya akibat kejadian itu, ketiga keluarga korban melaporkan kasus kehilangan orang dan Horace sebagai polisi hanya bisa menutupi kasus itu untuk melindungi sang anak dan vampir yang lain.

Emery menggigit bibirnya menahan tangis, rasanya seakan tombak di tangan sang Ayah itu benar-benar ditancabkan ke jantungnya saat ini. Pasalnya, untuk pertama kalinya dia disentak oleh sang Ayah yang biasanya selalu memperlakukannya dengan sangat lembut. Dadanya terasa sesak, dia tak menyangka akan seperti ini jadinya.

Emery menunduk, berusaha menelan lukanya dan rasa perihnya. Ayahnya hanya tidak tahu betapa jahat ketiga korban itu kepadanya.

"Ma-maafkan aku..." tutur Emery lirih.

Melihat itu Ivy tak tinggal diam, dia menarik pelan bahu temannya itu mengajaknya pergi meninggalkan Horace sendiri.

Emery bersikukuh untuk tetap tinggal, Horace memalingkan wajahnya.

"Tinggalkan Ayah sendiri," perintahnya.

Emery awalnya hanya diam, namun Ivy menarik lembut tangannya dan akhirnya membawanya pergi dari ruang bawah tanah.

Emery berjalan di samping Ivy, dia merasa bersalah akan perbuatannya. Namun apa menghukum orang yang bersalah itu salah?

"Hey... Semua akan baik-baik saja," tutur Ivy menenangkan Emery.

[TERBIT] I Want More Blood! ¦¦ Saros Maundrell Donde viven las historias. Descúbrelo ahora