30 | Berakhir

200 10 0
                                    

Sebenarnya Tesya sudah sering datang dan berusaha mendekati Egi, bukan cuma waktu itu, ketika Egi menceritakan soal alasan kesekian Tesya yang ingin diantar pulang karena mens. Tak jarang Tesya meninggalkan makanan buatannya di rumah Egi, bikin Egi mau tidak mau mesti memakannya karena mama sendiri yang memberi. Belum lagi wejangan-wejangan soal 'kenapa nggak coba deket aja sama Tesya? Tesya baik loh' yang terus menghujaninya tiap cewek itu habis mengunjungi mama Egi kala Egi tak ada.

Namun berapa kali pun Tesya muncul di depan Egi, tak sedikit pun cowok itu menunjukkan ketertarikan padanya. Bikin Tesya sempat down dan ingin menghentikan pengejaran sepihak ini, apalagi waktu tahu Adel dan Egi dekat kembali, tapi akhir-akhir ini, keduanya tidak terlihat begitu.

Jam pelajaran terakhir, kelas tiga dapat free class secara serentak entah karena apa. Sedengar Tesya sih, karena sudah mendekati kelulusan, para guru mulai sibuk membuat soal dan meeting persiapan pelaksanaan ujian akhir semester beberapa bulan lagi. Tapi tidak apa-apa. Bagus malah. Tesya jadi punya kesempatan mendatangi kelas Egi. Lagian, akhir-akhir ini, cowok itu cepat sekali pulangnya. Seburu-buru apa pun Tesya membopong buku dan ranselnya dari lantai puncak ke parkiran, yang dia dapat hanya jejak asap dari knalpot cowok itu.

Egi kelihatan sibuk akhir-akhir ini. Kenapa ya? Tesya jadi penasaran.

"Beneran nggak mau ke kantin, lo, Gi? Nggak mau nitip apa-apa gitu?" Suara menggelegar Saga sudah kedengaran, padahal Tesya belum sampai di sana. Langkah kakinya memelan sembari melempar senyum pada teman-teman Egi yang bergerombol keluar kelas.

Tesya tiba di depan kelas XII IPS 3.

"Nitip air aja. Gue mau tidur, mending kalian lama-lamain dah di kantin. Kepala gue pusing banget nih."

Saga diam sebentar. Ada raut kekhawatiran melihat Egi mulai mencari posisi yang nyaman di mejanya sebelum memejamkan mata.

"Yaudah, gue tinggal."

"Hh-hm."

Begitu sadar Tesya berdiri di depan kelas, Saga langsung menyapa, "Sya, nyari Egi?"

"Iya. Dia sakit?" tunjuknya berbisik.

"Kayaknya. Akhir-akhir ini dia emang kek sibuk sendiri. Kalo gue tanya ada apaan, dia nggak mau ngomong. Tau dah. Gue ke kantin dulu ya."

Tesya mengangguk.

Seiring langkah bimbangnya, pikiran yang sudah dipenuhi berbagai rencana soal apa saja yang bisa dia katakan agar Egi mau meladeninya lenyap begitu saja kala Tesya benar-benar melihat kerut tidak nyaman di kening cowok itu.

Dia … beneran sakit.

Hati Tesya yang selalu penuh dengan kebanggaan setiap melakukan flirting ke berbagai cowok dan mendapat respon lebih menggoda, kini menjadi lemah.

Sudut sedih di hatinya tercubit. Kian menegaskan di benaknya, bahwa Tesya sungguh menyukai Egi.

[]

Firasat Adel makin kuat. Terlalu banyak hal ambigu yang mengelilingi Novi, yang Adel lihat dengan mata kepala sendiri, tapi terlalu lama mengabaikannya. Tidak ada waktu untuk mengulur semua ini. Kebingungan yang begitu berat ini nyaris membuatnya gila. Adel harus segera memberitahu Egi, supaya mereka tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Dan mungkin … mengadukan kelakuan lancang Rama pada cowok itu. Sebab hanya pada Egi, Adel merasa aman untuk mengatakan segala yang membebani pikirannya.

Waktu guru Matematika mengabari bahwa jam terakhir kelas mereka akan free, tanpa menunggu lama, Adel segera keluar. Tak menunggu teman-temannya pergi dulu. Tidak setakut dulu. Begitu banyak hal yang mengerumuni otak Adel sampai mendengar ocehan sinis siswi-siswi itu sudah tak mempan baginya. Meski tahu Ashar terkesiap melihatnya, Adel tetap tak mengatakan apa-apa. Hubungan di antara mereka jadi benar-benar canggung. Tak ada yang berani memulai pembicaraan. Adel tak tahu apa yang Ashar rasakan, tapi jelas, perasaan bersalah yang amat menusuk Adel yang membuatnya memilih berhenti bicara ke cowok itu.

[END] Balikan BangsatWhere stories live. Discover now