PAST (5)

682 194 28
                                    

"Rekonstruksi kejiwaan."

Dua kata itu seperti berbayang di kepala ketika Monica mengikuti langkah James. Maximillian baru saja memberi perintah untuk mengantar Monica bertamasya ke sekeliling basemen, menunjukkan apa yang mereka punya.

Monica berusaha menyamakan langkah James ketika pria itu membawanya melewati lorong sempit dengan penerangan redup. Lorong itu diapit oleh dua sisi dinding yang permukaan catnya sudah mengelupas sebagian. Bau pengap menyambangi hidung Monica. Suara kaki mereka menggema di sepanjang lorong.

Tidak ada pembicaraan di antara kedua orang itu. Rasa penasaran terus menerpa terlebih ketika James membuka sebuah pintu besi dua arah. Sertamerta, cahaya terang menyambut.

"Aku akan menerangkan mulai dari sini," kata James sembari menoleh pada Monica di belakang.

Tempat apa ini? Pertanyaan itu tercetus di dalam benak ketika Monica melihat kamar-kamar  seperti sel penjara berjajar di sepanjang sisi lorong. Ia tidak dapat menghitung berapa jumlah sel tersebut, mungkin puluhan.

Ia melihat ke kanan, sel pertama diisi oleh seorang pria kurus berwajah pucat yang tergeletak dengan posisi wajah mendongak ke arah luar jeruji. Mulutnya menganga dan kedua matanya melotot, menatap Monica seakan meminta tolong. Pria itu melolong, satu tangannya memegang besi jeruji, gemetar dan lemah. Sel sebelah kiri tak ubah seperti sebelumnya, si penghuni adalah wanita remaja berkepala plontos dengan lebam-lebam di wajah seperti habis dihajar.

Lantas, di sel-sel berikutnya--sembari James menerangkan--Monica menemukan semakin banyak kejanggalan. Bau pesing bercampur kotoran begitu menyengat.

"Apa yang terjadi pada mereka?" tanya Monica akhirnya.

"Mereka adalah orang-orang dengan gangguan jiwa yang terbuang dari keluarga." James berhenti sebentar di depan satu sel, meminta Monica melihat si penghuni dengan isyarat gerakan bola mata.

Seorang wanita berusia sekitar empat puluhan sedang teler di tempat tidur dengan posisi kepala menjuntai ke bawah, bibirnya melengkungkan tawa tanpa suara seolah-olah sedang bergurau pada dunianya sendiri.

 "Namanya Chiara, dia baru dua bulan di sini. Skizofrenia. Pemberontak, delusi, dan tidak mengenal orang-orang terdekatnya. Suaminya meninggalkan Chiara begitu saja saat terjadi kerusuhan di depan gedung parlemen. Polisi setempat mengamankan Chiara saat ia hampir membunuh salah seorang pendemo yang dikira suaminya."

"Dan kalian menampungnya kemari?"

"Kami merawatnya," jawab James cepat.

"Mereka semua tidak punya keluarga, bagaimana cara kalian merawat mereka tanpa biaya?"

James meninggalkan sel Chiara dan kembali berjalan. "Itu sebabnya kami membutuhkanmu. Kau akan membuat mereka semua menjadi mahal, Monic."

Sunggingan bibir Monica menandakan bahwa ia tidak salah tebak. Itu kata-kata yang ia tunggu keluar dari bibir James.

"Kalian terlalu yakin bisa mengeluarkanku dari Lower Saxony."

"Ya, Tuan Maximilliam yakin. Ia sudah menunggumu begitu lama, merancang banyak taktik untuk bisa membantumu keluar dari tempat terkutuk itu."

"Jadi, kalian ingin aku melakukan apa?" Monica sedang malas menebak-nebak isi pikiran James, ia ingin mendengar langsung dari pria itu tentang perannya di tempat ini. Terus terang, suara berisik dari para penghuni membuat Monica kesulitan berkonsentrasi.

James kembali berhenti tepat di depan sebuah sel di mana dua orang pria berpakaian putih ala perawat sedang mengikat tubuh seorang pria menggunakan straitjacket. Mendadak, Monica teringat akan perlakuan sama yang pernah ia terima saat pertama kali dilempar ke dalam penjara. Hatinya sedikit teriris melihat pemandangan itu.

Under The MirageTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon