#1

305 39 21
                                    

Anaraya kembali memeriksa pesan yang ia kirim beberapa menit lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anaraya kembali memeriksa pesan yang ia kirim beberapa menit lalu. Sudah dibaca, namun tidak kunjung ada balasan setelahnya.

"Anter aja kali ya?" tanya gadis itu pada dirinya sendiri, lalu ia kembali menghembuskan nafas kasar. Kalau boleh jujur, ia sangat kesal hari ini. Karna apa? Karna ditengah-tengah waktu makan siangnya dengan Qian, pasti selalu saja ada telfon dadakan dari sang dosen yang mengharuskan Qian kembali pergi ke kampus dengan segera. Padahal dua suap nasi yang baru laki-laki itu makan belum cukup dicerna dengan sempurna.

Anaraya meletakkan sendok yang sedari tadi ia pegang, lalu mulai merapikan barang-barang. Bisa ia lihat makanan utuh yang belum tersentuh sama sekali dihadapannya. Semua itu, milik Qian. Juga jaket yang masih tersampir rapih dan charger laptop yang tergeletak di atas meja. Entah sepenting apa panggilan dari dosen untuk seorang asisten dosen seperti Qian, yang jelas, waktu luang lelaki itu kini sudah berkurang.

"Ini harus dianter ke rumah atau ke kampus coba," gumam Anaraya sembari menggulung kabel berwarna hitam itu untuk dimasukkan ke dalam tasnya. Ia berfikir cukup lama untuk mengantarkan barang milik Qian yang tertinggal. Kalau ke kampus, dia engga tahu Qian ada di gedung dan ruangan sebelah mana. Kalau ia antar ke rumah, sudah dipastikan Qian juga engga akan ada disana. "Tapi nanti dia bakal pulang kan ya? Yaudah ke rumahnya aja," jawab Anaraya, lagi-lagi menjawab pertanyaannya sendiri.

Setelah memutuskan untuk ke rumah Qian, Anaraya berjalan keluar dari tempat makan siang (yang sebenarnya enggak pernah benar-benar jadi makan siang) menuju ke arah parkiran. Bisa ia lihat mobil berwarna putih dengan seorang gadis yang tengah bermain ponsel di sana.

"Eh udah?" tanya gadis itu.

Anaraya menggeleng, "Anter ke rumahnya aja teh, boleh engga?"

Naya tertawa, "Kenapa? Dia ada panggilan lagi?" tanyanya.

"Iya, tapi ini charger laptop sama jaketnya ketinggalan, takut dia butuh,"

"Duh, sabar ya Ann, pacar kamu Qian soalnya," ledek teh Naya sembari memutar stir mobil untuk keluar dari area parkir.

"Dulu pas semester tiga, dia emang udah sering dilirik dosen," lagi-lagi teh Naya bersuara. "Qian itu apa ya... bertanggung jawab mungkin? Soalnya kalo dibilang pinter, ya memang pinter, tapi yang lebih pinter juga ada. Tapi ternyata dosen milihnya dia, berarti dia yang dirasa mampu kan?"

Anaraya mengangguk. Enggak paham juga kenapa teh Naya tiba-tiba membicarakan kak Qian dalam konteks yang lebih serius.

"Jadi sabar-sabarin aja Ann, toh Qian orangnya engga pernah macem-macem. Apalagi kalo sampe berbuat yang enggak-enggak, kayanya itu bukan Qian banget," jelas teh Naya. Selaku teman satu jurusan, Naya sudah cukup paham tentang pribadi lelaki itu, apalagi mereka sering bersama ketika mengerjakan sesuatu.

"Kayanya sabar aku jadi tipis deh teh pas udah sama dia," balas Anaraya yang sedari tadi hanya mengangguk-angguk saja.

"Loh, tipis kenapa?" tanya Naya dengan tawa diujung kalimatnya. "Dia emang sesering itu ya Ann nggak punya waktu buat kamu?"

"Sering sih, tapi lebih sering lagi ditelfon tiba-tiba sama dosennya," jawab gadis itu. "Emang jadi asdos sesibuk itu ya teh?"

Naya mengangguk, arah matanya masih fokus ke arah jalan. "Tergantung dosennya sih Ann," ujarnya. "Tapi yang kaya Qian pasti disibukkin banget, soalnya dia bisa bantu banyak. Selain itu, Qian juga kan pasti lagi nyari pengalaman,"

Hening. Anaraya lagi-lagi hanya mengangguk paham.

"Kamu juga ya," Naya lagi-lagi bersuara. "Perluas relasi, cari banyak koneksi. Kita dikasih kesempatan kuliah bukan untuk belajar terus-terusan tanpa mau bersosialisasi. Inget Ann, nanti mah kalo udah lulus dan ada di dunia pekerjaan, yang kita butuh itu punya banyak link,"

"Biar apa?"

"Ya biar mempermudah atuh, da dunia pekerjaan teh sulit," jawab Naya. "Sekarang kita belum paham, tapi nanti kita bakal merasakan. Kerja itu engga enak, tapi kita mau selalu makan enak, bener engga?"

Anaraya mengangguk, "Gimana dong biar bisa punya banyak temen kaya teh Nay?" tanyanya serius walaupun engga pernah berniat sama sekali untuk mencoba. Karna bagi Anaraya, kuliah adalah tentang belajar, belajar, dan belajar. Dia engga terlalu memikirkan punya banyak teman kalau teman satu kostnya saja sudah dirasa cukup. Apalagi untuk bersosialisasi dengan banyak orang, rasa-rasanya cukup menyulitkan.

Naya hanya diam, belum ada jawaban yang menjawab pertanyaan Anaraya.

Tapi tak lama Naya menengok, disusul dengan tatapnya menemui netra, "Masuk Hima," jawab Naya dengan senyum sumringah di ujung kalimatnya.

Yah... itu sih, namanya promosi.

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀
---------

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀
Arrayan memeriksa kembali posisi mobilnya, kali ini sudah tepat, engga terlalu mepet dengan tembok. Bisa ia lihat dua motor yang sudah terparkir lebih dulu, sepertinya Haikal sedang ada disini untuk membuang-buang waktu (karna sebenarnya lelaki itu bisa saja melakukan hal yang lebih penting dibanding seharian ada disini untuk bermain PES).

Setelah mengunci pintu mobil, Arrayan berjalan untuk menutup pintu gerbang. Langkahnya biasa saja sebelum sang mata menemui seorang gadis yang memakai sweatshirt milik anedit tengah berjalan ke arahnya.

"Siapa?" tanya Arrayan. Mobil yang berasal dari tempat gadis itu keluar kelihatan engga asing di matanya. "Paket?"

"Bukan,"

"Terus?"

"Mau ke rumah ibu,"

"Ibu siapa?" Arrayan kembali bertanya. Mata lelaki itu mengikuti arah mata Anaraya yang berbinar menuju ke arah rumah disampingnya. "Mau ke tempat Kang Prana?"

"Prana?" tanya gadis itu bingung. "Bukan tempat kak Qian?"

"Sama aja," balasnya lalu mempersilahkan Anaraya masuk. Karna bangunan kost-nya terletak disamping rumah Kang Prana, atau lebih tepatnya--- bangunan kost ini adalah milik keluarga Qian Prana. Hanya saja dipisahkan oleh halaman dan taman tetapi masih di dalam satu lingkungan. Yang artinya, siapapun yang datang lewat pintu gerbang utama, memiliki dua opsi untuk bertamu kepada siapa. Kalau bukan ke para penghuni sewa, sudah dapat dipastikan akan bertamu ke rumah keluarga Qian Prana.

Dan dari jauh netranya melihat, Arrayan bisa memastikan kalau Anaraya bukan hanya teman yang sebatas teman, tapi lebih dari itu, Anaraya adalah seseorang yang spesial bagi Qian. Dari cara gadis itu tersenyum malu sampai ketika dekapnya disambut hangat oleh sang ibu, Arrayan tahu kalau gadis itu bukan hanya sekedar tamu.

Dan untuk pertama kalinya, Arrayan bisa memastikan sesuatu yang sebenarnya belum ia pahami. Tentang apa-apa yang baru dilihat pertama kali, tetapi sudah mampu mencipta senyum di penghujung hari.

Apa namanya... fall in love at first sight?

Mungkin, iya.

Mungkin memang iya.

Dan seharusnya jatuh cinta pada pandang pertama bisa semudah yang dibayangkan kalau jatuh cintanya bukan dengan Anaraya, bukan dengan seseorang yang sudah menjalin kata 'bersama' dengan Kang Prana.

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀

•••••

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀

Kang atau Akang artinya sama aja kaya Mas atau Kakak, tapi di Bandung biasanya lebih sering pakai sebutan 'Kang' kalau di dunia perkuliahan dan organisasi.

Semoga pembacanya menikmati cerita pendek yang terinspirasi dari lagu ini yaaa WKWKWK, engga akan banyak sedihnya kok (soalnya isi lagu ini seneng-seneng aja) dan semoga kalian selalu dikasih kebaikan di setiap harinya ya <3

Have a gooooOod and grateful day!

Adu rayu (short story from #aplomb)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang