Jejak Avonturir [4]

62 12 0
                                    

Acara terus berjalan hingga akhirnya selesai pada pukul sepuluh malam.

Setelah seluruh penonton pulang, anggota klub sastra pun mulai bersih-bersih.

Bokuto sedang berbincang-bincang dengan seorang temannya dari SMA Nekoma. Seorang laki-laki dengan tatanan rambut norak dengan seringai menjengkelkan di wajahnya, yang di masa depan akan dikenal Akaashi sebagai Kuroo Tetsoroo. Sementara itu, Akaashi sedang mengangkut properti ke gudang bersama Ketua dan Konoha.

Awalnya mereka hanya berjalan dalam keheningan, sampai ketua membuka percakapan ketika mereka menurunkan properti di gudang.

"Akaashi."

"Ya?"

Ketua menoleh pada Akaashi, menatapnya lekat-lekat, seolah tengah memastikan ulang sebelum mengucapkan sesuatu yang akan ia katakan.

"Puisimu yang tadi... bukan tentang perjalanan hidup seperti yang semua orang kira, kan?" Akhirnya Ketua mengucapkannya.

Konoha yang pertama merespon. "Bukan?" tanyanya. "Bukan tentang orang yang akhirnya mendapatkan jalan?"

Ketua mengerutkan kening, jemari mengusap-usap dagu. "Awalnya aku juga berpikir begitu. Tapi, setelah berkali-kali melihat Bokuto berlatih, aku sadar, penyairnya memang berniat menipu kita dengan membuat kita berpikir begitu." Kini, Ketua menatap Akaashi penuh tuduhan. Ia ingin membuat Akaashi mengaku.

Konoha menaikkan sebelah alis, lalu menatap Akaashi. "Akaashi, kau bisa membuat yang seperti itu?"

Akaashi tidak langsung menjawab. "Mungkin," gumamnya.

Sementara Konoha berpikir itu hal yang menarik, Ketua tersenyum puas.

"Dan sejauh pemahamanku, menurutku puisi itu tentang pertemuan pertamamu dengan seseorang. Tebakan terbaikku... pasti si pembaca puisi itu sendiri, kan?"

Kini, Konoha kaget bukan main. Hah? Yang benar? Akaashi membuat puisi mengenai pertemuan pertamanya dengan Bokuto? Kok bisa?

Akaashi sendiri, ia hanya menunjukkan senyum tipis. Tetap tenang seperti biasa, sama sekali tidak terpengaruh dengan kenyataan Ketua baru saja mengeksposnya. "Benar."

"Kau sama sekali tidak menyangkalnya?" tanya Ketua.

"Sebenarnya, sejak awal aku tidak berniat menutupinya," jawab Akaashi kalem.

Mendengar itu, Ketua hanya tertawa pendek. "Yah, tentu saja. Riddlefull 'Kaashi along the way."

Akaashi merengut. "Tolong jangan panggil aku seperti itu."

Di detik itu, Konoha pun mengerti kenapa Akaashi jadi sangat emosional saat Bokuto membaca tadi.

Mereka pun melanjutkan menata properti. Ketika mereka kembali ke auditorium untuk mengambil barang-barang yang tersisa, Konoha bertanya. "Apa menurutmu Bokuto tahu makna asli puisimu?"

Akaashi berpikir sejenak. "Kalaupun dia tahu, dia tidak menunjukkannya."

Bokuto bukan tipe orang yang akan menyembunyikan hal semacam itu. Maksudnya, ayolah, dia diabadikan dalam puisi lho! Kalau Bokuto tahu, dia pasti akan langsung menyombongkannya ke semua orang.

"Oh, baguslah. Karena kalau dia tahu, dia pasti akan langsung besar kepala sampai meledak!" kata Konoha.

"Tapi, kalian tahu, aku memikirkan ini," ujar Ketua. "Mungkin Bokuto sudah sadar dari awal. Dia juga tahu kalau semakin sering didengar dan dibaca, semakin terkuak pula isi sesungguhnya. Mungkin karena itu Bokuto hanya mau latihan bersamaku."

Konoha dan Akaashi saling pandang.

"Dia tahu makna aslinya, tapi dia tetap membacanya dengan cara seolah dia tidak mengetahuinya." Ketua menatap Akaashi. "Agar hanya kalian berdua yang memahaminya?"

Haikyuu!!! BOKUAKA Klub Sastra! AUWhere stories live. Discover now