Siapa Wanita Itu?

32 2 0
                                    

Wajah ayu nan ceria itu kini berubah menjadi pucat dan sembab, entah sudah berapa lama ia menangis Nara pun hampir tak mengingatnya. 

“Nara, kamu sakit Nak?” tanya seorang wanita paruh baya sangat Nara sayangi.

Nara menggelengkan kepalanya perlahan, bibirnya yang kering dan pucat itu masih terkatup dan enggan terbuka membuat Aida-sang ibu khawatir. Aida bergerak mendekat hendak mengulurkan tangannya namun segera ditepis oleh Nara.

“Nara, ada apa? Mengapa kamu begini?” tanya Aida mengernyitkan dahinya heran.

Nara masih membatu, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Aida semakin khawatir dan penasaran dibuatnya. Pasalnya, si putri bungsu ini adalah anak yang periang tak sekalipun ia menangis atau bersedih jika tanpa sebuah kesalahan besar.

“Apakah telah terjadi sesuatu? Katakan pada ibu, Nara!” 

“Jangan diam saja,” desak Aida.

Nara masih terdiam, enggan untuk bersuara. Hanya air matalah yang terus bercucuran membasahi pipinya. Aida meluruh hatinya, ia lantas membawa putri bungsunya itu ke dalam dekapan.

“Nara, apa yang terjadi Nak?” ucap Aida dengan suara bergetar.

Nara menghapus dengan kasar air matanya, dengan suara bergetar ia memberanikan diri berbicara pada ibunya. 

“Bu, kenapa Ibu tidak jujur kepada Nara?” ucap Nara yang saat ini menatap wajah sang ibu.

“Apa maksudmu, Nara?”

“Bu, Nara tau semuanya? Kenapa Ibu membohongi kami? Mengapa Ibu merahasiakannya dari kami?” cecar Nara yang sudah tidak tahan lagi.

Aida terkejut mendengar ucapan Nara, ia tak menyangka hari yang ia takutkan akhirnya datang juga. Sudah hampir lima tahun sejak Nara berusia enam belas tahun Aida menyembunyikan rahasia besar itu rapat-rapat. Dan hari ini semuanya berakhir, ia tak lagi bisa mengelaknya.

Aida mengusap air mata yang jatuh terurai di pipi putrinya dan sekali lagi ia memeluknya. Dan tangis keduanya pun pecah.

“Maafkan Ibu, Nara. Ibu tak bermaksud membohongimu dan Nana tapi ini semua demi kebaikan kita semua,” tutur Aida mencoba memberikan pengertian kepada sang putri yang ia yakini saat ini sedang penuh emosi.

Nara mengendurkan pelukannya, ia menegakkan tubuhnya menatap intens wajah sang ibu. “Kebaikan apa yang Ibu maksud? Menyembunyikan fakta bahwa laki-laki itu kejam? Menyembunyikan fakta jika sebenarnya aku memiliki Ayah yang buruk sifatnya? Dan ibu takut kami akan sedih begitu? Benar itu, Bu?” ucap Nara berapi-api.

“Nara ….” ucap Aida merendah berusaha meluruhkan amarah Nara.

“Jika benar begitu Ibu tak perlu takut dan khawatir lagi, karena Nara bersumpah tidak akan pernah memaafkannya!” Nara menaikkan nada bicaranya, ia benar-benar dikuasai api amarah saat ini.

“Nara, jangan bicara seperti itu Sayang,”

“Bu, dia sudah meninggalkan kita demi wanita lain!”

“Ibu tau itu menyakitkan tapi kamu tidak boleh berbicara seperti itu, Nara. Bagaimanapun dia adalah ayahmu, Nak.”

“Ckk! Ayah meninggalkan putrinya demi wanita lain,” cibir Nara.

“Nara! Istighfar Nak.” Aida memperingati putrinya dan tak ingin Nara berkata diluar batas.

Nara menghiraukan ucapan sang ibu, amarahnya telah menutup hati dan pikirannya. 

“Katakan sama Nara, Bu siapa wanita itu?” Nara mengguncang lengan sang ibu.

Aida dengan cepat menggeleng, air matanya kembali mengalir deras. Bukan ia tak mau memberi tahu. Tapi ia takut Nara akan semakin membenci ayahnya dan berbuat yang melampaui batas.

"Bu, siapa wanita itu?" desak Nara.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 04, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Maaf Untuk AyahWhere stories live. Discover now