Akhirnya Ainaya setuju, dia hanya perlu yakin, kalau adiknya aman di sana.

Dan merekapun melalui mobil thaletha dapat pulang ke rumah masing-masing.

.....

Kring!

Bel penanda masuknya jam pelajaran sudah berbunyi namun gadis pemilik nama Ainaya ini masih saja terlihat melamun, di mejanya.

Entah di mana perhatian dan kefokusan dari gadis ini berada.

"Nay?" seru Brian, namun Ainaya tidak menoleh sedikitpun.

Thaletha, Brian dan Sejuk memahami situasi dan keadaan gadis ini, sebab itu mereka memilih membiarkan Ainaya terlarut dalam benaknya sendiri.

....

Tap! Tap!

Suara langkah kaki yang begitu familiar ini milik dari Ainaya gadis ini sedang menuju ke arah parkiran motor dengan tatapan matanya yang masih kosong.

Ketika gadis ini baru saja ingin menggunakan helm di kepalanya, bunyi dari ponselnya yang terus bergetar di saku roknya itu membuat perhatian teralihkan.

Ainaya mengangkat telpon tersebut, walaupun nomornya tidak di kenal. Siapa tahu penting, 'kan?

"Halo?"

"Yang lo cari, ada di sini."

Ainaya mengkerutkan keningnya sejenak. "Siapa maksud lo?"

"Galang."

"Shit! Kalau lo sampe berani nyentuh adik gue, gue pastiin, lo akan mati secara sadis!" Ainaya mengancam

"Just try it, if you can, haha." ledek penelpon ini dengan sedikit terkekeh.

"BANGSAT!" umpat Ainaya, terpancing.

Tuttt... Tutt..

"SHIT!" Ainaya mengumpat.

Ting!

+62 821xxxxx

*Share lokasi*
15.31

Lo punya waktu 1 jam
15.31

I make sure you lose at your own game
15.32

......

Dengan sigapnya, Ainaya segera menancapkan gas ke lokasi tersebut, dari yang terlihat di maps, lokasi tersebut mengarahkan dirinya ke sebuah jalan dekat dari gang Azka. Atau lebih tepatnya sebuah gedung kosong?

Srip!!

Ainaya menghentikan mesin motornya tepat di depan gedung kosong tersebut.

"KELUAR LO!" teriak gadis ini yang untuk mengundang orang tadi keluar.

Lalu dari arah dalam gedung tua tersebut, keluar sosok seseorang yang sangat dikenal Ainaya.

Azka.

"LO? APA LAGI RENCANA BUSUK, LO? TERUS DI MANA ADIK GUE!" tegas Ainaya ekspresinya sudah begitu marah.

Azka terkekeh. "Apa? Adik lo? Hahaa... ternyata lo itu masih kayak dulu aja, ya, Nay. Lugu, polos, naif, dan juga bodoh!"

Ainaya terdiam sekarang , dirinya memberi kesempatan Azka untuk berbicara

"Adik lo galang itu ada di Jogja. Di sini cuma ada gue, dan jug elo!" papar Azka.

Detak jantung Ainaya kini berdetak kencang, bukan karena gugup atauou  salah tingkah—melainkan perasaan cemasnya. Ada yang tidak beres.

Perlahan gadis ini melangkah mundur menjauhi Azka, wajah Ainaya terlihat sedikit takut.

"Loh, kenapa lo jadi jauh-jauh, gitu? Emangnya lo nggak kangen, sama gue?" Azka tersenyum puas, melihat rasa tunduk lagi dari gadis ini, yang dulunya sangat berani.

"Gue peringatin, ke lo, jangan berani mendekat lagi!" ancam Ainaya.

"Mulai sekarang lo nggak bisa berhentiin gue!" Azka sekarang mulai mengikuti arahan gerakan Ainaya.

"What do you want again?" tanya Ainaya.

"Lo masih nanya, apa yang gue mau?" Azka semakin mendekat ke arah Ainaya, sialnya Ainaya kini terpojok karena dia sudah dekat ke arah tembok di belakangnya.

Brakk!

Secara mendadak dari belakang Ainaya, tiba-tiba ada yang menyerangnya dari belakangnya
—Rara, gadis ini memukul Ainaya menggunakan kayu rotan yang sangat tebal, tepat di tulang punggung Ainaya.

Karena kerasnya pukulan benda itu, mengakibatkan Ainaya tersungkur pingsan.

"Jebakan berhasil. So, happy play." sudut bibir kiri Rara tertarik.

Azka pun tersenyum

.....

Ainaya baru saja selesai dari pingsannya. Gadis ini secara perlahan membuka matanya dan merasakan pusing yang hebat.

"Akhhh...." gadis ini mengerang sakit. Kemudian terlihat bola mata gadis ini membesar dengan ekspresi seakan tidak percaya sama sekali.

Ia mendapati dirinya terbangun dalam keaadan bugil, bajunya berada di sampingnya seakan ada yang melepasnya.

Gadis ini sontak menjambak rambut-rambut di kepalanya. Teriakan demi teriakan terus saja terdengar dari mulutnya.

"ENGGAK, ENGGAK, INI PASTI MIMPI!"

"GUE KEHILANGAN HAL YANG BEHARGA?"

"ENGGAK DENGERIN GUE TUHAN, INI NGGAK MUNGKIINNNNN......"

"ARGHH!"


"Bund, Pah, Galang kalian di mana?"

"ARGH!!!!"

Terus saja gadis ini menangis, dan menjerit sekeras mungkin, ia terus menjambaki rambutnya  itu dan memukul apa saja yang bisa dia pukul.

Dia berada di dalam gedung tua yang lumayan luas ini sendirian, karena semakin larutnya malam dan tenaga yang terus di keluarkan Ainaya untuk memberontak cukup besar, membuat gadis ini pingsan dan tidak sadarkan diri sama sekali.

......

"Pah, Bunda gimana?" Galang dengan tergesa-gesa mendapati Wawan sedang berada di bangku tunggu, segera Galang mendekati Wawan dan melontarkan pertanyaan.

"Loh, kakak kamu mana?" bukannya menjawab pertanyaan dari Galang, Wawan justru menanyakan Ainaya yang tidak terlihat.

"Nggak usah ungkit dia." jawab Galang dengan raut wajah masamnya.

Ayahnya pun sudah menebak kalau ada pertengkaran diantara kedua anaknya itu. "Bunda kamu itu mengalami sesak nafas, tiba-tiba. Dan dia masih di ICU. Kita berdoa aja, ya, Galang." jelas Wawan.

Kini mereka berdua menatap ke arah secercah kaca yang menampilkan Riris yang sedang kritis, dilengkapi dengan selang dan bantuan alat-alat medis.

Bersambung.....

Ainaya ( End )On viuen les histories. Descobreix ara