Childhood Winter

36 8 0
                                    

🔍. 710 words





Patahan krayon dan pensil warna-warni bertebaran di sekitar meja cokelat berkaki pendek, bersama beberapa lembaran kertas yang kini tak lagi putih.

Sang pelaku, Kim Jibeom, anak lelaki yang sebentar lagi menginjak usia 10 tahun, tidak pedulikan suara televisi di hadapannya. Digelung selimut berbulu tebal guna menghangatkan tubuh dari suhu rendah akhir tahun, mata bulat itu menaruh fokus penuh pada lukisan yang tengah dikerjakan.

Ia tidak sendirian. Tepat di sebelahnya sang saudara laki-laki berjarak dua tahun lebih tua memiliki fokus sendiri, kartun akhir tahun yang ditayangkan di televisi.

Jibeom menatap puas maha karya berobjek robot, lukisan keempat yang ia selesaikan hari ini.

Asik mengagumi hasil tangannya, atensi Jibeom terpecah mendengar panggilan sang ibu yang terus berulang. Ia terburu keluar dari buntalan selimut, mengikuti asal suara.

"Iya, bu?"

"Gunakan mantelmu, bantu ibu antarkan ini ke rumah keluarga Bong," pinta sang ibu.

Aroma manis dan hangat memasuki indra penciuman Jibeom. Dapat ia lihat Ibu menaruh potongan kue beras warna-warni ke sebuah wadah, kemudian menutupnya.

Tidak mengindahkan perintah Ibu, Jibeom hanya berdiri seraya memberi tanya, "Anak pindahan dari Seoul? Kenapa Beom? Kan ada kakak,"

"Kalian teman sekelas, kan?" Ucap Ibu seraya memakaikan mantel tebal dan syal pada sang anak bungsu. "Lagi pula, ibu maunya Beom yang antar. Boleh?"

Jibeom mengangguk kecil setelah memutuskan untuk melakukan yang Ibu minta. Ia rasa tidak ada salahnya keluar sebentar setelah berdiam lama di rumah.

Berhasil mengenakan sepatu bot merahnya, Jibeom menapak pelan. Sang ibu berpesan agar tidak berlari karena salju yang selimuti jalanan. Kedua tangannya memeluk erat wadah kue beras, memastikan kue-kue hangat itu tidak terjatuh.

Kedua belah bibirnya tak henti bergerutu. Ibunya terlalu baik. Keluarga Bong kan, keluarga kaya, mengapa beliau mau repot-repot memberi kue beras yang tidak seberapa ini?

Hubungan mereka berdua memang tidak seakrab tokoh Pororo dan Crong di animasi kesukaan Jibeom, tidak pula seburuk kelihatannya.

Mereka terkadang berinteraksi dengan baik?

Entahlah. Jibeom juga tidak tahu apa bisa disebut baik karena satu bulan sejak perpindahan Jaehyun, yang mereka lakukan hanya mempermasalahkan segala hal di setiap kesempatan. Saling menyalahkan namun tidak berhenti bermain bersama.

"Ugh!" Rutuknya, sadar akan isi pikirannya yang mulai terasa salah.

Apa-apaan. 'Mereka'? Jibeom rasa ia harus segera meminta sang ibu untuk mengompresnya sepulang nanti.

Bincang dengan diri sendiri terusik, langkah kecilnya melakukan henti di depan taman bermain di ujung gang perumahan.

"Bong Jaehyun?"

Apa yang bocah lelaki itu lakukan sendirian di taman bermain saat hari bersalju?

Ah, Jibeom jadi ingat kalimat ibunya tadi di rumah.

"Ibu Jaehyun sibuk menyiapkan peragaan busana awal tahunnya, sedangkan ayah Jaehyun harus mengurus perusahaan di luar negeri. Jadi ibu ingin mengirim kue beras ini untuk menemani Jaehyun,"

Jibeom tidak mengira kalau ibu dan ayah Jaehyun benar-benar tidak ada di akhir tahun seperti ini. Kehidupannya sendiri selalu ramai dan berisik. Mengingat Jaehyun merupakan anak tunggal, ia pasti sangat kesepian.

Ia sedikit merasa bersalah karena terlalu sibuk mencari-cari letak kesalahan Jaehyun setiap bocah Seoul itu melakukan sesuatu, sampai lupa mencari apa yang harusnya ia lakukan sebagai... teman sekelas?

"Ya! Bong Jaehyun!"

Mendengar teriak nyaring yang tidak asing di telinga, Jaehyun menoleh. Alisnya bertaut, bingung akan kehadiran tetangga barunya itu.

Dapat Jibeom lihat yang ia panggil berlari kecil ke arahnya dengan bola basket di genggaman.

"Kim Jibeom? Apa yang kau lakukan disini?"

Tidak memberi jawab, Jibeom malah ulurkan sebelah tangannya, menepuk pelan pucuk kepala sang teman. Bibir mungilnya membentuk kurva manis, diikuti setitik lubang di pipi.

"Jaehyun anak baik, mau makan kue beras?"

Terkejut dengan perlakuan tiba-tiba yang lebih muda, ia tepis cepat tangan di kepalanya tanpa berpikir. Sadar akan salah, ia raih kembali jemari pendek yang mulai membeku itu di detik berikutnya.

Bibirnya bergumam, "Ayo makan,"

Jibeom tidak tahu hubungan seperti apa yang akan ada di antara ia dan si tetangga baru. Pun tidak terlalu memikirkannya.

Mereka hingga kini masih sering kali berselisih pendapat dan mempermasalahkan hal sepele, namun keduanya juga tak temukan ketidaknyamanan saat bersama.

Mungkin selain meminta untuk dikompres, Jibeom juga akan berterima kasih pada ibunya kelak di rumah.



끝.



Ide awalnya dari salah satu episode hello jadoo. Saat yunseok sakit tapi tidak ada yang temani karena orang tuanya sibuk, jadi ibu jadoo meminta jadoo mengirim sup daging dan kerang padanya.

Poin utamanya adalah saat jibeom (sebagai jadoo) menepuk kepala jaehyun (sebagai yunseok) untuk menghiburnya. Itu manis sekali... love-hate relationship yunseok jadoo juga kena banget sama bongbeom hehe.

Come see me as jibeomberry on twitter <3

💌 with a million of love, joozchan.

Pai Apel : Mostly Bongbeom lolWhere stories live. Discover now