"lalu saat jam istirahat, dia merebut cemilan kesukaanku, padahal aku sudah memegang cemilan itu lebih dulu. Lalu saat jam pelajaran dia juga membuat keributan yang membuat aku dan dia dihukum untuk berdiri di depan kelas dengan satu kaki." Kata Karina lagi, membuat ayah Jeno semakin kesal.

"lalu, saat pulang sekolah dia menarikku paksa untuk ikut bersamanya, sampai-sampai pergelangan tanganku memerah." Kata Karina menampakkan raut wajah sedih, dan tentu saja itu hanya pura-pura saja.

Ayah Jeno membuang nafasnya kasar mendengar perkataan Karina.

"sudah kukatakan padanya untuk membawamu dengan baik, tapi beraninya dia menarikmu dengan kasar?! Untuk hal ini paman tidak bisa membiarkannya." Kata ayah Jeno kesal, Karina mengangguk setuju.

"rasakan itu." kata Karina senang di dalam hatinya melihat tanggapan ayah Jeno.

Bertepatan dengan itu, Jeno datang lalu duduk di sofa yang sama dengan Karina. Tatapan tajam dari ayah Jeno membuat Jeno mengangkat alisnya bingung.

"ada apa?" tanya Jeno.

"bukankah sudah kukatakan kepadamu untuk membawanya dengan baik? kenapa kau menarik tangannya paksa?" kata ayah langsung pada intinya.

"apa?" kata Jeno masih kebingungan.

"kenapa menariknya paksa bila hanya ingin berbicara berdua di rooftop? Kenapa merebut cemilannya? Kenapa membuat keributan sehingga membuatnya ikut dihukum di depan kelas bersamamu? Dasar bocah tengik!" kata ayah marah.

"apa?!" kata Jeno tidak percaya dengan semua yang dikatakan ayahnya.

Jeno segera melihat Karina yang baru saja mengalihkan pandangannya sebelum pandangan mereka bertemu.

"yak! kebohongan apa yang kau katakan kepada ayahku?" tanya Jeno pada Karina.

"aku? Aku tidak mengatakan apa-apa." kata Karina enteng.

"lalu kenapa ayahku bisa mengatakan hal yang setauku berbeda dari yang sebenarnya terjadi?" Kata Jeno kesal.

"aku hanya mengatakan ini dan itu." kata Karina.

"ini dan itu apa?"

"apa saja yang membuatmu akan mendapat amarah." Kata Karina dengan suara yang sangat pelan sehingga tidak dapat didengar oleh ayah Jeno.

Jeno membelalak matanya, sedangkan Karina tersenyum tipis melihat tanggapan Jeno setelah mendengar perkataanya itu, karena dia yakin Jeno pasti mengetahui apa yang dikatakan olehnya walaupun dia berbicara dengan suara kecil.

"Jeno!" panggil ayah, Jeno menoleh.

"kartu kreditmu di block selama satu minggu." Kata ayah.

"asha! Rasakan itu." kata Karina berteriak senang di dalam hatinya.

"ayah!" teriak Jeno tidak terima.

"tidak ada negosiasi lagi. Ayo makan siang bersama." Kata ayah lalu membawa Karina pergi ke meja makan.

Jeno melihat kepergian Karina dan ayahnya dengan kesal. Dengan langkah malas Jeno pun segera menyusul mereka.

Sesampainya di meja makan, Jeno langsung di sapa dengan hangat oleh bibi yang bertugas untuk memasak makanan dirumah mereka. Jeno duduk di kursi yang sudah ditarik lebih dulu oleh bibi.

Bibi mendekati Jeno lalu membisikkan sesuatu. Karina melihat interaksi itu penasaran dengan apa yang bibi katakan. Jeno membalas perkataan bibi dengan berbisik juga. Setelah selesai berbicara entah kenapa tatapan bibi berubah menjadi aneh melihat Karina.

Karina bergidik ngeri melihat tatapan bibi. Dia memberikan senyum paksanya mencoba untuk tetap bersikap baik.

"apa yang dikatakannya pada bibi sehingga melihatku seperti itu." kata Karina di dalam hati.

From Message To RealityWhere stories live. Discover now