“Tapi Frey, kau tidak harus menjadi Duchess. Ayah akan memberikan segalanya padamu” Count berjanji akan mengusahan segalanya.

“Apa yang bisa ayah berikan?” Freya menatap tajam ke ayahnya.

“Ayah tidak punya apa apa. BAHKAN TIDAK SEDETIKPUN AYAH MEMIKIRKAN AKU. AKU KESEPIAN” Freya berteriak dengan keras, mengambil vas bunga dan melempar ke arah Ayahnya.

Count tidak menghindar, ia rasa dirinya pantas mendapatkannya. Darah berwarna merah segar mengalir dari pelipis Count Dempster.

Freya terkejut karena ayahnya tidak menghindar namun dirinya masih marah. Ayahnya tidak tau apa apa tentang dirinya. Kebahagiaannya, yang dirinya inginkan hanya Ainsley.

“Aku tidak sudi menjadi anak Ayah lagi” Freya menatap tajam dan mengatupkan giginya lalu pergi meninggalkan Count sendirian.

“Maafkan, ini karena kau lahir dari ayah yang tidak berguna” hati Count sakit. Sekarang sudah tidak ada siapa siapa lagi disisinya.

“Dasar tua Bangka, aku sudah tidak bisa menggunakan alasan Ibu dan Kakak untuk keinginanku.”

Freya marah, biasanya ayahnya akan melakukan apapun untuknya jika sudah berbicara tentang Ibu dan Kakak. Rasa bersalah ayahnya yang ia gunakan.

“Aaaarrgghh dasar jalang gila, aku akan membuatmu hancur Chartarina.” Mata Freya membara.

🌱🌱🌱

Aku berjalan menuju ruang kerja Marquess. Karena kedudukan ayah, dirinya memiliki tempat kerja tersendiri di Istana Kekaisaran. Meski tempat kerjanya dan Istana pangeran memiliki jarak yang jauh.

“Haahhh” aku akhirnya sampai didepan pintu ruang kerjanya.

Aku membuka pintu, karena tidak ada penjaga.

“Ayah” aku memanggilnya dan mendekat.

“Ada apa?” Marquess melihatku, menunggu jawaban.

“Apa Ayah sedang sibuk?”

“Tidak” wajahnya tidak berubah sama sekali.

Hahh, bagaimana anak dan ayah bisa begitu berbeda. Kakak dan Ayah, bagai air hangat dan air dingin. Aku melihat ke meja kerjanya, sepertinya Ayah berbohong jika tidak sibuk. Tapi tidak apa apa kan jika sebentar saja?

“Aku ingin mengajak Ayah berkencan” Aku memberikan senyum.

“Apa?” Marquess memperlihatkan wajah terkejut meski sesaat.

“Ah apa Ayah tidak bisa?” Aku membawa kedua tanganku kebelakang dan memiringkan tubuhku.

“Tidak” Ayah akhirnya berdiri dan jalan mendahuluiku.

“Ey, Ayah harusnya kita jalan bersama”

Aku mengandeng legannya, tubuh Marquess menegang. Belum terbiasa dengan sentuhanku. Ayah diam diam menaikkan sedikit lengannya agar aku dengan nyaman menaruh tanganku. Ah manis sekali Ayahku.

“Karena Ayah masih dalam waktu bekerja, apa tidak apa apa jika berkencan dengan jalan jalan ditaman?” Aku menanyakan pendapatnya.

“Ya” Ia hanya menjawab dengan singkat.

“Aku harap waktu berhenti” Aku menyenderkan kepalaku dilengannya, lagi lagi tubuh ayah menegang.

Be a Healer [END]Where stories live. Discover now