" KALAU GUA HILANG GIMANA??" 

" Yakan ada handphone lu, bego. Telfon aja!"

" Lu bener bener ga bisa temenin gua ya, Key?" Tanya Sherina, memelas. Gua menghela nafas panjang. Sebenarnya bisa aja gua nemenin dia, tapi gua gak mau pekerjaan gua numpuk. Gua udah telat setengah jam. 

" Sorry, Sher. Waktunya mepet. Lagian yang lain gak bakalan izinin kalau gua nemenin lu lagi" gua berupaya beralasan. 

" Udah, Sher. Nanti telfon aja. Nanti gua bantuin kalau emg kesesat"  

Pertama, Sherina terlihat ragu. Dia memang sedikit paranoid. Tapi, jika mempertimbangkan hal yang gua sarankan tadi, sangat mungkin  jika dia ketinggalan banyak. 

" Yaudah, selalu pegang hape ya! Awas kalau gua telfon ga diangkat!" Ancam Sherina berapi api. Gua hanya berdecak kesal. 

" Iya iya. Cepetan sana!" Dengan gusar, Sherina berjalan meninggalkan gua dan teman teman lain yang sedang sibuk mengurus stan. 

" Eh, Key, jangan lupa projectornya ditambah lagi!" Seru Lail, salah satu rekan setingkat, sambil lalu. Gua hanya mengangguk, sambil menatap punggung Sherina yang kian menghilang ditutupi kerumunan orang. 

" Oke, lail" 

Gua gak tau, kalau saat itu, keputusan yang gua buat untuk biarin Shery pergi sendiri, bakalan ubah banyak hal. Termasuk kehidupan Sherina Prabaswara sendiri. 


_._._


(Special Pov.)

"Duh, gua harus gimana nih? Yang lain pada gak bisa di hubungin lagi. Pasti lagi sibuk dengan stan"  

Setelah ninggalin stan informatika, aku mulai jalan jalan di seluruh area aula. Mencari stan kedokteran. Dalam hati sebenarnya, aku nyumpahin Keyra. Kurang asem tu anak. Biarin aku cari stan kedokteran yang mungkin udah tenggelam oleh ribuan kerumunan di aula kampus sebesari ini. 

Tapi, aku juga ngerti kalau waktunya emang benar benar mepet. Lagian dia juga udah terlambat setengah jam. Gak mungkin dia harus bantu aku untuk keliling aula sebesar ini. Walaupun Key udah janji bakalan aktif kapanpun di telfon, aku tetap parno sendiri. 

(Just Imagine aulanya 5 kali lipat lebih besar dari pada gambar ini)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Just Imagine aulanya 5 kali lipat lebih besar dari pada gambar ini)

Aula yang luasnya bukan main ini bisa menampung setengah dari stadion Sriwijaya. Orang bisa hilang ditengah tengah kerumunan yang cukup menyesakkan seperti saat ini. 

Entah karena sesaknya kerumunan atau ada hal lain, penglihatanku semakin buram. Dan hal itu buat aku nabrak seseorang dengan cukup keras dari belakang. Sontak aku berbalik. 

" E-eh! S-sorry! Maaf, gak sengaja sumpah!"  Dengan susah payah, aku berusaha mendongak, melihat orang yang kutabrak. Dia laki laki dengan tinggi yang berbeda jauh dengan tinggiku. 

" Iya, gapapa" 

Suara beratnya, membuatku menyipit. Berusaha melihat lebih baik, siapa sosok didepanku saat ini. Namun, belum bisa. Penglihatanku masih berkunang kunang. 

" Mau kemana?" 

" A-ah, mau ke stan kedokteran" rasanya, cukup tidak bisa dipercaya. Biasanya kalau ditabrak, seseorang pasti akan langsung meninggalkan orang yang menabraknya seperti ku tadi. Tapi sosok ini berbeda. 

" Mari, gua antar" tawarnya, yang membuat gua sontak menggeleng pelan. 

" Eh, ga usah, gua bis-"

" disini rame banget. Kalau ga terbiasa, nanti tersesat. Emang lu mau kesesat di tengah tengah kerumunan kayak begini?" Sambarnya cepat, yang membuatku bungkam seketika. 

" Jadi, mau gak?" Rasanya, canggung sekali. Aku bahkan belum melihat wajahnya. Tapi, dia dengan bermurah hati menolongku. 

" Iya" cicitku pelan. 

Perlahan, aku bisa merasakan sesuatu merambat tanganku. Itu membuat sensasi listrik yang tiba tiba menjalar dalam tubuhku. Aku tersentak kaget. 

" Permisi, gua genggam tangannya ya. Supaya lo gak kepisah dari gua" ujarnya pelan, sembari menarikku menjauh dari kerumunanan. 

Seumur hidup, aku baru tau, kalau berada dikerumunan, juga dapat meningkatkan kecepatan detak jantung kita. 


_._._


Belum terlalu panjang. Dan sorry kalau masih ada kekurangan2 lainnya. 

Hope u like it<3

GeezanWhere stories live. Discover now