Δέκα | Darchelle De'Boutique

55 19 18
                                    

Hari ini, pagi-pagi sekali Edlynne bangun dari tidur lelapnya semalam. Gadis itu membuat makanan sederhana sebagai sarapan Theon dan Darien. Kemudian pergi selepas meninggalkan catatan kecil yang mengatakan bahwa ia pergi dan baru akan kembali malam nanti.

Edlynne melangkahkan kakinya dengan antusias penuh dalam hati. Imajinasinya sudah merangkai bayangan-bayangan menyenangkan. Tentang bagaimana ia akan memakai gaun indah untuk pertama kali, tentang bagaimana ia akhirnya dapat mengunjungi pesta kerajaan, dan tentang bagaimana ia dan Evander akan menari di lantai dansa nanti.

Ah, senangnya!

Edlynne menurunkan tudung jubahnya kala ia akhirnya sampai di depan bangunan dengan tulisan "Darchelle De'Boutique" besar di atasnya. Saat itu juga ia menjumpai sosok Evander di depan pintu kaca berbingkai kayu tersebut. Lelaki itu menghampiri Edlynne dan menawarkan lengannya yang langsung disambut oleh sang gadis. Keduanya masuk ke dalam dengan bergandengan tangan.

Rupanya kali ini Evander tidak datang sendiri, melainkan dengan didampingi Damian yang sudah menunggu di dalam. Edlynne tentu saja tak mengenali pemuda itu pada awalnya, sampai akhirnya Evan mengenalkan Damian sebagai pengawal pribadinya sejak kecil. Edlynne dan Damian berkenalan. Lalu dengan begitu saja Evander meminta pemilik butik untuk menunjukkan koleksi gaun terbaik mereka.

"Aku pikir tidak perlu terburu-buru seperti ini, Evan," ucap Edlynne segan. Kendati keduanya telah mengonfirmasi perasaan masing-masing, rasanya tetap berat bagi Edlynne untuk merepotkan Evander begini.

"Tidak apa-apa, Nona. Lebih cepat lebih baik. Pangeran tidak bisa terlalu lama keluar istana tanpa pemberitahuan kepada Raja sebelumnya," kata Damian menjelaskan. Namun Edlynne masih nampak ragu.

Evander tersenyum menenangkan Edlynne. "Beri tahu saja aku kalau kau sudah menemukan gaun yang kau suka," tuturnya seraya mengelus kepala gadisnya lembut.

Edlynne akhirnya dibawa oleh pegawai butik untuk melihat-lihat gaun. Sementara Evander tiba-tiba meminta ditunjukkan koleksi sepatu mereka.




꒰  C h a m è n o s  ꒱






Tok tok.

Alento menoleh ke arah pintu teras kamarnya. Setelah melihat sosok yang mengetuk kaca berbingkai tersebut, ia lalu terbahak geli. Diletakkannya buku dengan sampul coklat tua yang ia pegang sedari tadi, kemudian bangkit dan membuka pintu itu.

"Kali ini kau bahkan sampai memanjat untuk masuk ke kamarku diam-diam? Kau sungguh tidak terduga, Arie," sanjung Alento bernada mengejek.

Arienna mendengus sebal. "Kau tidak ada di  'tempat kerja'-mu tadi. Jadi aku terpaksa menyelinap dan memanjat kesini. Lagipula mengapa kamarmu harus berada di lantai 2, sih? Dan apa pohonnya tidak bisa menjadi lebih dekat lagi dengan teras kamarmu? Aku nyaris jatuh!"

Alento tertawa lagi. Sungguh, ya! Terkadang ia merasa sangat beruntung karena dapat melihat sisi ini dari putri pertama Elisium.

"Ya ampun, pasti sulit sekali, ya? Perlukah aku mengaitkan tali disini agar memudahkanmu menyelinap ke kamarku lagi lain kali?" tanya Alento yang langsung membuat Arienna melayangkan tangannya menuju bahu Alen.

Arienna masuk ke dalam kamar Alento, takut seorang pengawal akan melihatnya jika ia terus berada di teras lebih lama. Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar Alento.

"Kau tidak mempersiapkan apapun untuk pesta nanti malam?" tanya Arienna.

Alento mengendikkan bahunya. "Memang apa yang harus ku persiapkan selain ini?" tanya Alento balik sembari menunjuk wajahnya.

𝐈𝐁𝐄𝐑𝐈𝐀: ChamènosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang