Prolog

401 89 24
                                    

Hinata, gadis bermata rembulan itu membuka perlahan kelopak matanya dengan malas. Menatap ke depan kelas memperlihatkan dua orang yang sedang berbincang.

Dua orang dengan berbeda jenis kelamin itu tengah berbincang, terlihat dari raut wajah mereka sepertinya tengah membicarakan sesuatu yang manis. Hinata mendengkus.

Terdengar tawa gadis di depannya. Dengan senyum malu-malu menutup wajahnya dengan tangannya, rona merah di wajah sang gadis menandakan bahwa ia sangat bahagia. Sampai mata sang gadis bertatapan dengan mata Hinata.

Gadis itu terlihat kaget, bibirnya yang mengulas senyum langsung ia gigit bawahnya. Menatap Hinata dengan pucat, menunduk dengan takut. Hinata mengangkat alisnya dengan bingung.

Pria yang menjadi lawan bicara sang gadis memperhatikan gelagat sang gadis yang seketika berubah. Mengikuti arah pandangan dan mendapati Hinata yang menatap keduanya, ia dengan cepat melindungi sang gadis di belakangnya.

Merasa ada yang melindunginya, sang gadis memegang tangan pria di hadapannya dan berlindung di belakangnya.

Hinata yang melihat itu ingin memaki sekeras mungkin, Hinata merasa mual melihat dua orang itu yang dengan tidak tahu malunya memperlihatkan kemeseraan mereka di depan umum.

"Kau, Hyuuga Hinata. Jangan mengganggu Shion," kata lelaki itu yang membuat Hinata kaget.

Mata mana yang memperlihatkan Hinata mengganggu wanita menye-menye itu.

"?" Hinata menatap dengan heran, melihat gadis yang di belakang tunangan Hinata perlahan mengeluarkan wajahnya.

"Hinata-san, kau... Aku tahu aku salah, tapi... Kau tidak bisa memisahkan dua orang yang saling mencintai," katanya dengan nada lemah. Gadis yang bernama Shion itu perlahan memperlihatkan wajahnya. Wajah yang dipenuhi tekat dengan sedikit rasa takut.

Banyak yang simpati terhadap gadis manis tersebut. Membuat Hinata sebagai manusia jahat yang memisahkan kedua insan yang saling mencintai.

Demi Tuhan Hinata ingin mengumpat.

"Heh? Kau tahu kau salah tapi kau masih berkencan dengan tunangan seseorang," kata Hinata sambil tersenyum remeh. Shion semakin menundukkan wajahnya. Matanya berair dan ingin menangis.

Melihat gadis tercintanya dibully tunagan yang tak ia sukai. Pria bernama Utakata itu memerah menahan amarah.

"Jaga mulutmu Hinata Hyuuga. Dari awal perjodohan ini diatur oleh kedua keluarga, aku tidak pernah mau bertunangan denganmu," katanya dengan marah. Hinata tertawa.

"Tidak mau bertunangan? Heh? Kalau begitu kenapa sampai sekarang kau tidak mau memutuskan pertunangan ini?" tanya Hinata yang membuat kaget Utakata.

"Kenapa? Apa kau takut? Kau dengan jelas berselingkuh dengan gadis oh, maaf,  wanita kesayanganmu di depan mataku. Lalu kau tidak mau memutuskan pertunangan? Apa yang kau takutkan Utakata-sama?" Hinata berkata sarkas yang membuat wajah Utakata memerah menahan malu.

"Heh, dasar pengecut. Kau takut, kan? Kau takut akan ayahmu itu, tidak bisa jadi pewaris? Heh, kau harus membayar kompensasi ganti rugi ke keluarga Hyuuga akibat perbuatanmu. Apa yang akan dikatakan ayahmu? Aku yakin kau akan keluar dari daftar pewaris."

"Kau!" Utakata yang tak terima akan perkataan Hinata membentak dengan keras. Membuat seisi kelas kaget, begitu pula gadis bernama Shion.

"Apa aku? Apa? Tidak bisa berkata-kata?" Hinata melipat kedua tangannya di depan dada, melihat Utakata yang memerah menahan amarah dan Shion yang menunduk berpikir. Gadis itu mendengus.

"Ku berikan waktu tiga hari, jika ku tidak memutuskan pertunangan ini, jangan menyesal jika aku bertindak," kata Hinata kemudian mengambil tasnya dan keluar dari kelas.

Belum juga keluar, Utakata berteriak.

"Kau, heh. Dengan dirimu? Kau hanya anak yatim piatu yang sudah tidak berguna. Tanpa ayahmu, Hyuuga tidak akan bisa bertahan lama." Perkataan yang keluar dari mulut Utakata membuat Hinata berhenti dan membalikkan badannya.

Gadis itu menatap Utakata dengan tajam, senyum simpul yang ada di bibir merah muda itu telah hilang digantikan dengan garis datar.

"Oh? Kita lihat saja Shura Utakata. Siapa yang pertama hancur, Hyuuga atau Shura milikmu."

"Lagipula, daripada memikirkan masa depan Hyuuga. Pikirkan saja bagaimana nanti kau akan beritahu ke ayahmu mengenai pertunangan kita, walaupun kedua orangtuaku tak ada, biaya kompensasi tetap tertulis di surat perjanjian," lanjut Hinata kemudian pergi meninggalkan Utakata dengan wajah masam.

"Dasar wanita sial," umpat Utakata. Shion datang dan memegang tangan pria itu.

"Apa tidak apa-apa?" tanya gadis itu yang dibalas tatapan lembut Utakata.

"Tidak apa, lagipula sudah lama aku ingin mengenalkanmu pada kedua orangtuaku," katanya yang dibalas senyum malu-malu Shion.

.
.
.

Hinata berjalan keluar gedung Universitas T-One, menyusuri jalanan setapak yang sepi. Universitas T-One yang memang terletak di bawah bukit, butuh waktu dua jam menempuh dengan berjalan kaki, biasanya mahasiswa mahasiswi Univeristas tersebut mengendarai mobil atau diantar jemput supir pribadi. Sayangnya, Hinata ingin berjalan kaki.

Gadis itu tak memperhatikan jalan, menatap langkah kakinya yang berjalan selangakah demi selangkah.

Menghela napas lelah. Gadis itu menggeleng.

Entah bagaimana, ia mulai sadar. Waktu yang ia habiskan mengejar Utakata sudah terlalu banyak. Menyebabkan kedua orangtuanya mengalami kecelakaan yang menewaskan kedua orang kesayangannya tersebut.

Namun, bukannya mendapat cinta balik dari Utakata, Hinata harus menelan pil pahit bahwa hati Utakata memang bukan untuknya. Untuk gadis lain. Dan sialnya lagi, ia baru mengetahui jika kecelakaan yang dialami kedua orangtuanya berhubungan dengan grub Shura. Grub milik ayah Utakata.

Hinata menghela napas panjang, entah bagaimana jika gadis itu tidak menerima email dari anonim. Bukti-bukti yang membawa masuk Shura dalam kecelakaan kedua orangtuanya. Bukti penggelapan uang Hyuuga yang belum juga beres.

Hinata mengangkat ponselnya yang berdering, memerintahkan supir pribadinya untuk menjemputnya di jalan. Masih banyak yang gadis itu lakukan, membereskan sisa tikus-tikus di Hyuuga.

Bam!

Tanpa sadar, Hinata menabrak sesorang yang ikut terpental beberapa langkah.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Hinata kemudian menatap pria di depannya yang memakai baju kemeja putih dan celana kain biru dongker.

Lama, Hinata menunggu jawaban pria itu tapi tak di jawab. Ia hanya melihat Hinata dengan tatapn tajam.

Hinata menggigit bibir. Ini salahnya apa bukan? Jelas-jelas salah berdua.

"Eun, namaku Hyuuga Hinata. Kalau butuh sesuatu, telepon ke arah sini." Menyodorkan kertas bisnis ke arah pria yang ditabraknya, Hinata bergegas pergi. Berhubung mobil Hyuuga telah terparkir di seberang jalan.

Tanpa gadis itu sadari, mata pria itu tidak lepas dari tubuh gadis itu. Menatap dengan intens. Seperti binatang buas yang mengunci targetnya.

"Ketemu kau, sayang," ucapnya.




....

Uwu, ini masih prolog yah tsay. Jadi jangan ada nanya ini pasangan saha sih saha sih. Kepo atuh.

Yaudah klu nemu typo jangan sungkan

Salam baka dari kuu

Ps: maaf ini fic baru ehe.

Bye bye

Hello, good MorningNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ