"Karena Mas mencintai kamu, Arum," jawab Danu dengan nadanya yang penuh amarah. Kali ini, Arum bisa melihat emosi sedih dan juga kecewa dalam mata pria itu, di balik semua amarah dan sikap dinginnya. "Mas melakukan semuanya untuk kamu. Dan Mas tidak mungkin membunuh Ayah."

"Kebohongan apa lagi ini..." dengus Arum tak percaya dengan bibirnya yang gemetar hebat.

Danu memyipitkan matanya, tampak tidak senang dengan sikap Arum. Jantung Arum berdegup kencang ketika mengetahui pria itu sangat marah padanya. Mas Danu mengunci tengkuk Arum agar wanita itu mendongak ke arahnya. Tangannya yang lain berada di pinggang Arum, menahan agar wanita itu tidak ke mana-mana.

"Mas adalah satu-satunya yang kamu percayai, Arum. Hanya Mas yang menyayangi kamu," ucap Danu, mendikte setiap perkataannya pada Arum.

"Lepas," keluh Arum sembari berusaha mendorong dada Mas Danu, tetapi pria itu menarik Arum semakin dekat.

"Tidak ada yang lain, selain Mas," tambah Danu perlahan di depan bibir Arum. Lalu, tanpa izin wanita itu, Danu melabuhkan ciumannya di bibir Arum. Arum bergeliat, memberontak sebisa mungkin. Namun, Mas Danu menahan kedua tangannya hingga Arum tidak bisa menjauh. Ciuman pria itu liar, menuntut dan membuat Arum kehabisan nafas.

Ketika Mas Danu melepaskan ciumannya, Arum dengan segera langsung mendorong tubuh pria itu hingga membuatnya terhuyung. Ia bersandar di konter dengan wajahnya yang penuh kemarahan juga ketakutan. Air matanya terus turun dan membasahi pipinya. Arum sampai terisak, saking jengkelnya pada Mas Danu.

"Mas akan pulang lebih awal. Kita akan makan bersama dan bersikap seolah tidak ada yang terjadi," gumam Danu dengan nadanya yang dingin sembari membalikkan tubuhnya dan pergi dari situ.

Arum berteriak sekencang mungkin. Teriakan yang penuh dengan perasaan frustrasi dan kemarahan yang tak terkira. Gelas kaca dilemparkan Arum ke dinding, berharap benda itu pecah di kepala pria bajingan itu. Arum menangis sejadi-jadinya di dapur hingga tubuhnya merosot di lantai. Ia memeluk tubuhnya sendiri, sebab Arum benar-benar sangat ketakutan sekarang. Mbok Asri buru-buru menghampiri Arum dan menenangkan wanita itu, khawatir jika Arum keguguran.

"Mbok, Arum ingin mati," isak Arum putus asa, membuat hati Mbok Asri teriris mendengarnya.

***

Arum menatap piringan hitam yang berputar dengan tatapan kosong. Kini, ia tengah berbaring menyamping di sofa, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Air mata tak hentinya menitik dan membasahi kain sofa. Satu-satunya yang masih memberi Arum harapan untum hidup adalah surat-surat Ayah. Setidaknya, surat itu membuktikan jika Ayah masih hidup dan masih berada di kota pelabuhan, terlepas dari perkataan Mei Li padanya. Mungkin Mei Li benar, Ayah ditangkap, tetapi mungkin Mei Li tidak tahu jika Ayah berhasil kabur. Namun, untuk Mas Danu sendiri, Arum tidak lagi mempercayai pria itu, tidak peduli jika Mas Danu mengatakan yang sebenarnya. Akhirnya, Arum bisa melihat sifat asli Mas Danu. Bajingan, pemaksa dan manipulatif.

"Non, makan dulu," bujuk Mbok Asri entah yang ke berapa kalinya.

"Mbok, bantu Arum, Mbok," ucap Arum memohon sembari bangkit dari posisinya agar ia bisa sejajar dengan Mbok Asri.

"Non... saya tidak..." ucap Mbok Asri dengan wajah sedihnya. "Saya takut pada Pak Danu."

"Saya mohon, Mbok," isak Arum lagi sembari menggenggam tangan Mbok Asri. "Saya benar-benar tidak tahu lagi harus percaya pada siapa. Saya harus membuktikannya sendiri."

Lama Mbok Asri terdiam. Wajah wanita paruh baya itu gamang dan tampak gusar. Mbok Asri melihat Arum sekali lagi sembari mengusap rambut panjang Arun yang bergelombang. Arum menangis dengan tatapan memohonnya pada Mbok Asri. Mbok Asri menelan ludahnya, menggengam tangan Arum dan membulatkan tekadnya.

"Tunggu di sini, Non," ucap Mbok Asri, lalu menghilang dari situ. Arum menunggu Mbok Asri dengan secercah harapan di dadanya. Ia berdiri sembari berjalan mondar-mandir di ruang tamu yang luas itu, memikirkan rencananya selama ia di kota pelabuhan.

"Non."

Panggilan itu disertai dengan genggaman erat di tangan Arum. Arum menunduk dan mendapati di sana terselip sebuah kunci. Arum mendongakkan kepalanya, menatap Mbok Asri dengan tatapan terharunya. Ia memeluk tubuh wanita paruh baya itu dengan penuh rasa terima kasih.

"Pak Danu biasanya sering menyimpan uang di laci meja kerjanya, sebagai uang darurat di rumah," ucap Mbok Asri, memberikan informasi penting pada Arum. Arum kembali mengangguk dengan matanya yang berair.

"Terima kasih, Mbok," ucap Arum sembari tersenyum tegar pada wanita itu. Arum buru-buru berjalan ke arah ruang kerja Mas Danu. Ia membuka pintu kayu itu, lalu masuk ke dalamnya dengan langkah pelan dan juga waspada. Ruangan itu seperti halnya ruang kerja pada umumnya. Meja kerja berhadapan langsung dengan pintu masuk dan rak buku tinggi berjajar di kiri dan kanan. Jendela kotak-kotak di belakang meja kerja menjadi satu-satunya sumber cahaya di ruangan itu.

Arum meneliti setiap buku yang ada di rak dan menyadari Mas Danu bukanlah pria biasa. Bacaan pria itu berat dan kebanyakan berbau filosofi dan politik. Arum semakin yakin pria itu memiliki jabatan yang tak biasa. Dengan segera, Arum melangkah tergesa ke arah meja kerja Mas Danu yang tertata rapi. Ia membongkar laci, sesuai dengan arahan Mbok Asri. Ketika Arum membuka laci pertama di sisi kanan, ia menemukan tumpukan surat yang diikat dan... Arum mengenal huruf itu.

Tunggu... itu adalah tulisannya...

Arum buru-buru mengurai ikatan itu dan membuka satu per satu surat tersebut. Tubuh Arum lemas. Saking syoknya dirinya, ia sampai memegang meja kerja Mas Danu. Arum ingin berteriak, tetapi ia sudah tidak memiliki kekuatan untuk itu. Jadilah, Arum menangis sembari mengeluh, merasakan dadanya begitu berat. Arum memukul dadanya sendiri, berusaha melepaskan semua perasaan campur aduk itu.

Suratnya tak pernah sampai pada Ayah.

TBC...

Hai maaf baru update eheeheheh. Selamat menikmati✨

Cerita sejarahku lazimnya adalah cerita romansa dengan bumbu sejarah. Iya, karena lebih banyak romansa dan konflik antara individu daripada pergolakan politik saat itu. Mungkin kalau di Goodreads udah dicerca habis-habisan, karena banyakan romansanya daripada sejarahnya😭

Cerita yang aku buat tidak pernah aku kategorikan sebagai sastra atau media pembelajaran. Ini murni hanya hiburan, yang mana harapannya bisa menarik kalian semakin menyukai cerita berbau sejarah yang lebih berat dari ini.

Tapi cerita ini juga sebagai hiburanku sendiri. Aku menulis apa yang aku mau dan aku ingin tetap hidup untuk menulis. Tidak peduli ceritaku kadang tidak memenuhi ekspektasi pembaca atau pun tidak sesuai dengan standar cerita berkualitas pada umumnya.

Ini hanyalah overtingking subuhku aowkwlwkw✨

Selamat menikmati✨

NAMANYA ARUM.Where stories live. Discover now