1. Oh Astaga, Wajahku Copot Lagi!

Start from the beginning
                                    

"Apapun?" Asmosius mengelus puncak kepala Estelle. "Bahkan jika mati?"

Estelle terdiam sejenak. "Apa?"

"Haha ... ayolah ini hanya lelucon, Sayang." Asmosius tertawa renyah.

"Ehh?! Berhenti menggodaku!" Estelle menutupi wajahnya yang memerah dengan kedua tangan lalu kembali menyenderkan kepala di bahu Asmosius. Namun kedekatan itu tidak berlangsung lama setelah kereta kuda mereka berguncang keras hingga terpental menabrak pohon, membuat Estelle dan Asmosius terjatuh dari kursi. Estelle meringis kesakitan, kulit mulus langganan perawatannya kini dipenuhi luka memar dan goresan. "Ah, sial! Kusir sialan! Dasar tidak bergu—"

Estelle menegang di tempat, sorot matanya terpaku menatap Asmosius. Laki-laki yang semula selalu dianggapnya tampan tiada tara bak relief patung seni pahat dalam sekejap sirna seperti sihir. Dia terbelalak mendapati wajah kekasihnya lepas, memperlihatkan daging yang rata dan berlubang di area mulut—definisi wajah rata sesungguhnya.

"Oh astaga, wajahku copot lagi." Begitulah kata yang digumamkan Asmosius pertama kali seusai kecelakaan.

"Aaaaa!" Estelle memekik takut. Kakinya bergetar hebat namun sekuat tenaga berlari menghindari sesuatu yang menurutnya tidak masuk akal. Selama ini kekasihnya memakai topeng kulit manusia? Dia nyaris memuntahkan isi perut menyaksikan apa yang ia lihat baru saja. Sayangnya Estelle kalah cepat, Asmosius berhasil menyusulinya. Kini laki-laki tegap untuk seukuran bocah lima belas tahun itu berdiri tepat di hadapan Estelle. Jubah hitamnya tertiup angin, tampak menyeramkan selayaknya tokoh jahat nan manipulatif. "Pergi kau monster!"

"Hah?" Asmosius tertawa histeris. Tak lama setelahnya rintik-rintik hujan membasahi Kota Buttervia disertai suara petir yang menggelegar. "Estelle, kau mencintaiku, bukan?"

"Makhluk hina! Pergi sialan! Sangat jelek! Mencintai seorang monster adalah kutukan!" Estelle memaki sembari melempar sebongkah batu berukuran sekepal tangan tepat ke kepala sang pria hingga menimbulkan bunyi kelotak cukup keras, tak lama setelahnya darah berwarna hitam merembes keluar dari kening Asmosius, bersama hujan merambat turun ke seluruh permukaan wajahnya yang tidak beraturan.

Masih berdiri tenang di tempatnya berpijak, Asmosius tersenyum gila. Dia mengeluarkan sapu tangan untuk membersihkan darah yang tak henti-hentinya mengalir, dalam sekejap luka pada wajahnya menutup secara sempurna, membuktikan bahwa ia bukan manusia melainkan monster. "Cih, perempuan merepotkan ... membuat mood-ku tidak baik di malam yang cerah." Asmosius berjongkok menyamakan tingginya dengan Estelle yang jatuh terduduk. "Estelle, lebih baik kamu mati saja. Wajah menjijikkanmu membuatku muak. Tapi, tenang  ... matamu yang indah aman bersamaku."

"Tunggu! Tidak—"

Asmosius beranjak berdiri lalu melepaskan satu sarung tangan berwarna pekatnya ke tanah. Lantas dalam hitungan detik, ratusan tikus got yang entah datang dari mana berseliweran keluar—berkumpul di bawah kaki Asmosius. Suara cicitan tikus dan gemuruh kaki kecil mereka menggetarkan tanah. Anehnya tikus-tikus tersebut terlihat ganas dan lapar, seakan-akan menunggu perintah dari sang master. "Selamat tidur, Estelle. Kau akan bertemu dengan saudara-saudaramu di laboratoriumku ... sebagai boneka eksperimen."

Seusai mengucapkan kalimat itu, tikus-tikus milik Asmosius membabat habis tubuh Estelle, menghiraukan teriakan pilu yang menyedihkan. Tubuhnya terpisah-pisah, binatang pengerat memang rakus. Asmosius menikmati tontonan sadis yang disuguhkan. Setelah benar-benar mati, dia melangkah menuju mayat Estelle sehingga membuat para tikus berlari menyingkir. "Sial, hampir saja mata indahnya dimakan oleh anak-anakku. Seharusnya kulepas dulu." Lantas diambil paksa lah bola mata Estelle hingga uratnya lepas sebelum dimasukkan ke kantong khusus. "Igie pasti menyukainya, bukankah begitu, Emma?"

Asmosius : The Master of Rats [Leanders Series]Where stories live. Discover now