Debaran Dua: First Meet

198K 7.3K 148
                                    

Gambar di sebelah: Niken. Yeah, itu Suzy Miss A

Debaran Dua

First Meet

"I choose this one."

Nero mengalihkan pandangannya dari luar jendela besar yang menghadap ke pekarangan belakang yang penuh bunga.

"Baiklah. Jika Nero memang menyukai kamar ini, maka Mama akan mengambil kamar utama," ucap wanita cantik yang berdiri di depan pintu. "Ageha pilih kamar yang mana?"

Ageha, yang berlari-lari di kamar yang masih kosong itu, berhenti mendadak lalu berkata, "This one!"

Nero terbahak-bahak mendengarnya.

"No, no, Darling. This one is your brother's," ucap Mamanya sambil menggoyang-goyangkan tangannya.

Ageha merengut.

"I'll get another, Mom," kata Nero.

"It's okay," ucap Ageha lagi. Lalu sambil menggandeng tangan Mamanya, mereka keluar mencari kamar lain.

Nero tersenyum kecil, mengamati tubuh kecil Ageha.

"We'll be seeing you at lunch, Darling," kata Mama.

"Ok, Mom."

Kamar yang dipilih Nero benar-benar luas. Lantainya berkeramik putih porselain seperti piano kesayangannya. Dindingnya berwarna putih kebiruan dengan langit-langit berwarna perak. Ada jendela besar menghadap ke balkon yang berkilau dengan penyangga putih yang kokoh. Untuk mencapai balkon, dia harus menuruni undakan kecil yang sengaja dibuat, seolah menunjukan ada ruangan yang terpisah antara ruang tidur dan ruang santai.

Melihat ruangan itu membuat Nero memikirkan seperti apa kamarnya.

Terdengar ketukan ringan dari pintu kamarnya yang terbuka.

"Tuan Muda, barang-barang Anda akan diletakan di mana?"

Ada beberapa pekerja yang menunggu di luar.

Tersenyum kecil, Nero bergerak dari tempatnya dan memerintahkan penempatan barang-barangnya. Tempat tidurnya diletakan di atas undakan dekat jendela panjang kecil yang membebaskannya untuk melihat langit malam. Lemari pakaiannya merapat ke dinding dekat pintu kamar mandi. Meja belajarnya berada di dekat jendela balkon. Lemari-lemari bukunya juga diletakan di pinggiran dinding.

Televisi, loudspeaker, VCD/DVD player dan peralatan elektronik lainnya ada di tengah ruangan, dekat undakan kecil. Di depannya disusun bantak-bantal besar empuk dan sebuah karpet lembut tempat dia biasanya menghabiskan waktu untuk membaca atau hanya sekadar mendengarkan lagi.

Dan ada kotak-kotak kardus lain yang sengaja disusun di sudut ruangannya.

"Tuan Muda tidak ingin dibantu?" tanya salah seorang pekerja yang khawatir melihat banyaknya kardus yang ada di kamarnya.

"Tidak apa. Aku akan menyusunnya sendiri."

Maka sambil memberikan tatapan khawatir, mereka pun keluar dari kamarnya satu per satu.

Setelah dia ditinggal sendiri, Nero mengganti pakaiannya dengan yang lebih normal: kaos dan celana jeans berpotongan longgar. Dengan cepat dia membuka kardus-kardus yang sudah dilabeli namanya. Kebanyakan barang-barang itu berupa buku-buku favoritnya, CD album dari beberapa musisi dan film, baju-baju resmi dan seragamnya, album-album foto, globe, lukisan-lukisan kecil, jam dinding, kalender meja, bola basket, sepatu dan lain sebagainya.

Semuanya itu dia susun, satu per satu, dengan sabar dan rapi, di tempat yang diinginkannya.

Dia masih menyusun dua kardus bukunya saat mendengar suara langkah kaki kecil Ageha.

The Flower Boy Next DoorWhere stories live. Discover now