Pertengahan musim dingin kala itu mungkin menjadi sebuah halangan tersendiri bagi sebagian besar orang. Selain bertahannya suhu dingin yang mampu membekukan tubuh, aktivitas yang dijalankan juga tidak sebebas biasanya.
Walau dingin masih amat sangat menusuk kulit, tidak menutup kemungkinan untuk ramainya orang-orang berada diluar ruangan. Seperti seseorang yang kini tengah berdiri seraya bertolak pinggang digazebo belakang rumah. Matanya memandang seisi halaman belakang dengan jeli, tidak terkecuali kolam renang yang saat ini tengah dibersihkan dan dikuras airnya oleh beberapa orang pekerja.
Berpindah dari rumah yang terdahulu, kini keluarga kecil yang sebebntar lagi menyambut kelahiran si kembar tiga itu memilih salah satu rumah dilingkungan yang sedikit jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Udara yang masih terjaga, orang-orang ramah yang tidak memandang bulu, dan semua kenyamanan telah mereka dapat di sana. Mulanya, Jaehyun menawarkan sebuah rumah dikawasan elit yang berada di pusat kota, alih-alih menerima tawaran itu, Renjun mengusulkan untuk kembali mencari referensi tempat tinggal yang lain.
Renjun tidak ingin rumah besar tetapi sulit untuk bersosialisai dengan lingkungan. Walaupun tempatnya memang lebih besar dari rumah yang kini mereka tempati, jarak antar rumah satu ke rumah yang lainnya tidak bisa dikatakan dekat. Hal itu pula yang membuat Renjun berani mengajukan penolakan.
Rumah dua lantai dengan warna yang didominasi putih gading bergaya modern minimalis itu menjadi pilihan akhir mereka. Bagi Jaehyun, asal istrinya nyaman, apapun akan diberikan. Melihat senyum yang selalu terukir setiap harinya membuatnya semakin merasa semangat menjalani hari. Mengingat sebentar lagi hari-harinya akan dilengkapi juga oleh suara tawa dan tangis bayi-bayi mungil mereka. Jaehyun ingin menciptakan ruang yang nyaman bagi keluarganya, semua ia pesiapkan dengan matang.
Renjun tersenyum ketika sosok tegap menghampirinya. Melambaikan tangan untuk segera menghampiri, Jaehyun membalasnya dengan senyum kegirangan. Calon ayah yang hanya menggunakan celana hitam selutut dengan kaus berwarna senada tanpa lengan itu terlihat begitu menawan dengan sekujur tubuh yang basah kuyup. Tetesan air masih menetes dari ujung rambutnya.
"Aku rasa tadi kau hanya bilang mau menguras kolam renang saja. Kenapa badanmu ikut basah?" Renjun kembali berkacak pinggang.
Jaehyun tertawa ringan. "Sekalian berenang, sayang."
Hal itu mengundang decakan dari istrinya. "Tapi airnya kan sudah kotor, dingin juga! Bagimana kalau banyak kumannya? Kau mau sakit? Mau aku tertular juga?" tanya Renjun beruntun.
Sebenarnya bukan soal kuman poin pentingnya, tetapi soal udara yang masih sangat dingin, tapi suaminya dengan tanpa dosa menceburkan diri ke dalam kolam. Dibanding menjawab, Jaehyun memilih duduk dikursi belakang istrinya. Menarik Renjun untuk sedikit mendekat ke arahnya. "Tidak akan sakit," katanya penuh dusta. Sebab dirinya juga tidak tahu selepas ini akan jatuh sakit atau tidak.
Renjun memilih mengangguk, tangannya ia bawa untuk menyisir rambut Jaehyun yang sudah memanjang. Wajah rupawan itu tidak pernah berubah sejak pertama kali mereka berjumpa. Bedanya mungkin kini Jaehyun lebih berisi dari pada sebelumnya, terbukti dari kedua pipinya yang akhir-akhir ini menjadi bulan-bulanan kegemasan Renjun.
"Tidak mau potong rambut?" tanya Renjun.
"Tidak, sayang tahu kalau dipotong." Jaehyun menarik pinggang istrinya. Wajahnya yang berhadapan langsung dengan perut besar itu membuatnya dengan leluasa menciumi rumah anaknya itu. "Hadiah untuk anak-anak yang tidak nakal."
"Memangnya nyaman begini?" tanya Renjun sekali lagi.
"Iya," balas Jaehyun.
Hal selanjutnya yang menjadi perbincangan adalah bagaimana halaman belakang itu akan ditata kembali agar tetap nyaman dan segar ketika dipandang. Mengingat sejak awal kepindahan mereka belum sempat membenahi segala sesuatu yang ada di sana. Baru ruangan dalam saja yang telah dirombak kembali sesuai keinginan keduanya. Kamar utama yang mereka tempati lumayan luas, cukup untuk anak-anak bermain, begitu pikir mereka. Bahkan satu ruangan yang sedikit lebih luas dari itu mereka pilih untuk si kembar, satu ranjang untuk bayi yang ukurannya cukup untuk tiga bayi sekaligus sampai usia satu tahun, lemari-lemari berisi pakaian dan perlengkapan lainnya.
YOU ARE READING
PAK JAEHYUN | JaeRen
FanfictionIni bukan tentang si kaya dan si miskin. Ini tentang mereka yang bersatu tapi berbeda. Seperti matahari dan bulan, keduanya berada pada tempat yang sama namun sukar berdampingan. "Bapak kalau capek berhenti saja, ya? Saya juga." "Kau kecewa?" ©Jeoj...
