“Dengar,” suara seorang pemuda melantun jernih, “Aku tidak bisa menghasilkan banyak uang sebagai seorang tuan muda, tapi aku sudah mencuri black card ayahku. Mari kita minum sampai bangkrut!"

Kawan-kawannya tertawa. 
"Bagaimana jika seseorang memberitahunya, bisa-bisa ayahmu membunuhmu."

Tawa jernih lagi, riang gembira.

"Sebelum dia melakukannya, aku akan membuat ayah terkena asma karena melihat jumlah tagihan."

Bartender memberi Zhang Qiling segelas bir, dan ia menoleh pada sumber suara keriuhan yang baru saja tertangkap telinganya. Saat itulah ia menyadari apa yang terjadi di sini, dan itu lebih dari sekadar minum-minum biasa. Sekelompok anak muda itu benar-benar berpesta.

Dengan semangat yang penuh, seorang pelayan berjalan melewati ruangan yang penuh sesak itu, menyapa mereka, dan salah satu dari kawanan itu berlagak sebagai pemimpin, memesan banyak minuman lagi.

Pindah ke tengah ruangan, Zhang Qiling mengangkat gelasnya yang setengah kosong dan mulai meneguk lagi. Saat itulah ia melihat ke pintu masuk bar yang terbuka.

Dia melihat siapa yang datang terlambat ke pesta anak-anak muda itu. Sosok pria tinggi, agak gemuk, wajahnya cemberut dan jaket kulit limited edition kebesaran yang ia kenakan membuat penampilannya mahal tapi aneh. Dua orang pria berwajah angker lain berdiri di sampingnya tapi tidak ada yang melangkah melewati ambang pintu. 

Sosok gendut itu terasa familiar, meski dalam ingatan kuno. Zhang Qiling merasa syarafnya bergejolak, bukankah itu pria bernama Pangzhi? Dia tidak akan mungkin bisa melupakan peristiwa sepuluh tahun lalu itu.

"Astaga, dia di sini..." kasak kusuk di mulai di tengah kawanan anak muda.

"Shitt!"

Suara itu lagi. Di antara alunan musik, Zhang Qiling merasa terusik. Dia mengamati kawanan itu sekali lagi. Ketika cahaya berkelip cukup terang, dia akhirnya melihat sekilas siapa yang duduk di sana, seseorang yang bicara dan tertawa penuh gaya sedari tadi. Kali ini pemuda itu nampak gusar dan mulai bersikap waspada setengah bersembunyi dan menyelinap di antara teman-temannya. Tawa riangnya sirna. Tapi bukan itu yang membuat Zhang Qiling disergap gelombang hawa dingin di sekujur tubuhnya—

Pemuda itu masih terlihat naif. Dia mengenakan setelan santai yang cocok untuk malam hari. Kemeja gaya berwarna putih dan memiliki design merk tertentu, jeans biru pucat vintage, kacamata hitam mahal tersampir di saku kemejanya. Wajah yang sedikit terlalu pucat, tirus dan imut, mata coklat cemerlang, bibir berwarna mawar. Rambutnya agak acak-acakan, mungkin dimaksudkan mengikuti mode tertentu. Poni menutupi sebagian besar wajahnya, tapi Zhang Qiling akan mengenali wajah itu di mana saja. Dia tampak mengamati pertemuan itu, dan tidak terlihat senang karena satu sebab yang belum dipahami Zhang Qiling.

"Wu Xie! Oii! Di mana kau?"

Suara sumbang yang tiba-tiba itu membuat kawanan anak muda terdiam, dan mereka menoleh untuk menemukan pria tinggi gemuk sedang marah di dekat pintu masuk.

Zhang Qiling terkesiap, nyaris menjatuhkan gelasnya.

 “Oh, astaga. . .”

Untuk sesaat, tidak ada yang terjadi. Kemudian, seperti ombak yang hening, kawanan itu berpisah, membiarkan si pria gendut berjalan membelah ruangan. Pemuda berkemeja putih dengan cepat menyelinap di antara orang-orang, berjalan cepat menuju keluar melalui jalur memutar agar si pria gendut tidak menyadarinya.

𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Where stories live. Discover now