15. KEPERCAYAAN

Começar do início
                                    

Surat Arum pada Ayah memang tidak pernah tertata. Arum selalu menumpahkan semua isi hatinya; semua yang terlintas dalam benaknya dalam surat itu. Apa yang ia tuliskan dalam surat itu adalah perasaannya yang sebenarnya, sehingga seringkali kata-katanya akan berantakan dan beberapa kesalahan ejaan pun tidak akan sempat ia perbaiki.

Mata Arum berair. Ia selalu emosional ketika menulis surat pada Ayah. Arum tidak pernah berpisah sejauh ini dan selama ini dengan Ayah. Ia sangat merindukan pria paruh baya itu; merindukan pikirannya yang nyeleneh; merindukan guyonan yang terkadang tidak lucu dan yang terakhir merindukan ikan tembang Ayah yang keasinan.

Air mata Arum jatuh dan membasahi kertas suratnya hingga beberapa tinta luntur dan mengabur. Arum cepat-cepat menghapus kembali air matanya, lalu melipat surat itu dengan baik dan memasukkannya ke dalam amplop. Arum memeluk surat itu dengan erat sembari menghela nafas panjang. Tragedi ini tidak akan lama. Sebentar lagi, Arum pasti akan bertemu dengan Ayah.

Arum menatap langit kota kependudukan yang mulai berwarna oranye. Udara mulai dingin -jauh lebih dingin daripada kota pelabuhan. Kota Djakarta akan sepi ketika melewati jam enam malam. Orang-orang mulai kembali ke rumah mereka masing-masing dengan tergesa. Sedikit aneh, sebab kota pelabuhan saja bahkan terkadang lebih ramai daripada kota kependudukan, yang mana mirisnya kota kependudukan adalah kota pusat.

Tiba-tiba saja terdengar lantunan musik dari dalam rumah. Musik yang ceria dan riang dengan tempo yang teratur. Arum buru-buru memasukkan surat itu ke dalam saku terusannya dan berjalan ke dalam rumah. Lampu ruang tamu telah dinyalakan, menampilkan Mbok Asri tersenyum lembut pada Arum dengan teh dan biskuit di tangannya.

"Saya dipesankan untuk memutar musik ketika Non sedang sedih," gumam Mbok Asri lagi sembari meletakkan teh dan biskuit itu di meja pendek.

"Arum ndak sedih," gumam Arum sembari menundukkan kepalanya, menyembunyikan matanya yang berair.

Mbok Asri hanya tersenyum lembut, lalu tiba-tiba saja menghentakkan kakinya pelan mengikuti irama lagu. "Hidup masih panjang dan melelahkan, Non. Bagaimana kalau untuk sesaat saja kita melupakan semuanya dan menari?"

Mbok Asri mendekati Arum, lalu meraih kedua tangan gadis belia itu. Dengan penuh semangat dan tawa, Mbok Asri mengajak Arum menari bersamanya mengikuti irama lagu. Awalnya Arum malu dan tidak terbiasa, tetapi lama kelamaan ia mulai menikmati tarian tak beraturan ini. Sesekali Mbok Asri akan memutar Arum dan Arum akan balik memutar Mbok Asri. Lalu keduanya kembali tertawa sembari menari mengikuti tempo lagu 'Rindu Lukisan' kesayangan Arum.

Arum tertawa sembari menggerakkan tubuhnya sesuai dengan instingnya. Ia memundurkan langkahnya, mengikuti tempo, sampai tiba-tiba saja punggungnya menabrak sesuatu yang kuat dan kokoh. Sepasang tangan menggenggam pinggang Arum dengan kuat, menahan agar tubuh kecilnya tidak oleng. Arum refleks mendongak dan matanya langsung bertemu dengan Mas Danu.

Melihat kehadiran Mas Danu, Mbok Asri buru-buru pamit ke dapur, meninggalkan pasangan suami istri itu. Meskipun genggaman Mas Danu sederhana, tetapi Arum merasakan tubuhnya memanas karena malu. Arum buru-buru menegakkan tubuhnya dan berniat segera menjauh dari situ. Namun, belum beberapa langkah, pinggangnya sudah ditarik dan ia kembali masuk ke dalam pelukan Mas Danu. Mas Danu memeluknya dari belakang sembari menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Arum.

"Sebentar saja, Arum. Berikan saya waktu sebentar," bisik Mas Danu di bawah telinga Arum, membuat bulu roma Arum berdiri.

Arum membiarkan Mas Danu memeluk tubuhnya. Tubuh liat pria itu terasa begitu jelas di belakang tubuhnya, membuat Arum mulai membayangkan sesuatu yang aneh dan tak senonoh. Astaga, anak gadis!

"Harum," bisik Mas Danu lagi dengan suaranya yang serak, membuat Arum kembali tersipu.

"M-mau makan ap-"

"Apa kamu akan selalu mempercayai saya, Arum?" potong Mas Danu tiba-tiba, membuat Arum terdiam. "Apa pun yang terjadi?"

Arum menoleh, berusaha mencari mata Mas Danu. Pria itu melepaskan pelukan di pinggang Arum sembari meneggakkan tubuhnya. Tatapan keduanya kembali bertemu dalam keheningan singkat.

"Arum hanya punya Mas Danu saat ini," gumam Arum dengan senyuman getirnya.

"Ya, hanya Mas yang kamu miliki sekarang, Arum," balas Mas Danu dengan nadanya yang tak biasa. "Hanya Mas yang kamu punya."

Danu mengulurkan tangannya, menyentuh anak rambut Arum. "Mas akan menjaga Ayah dan kamu, Arum. Karena itu, sebagai gantinya, jagalah kepercayaan kamu pada Mas, Arum. Hanya itu yang Mas minta dari kamu."

Arum menggenggam tangan Mas Danu dan meremasnya dengan lembut. Senyuman tulus terpancar dari wajah manisnya. "Arum akan selalu kembali pada Mas. Pasti."

TBC....

Selamat menikmati 

Nikmati saja dulu uwu-uwunya bestie (ง ͠° ͟ل͜ ͡°)ง




NAMANYA ARUM.Onde histórias criam vida. Descubra agora