“Tidur di kamarku malam ini?” tanya Sev lembut di telinga Katty.

“Ehm... lebih baik tidak,” tolak Katty halus. “Aku perlu waktu untuk membiasakan diri dengan semua ini, Sev. Beri aku waktu.”

Sev menatap wajah Katty. “Aku telah menunggumu cukup lama. Aku sampai lupa sejak kapan aku menunggumu, Katty. Namun kupikir sedikit waktu lagi tak apa-apa.”

Katty membalas menatap wajah Sev, wajah yang begitu dikenalnya dan telah mengisi hari-harinya sejak dia bisa mengingat. “Kenapa kau memilihku, Sev?”

“Karena kau istimewa. Sejak dulu kau selalu istimewa, Katty,” katanya lembut, dan selembut itu pula dia mencium bibir Katty.

Bibir Sev terasa hangat dan manis di bibir Katty. Gadis itu mendesah, kemudian mengalungkan lengannya di leher Sev dan membalas ciumannya. Hm... harus dia akui, Sev seorang pencium yang hebat dan Katty menyukai ciuman-ciumannya. Namun sayang, ciuman mereka harus diakhiri. Perasaan Katty masih terlalu rapuh untuk menerima perubahan mendadak dalam hubungan keduanya. Dengan sangat menyesal keduanya melepaskan diri. Sev bangkit dan menarik Katty bersamanya. Bergandengan mereka menuju ke kamar tamu di samping kamar utama yang akan ditempati Katty. Sev kembali memberinya ciuman selamat tidur di depan pintu, tersenyum sedikit menyeringai sebelum mendorong Katty masuk.

“Tidurlah, kunci pintunya. Aku khawatir di tengah malam aku akan mengigau dan mencarimu,” Sev tertawa. “Selamat tidur, mimpikan aku,” bisiknya lembut sebelum berbalik pergi.

Katty mengira dengan segala kejadian hari ini dia akan susah tidur. Apalagi di tempat yang masih terasa asing ini. Namun ternyata matanya terpejam dan dia tertidur dengan nyenyak begitu kepalanya menyentuh bantal. Agaknya mandi berendam air hangat barusan telah membuatnya rileks.

Katty tahu bahwa Sev selalu bangun pagi. Maka dia langsung meloncat ketika alarmnya berbunyi. Hanya sempat mencuci muka dan menyisir rambut coklatnya, gadis itu buru-buru turun ke dapur. Masih dalam piyama. Ketika dia sedang menyalakan masin pembuat kopi dan membuat toast Sev muncul. Sudah sangat rapi dalam setelan kerjanya. Melihat Katty telah sibuk di dapur lelaki itu mendekat, meraihnya dalam pelukan dan membisikkan selamat pagi di telinganya.

“Benar-benar menyenangkan mendapati seorang wanita di dapur sibuk menyiapkan sarapanmu ketika pagi. Apa lagi yang diinginkan seorang pria?” komentarnya.

“Aku merasa kita seperti pasangan yang telah lama menikah,” komentar Katty asal sambil menata daging asap dan omelette.

“Wow! Menikah? Apakah kau sudah siap sayang? Kalau iya aku bisa menyeretmu ke gereja sekarang juga karena aku sendiri sudah sangat siap sejak lama,” sahut Sev sambil tertawa.

“Itu hanya perumpamaan, Sev!” balas Katty sengit.

Pagi itu mereka sarapan berdua di balkon depan dapur yang sudah bermandikan cahaya matahari pagi kota London. Mereka tak banyak berbicara karena masing-masing sibuk dengan harian pagi yang mereka bagi berdua.

“Apa rencanamu hari, Katty?”

“Aku akan ke kantor. Mungkin baru pulang sore nanti. Aku mau semua urusanku selesai jadi aku bisa segera kembali ke Oxford dan memulai bekerja.”

“Jam berapa kau berangkat? Aku bisa menjemput dan mengantarmu.”

“Oh, tidak usah. Aku bisa naik taksi, kereta atau bus saja.”

Sev mengernyitkan dahi. “Pakai taksi saja. Jangan naik kereta atau bus. Aku khawatir.”

“Sev, aku bukan orang baru di London. Kau tak perlu mengkhawatirkan apapun. Aku bisa jaga diri.”

The Last ChoiceWhere stories live. Discover now