Overthinking

13 12 13
                                    

Tandai typo🔥
Baca dulu abistu komen abistu vote abistu kalian dapet pahala soalnya udah nyenengin author yang sangat amat pemalas ini:)

Happy reading flend 💞🤗💥



Setelah semua pekerjaan rumah selesai, aku merebahkan tubuhku di ruang tengah yang mana biasa dipakai kumpul keluarga sambil menonton TV.

TV ku biarkan menyala dan aku malah sibuk dengan ponsel, mencari informasi pekerjaan di laman Facebook.

Setelah merasa mataku perih, aku mematikan ponsel lalu tertidur begitu saja di atas karpet tipis didepan TV.

Namun, baru saja aku hendak memasuki mimpi tiba-tiba pintu utama rumah ku ada yang mengetuk. Bukannya langsung membuka pintu, aku malah berlari ke kamar. Tidak sopan (siapa yang kayak gitu juga, hayo ngaku).

Setelah dirasa posisiku aman, aku kembali memejamkan mata. Namun percuma, mataku tidak bisa terpejam untuk tidur kembali. Akhirnya aku kembali membuka ponsel dan berselancar di dunia orange.

Sayup-sayup terdengar suara diruang tamu,

"Mbak besok datang ke rumah ya, bantuin masak," ucap tamu itu.

"Oh, iya insyaaAllah. Memang mau ada acara apa Min?" tanya Ibu.

"Itu Alhamdulillah anakku Reya kemarin beli motor, jadi rencananya besok mau syukuran kecil-kecilan gitu," jawab Bik Min.

"Cash Min?" Ibuku kepo

"Iya mbak Alhamdulillah," jawab Bik Min.

"Wah keren ya anak mu, baru lulus sekolah kebeli motor." Ibu memuji.

"Iya, dia dari sekolah udah usaha jualan online Mbak. Alhamdulillah sekarang menuai hasil," ucap Bik Min bangga.

"Iya, Reya orangnya rajin ada kemauan dia, jualan online aja dari nol sampe sekarang gak berhenti. Coba tuh anakku Min, gak ada kemauan dia, pernah jualan online eh bukannya untung malah rugi. Bisanya cuma minta beda deh sama Reya yang mandiri," ujar ibu membandingkan.

Aku tersenyum tak menyangka bisa-bisanya ibu menjelekkan aku dihadapan orang lain.

Tak terasa air mata kembali menetes, sebegitu beban kah aku? Sampai ibu yang notabenenya adalah orang yang paling tahu aku pun seperti itu.

Bahkan sekolahku pun belum selesai, ibu sudah membandingkan aku dengan anak Bik Min yang sudah lulus tahun lalu.

Aku gak bisa gini, aku harus bisa kerja agar Ibu bangga. Tapi, kerja apa dengan keadaan belum mempunyai ijazah seperti ini.

Aku kembali menangis sampai sore datang, Bapak yang baru datang kerja pun terheran melihat ku menangis.

Semua anggota keluarga tidak ada yang menanyaiku, karena saat mereka bertanya aku akan kembali meraung.

Jujur saja aku sangat sakit mendengar ucapan ibu tadi, seakan terngiang-ngiang di kepalaku.

***

Author POV

Arina meraung, menangis meratapi nasibnya. Seharian tanpa henti hingga keluarganya bingung sendiri, apakah yang diinginkan orang ini.

"Masih menangis?" tanya Bapak.

"Iya," jawab Ibu.

Perlahan pintu kamar Arina terbuka, menampilkan sosok ayah yang sangat dicintainya.

"Kenapa Nak? Bicara sama bapak. Bapak bukan orang hebat yang bisa tahu pikiran anaknya tanpa diberi tahu," ucap Ayahnya.

"A-ku pengen kerja." Arina berucap lirih.

"Tapi kenapa? Kamu belum lulus!" ucap sang ayah tegas.

"Aku capek belajar, dua belas tahun aku belajar dan selama ini aku hanya bisa mengecewakan bapak," jawab Arina dengan air mata berderai. Kekanakan memang.

"Kenapa berpikir seperti itu Nak, ini sudah kewajiban seorang ayah membiayai anaknya sekolah, setidaknya luluskan SMK mu sebentar lagi," ujar ayahnya menenangkan.

"Tapi aku gak tega, seharusnya aku sebagai anak pertama bisa meringankan beban Bapak tapi hingga tingkat akhir yang harusnya cuma memikirkan biaya kelulusan. Bapak juga harus memikirkan biaya aku agar lulus UKOM," ujar Arina masih sesenggukan.

"Itu sudah kewajiban Bapak, sekarang kamu fokuskan aja pada sekolah mu Nak," ucap Ayahnya.

"Udahlah Pak, susah ngasih tahu anak egois," sahut ibu diluar kamar.

Mendengar itu Arina kembali menangis. Pikirnya benarkah ia egois selama ini?.

Ayah Arina melengos menatap tajam ke arah ibu. "Diam, anak lagi nangis malah ditambah ucapan nyelekit," ucap ayahnya tegas.

Ibu Arina mendelik tidak suka lalu kembali keruang TV bergabung dengan anaknya yang lain.

"Tuh, nanti kalian jangan ngikutin jejak teteh. Egois dipikir dia doang yang sedih, ibu mana yang gak kepikiran liat anaknya nangis seharian," ujar sang ibu.

"Aku nangis karena ucapan ibu sore tadi," sanggahku sambil terus terisak.

"Berani kamu ya jawab perkataan ibu, anak gak tau diri. Pantesan gak lulus," sarkas ibu.

"Ibu kok ngomong gitu," sahut Arina heran.

"Udah kenapa berantem sih, teriak-teriak lagi. Ngobrol berhadapan biar sekalian enak!" Bapak menengahi kedua ibu dan anak itu.

"Aku juga gak mau jawab ibu, tapi ibu ngomongnya nyakitin. Pak!" Arina menjawab ucapan sang ayah dengan menggebu.

"Iya, iya udah kamu diam. Kayak gak tahu aja sifat ibumu gimana," ujar sang ayah.

Author POV end

***

Setelah lelah menangis, mataku terasa berat. Tanpa aba-aba mataku menutup, baru saja akan menyelami mimpi mataku kembali terbuka setelah mendengar suara yang memekakan telinga.

"Arina bangun, dari kemarin kerjaan mu dikamar terus. Nangis tidur nangis tidur, ayo bangun dan segera makan! Jangan sampai sakit, ngerepotin!" Suara ibu sangat nyaring.

"Gak mau, sok aja pada makan. Biar aja aku kelaparan toh aku cuma beban!" Aku menjawab ketus lalu kembali memejam.

"Ini anak ngejawab aja kalo ibunya lagi ngomong. Bangun, mandi udah gitu makan. Gimana mau berubah, kerjaannya males-malesan, percuma ngeluh jadi beban tiap waktu, gak ada action-nya." Ibu ngedumel lagi.

"Na, makan turuti apa kata ibumu. Kalo udah makan gak apa-apa kamu mau kembali menutup diri dikamar lagi juga," ujar bapak menyetujui ibu.

Akhirnya aku keluar dengan wajah masam, sedikit malu sebenarnya. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak makan tapi kenyataan malah begini.

"Ekhem, yang gak mau makan," ejek adikku.

"Diem kamu!" Aku memelototinya.

Sebenarnya aku tidak langsung makan tapi aku mandi dahulu, seusai mandi aku baru makan.

Biasanya aku akan makan di ruang TV bersama keluargaku, tapi kali ini aku makan di dapur sendirian eh tidak ditemani kucing tetangga.

Aku tidak nafsu menyuapkan makananku ke mulut. Rasanya sangat berat untuk menyuapkan nasi saja.

Akhirnya dengan waktu yang sangat lama aku menyelesaikan makanku, dan kembali ke kamar.














Gimana part ini? Please this is annoying but ini memang yang terjadi dan terbayangkan dikepalaku saat nulis part ini:(

Hope you are like this story flend💞
Have a nice day🔥



The Journey (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang