“Tapi dia menangis sejak semalam kau mengantarnya pulang dari kencan kalian. Aku harus beranggapan apalagi? Dia hanya menjawab bahwa kau telah memutuskan hubungan kalian secara sepihak. Nah, kau mau menyangkal apalagi?” Katty membelalakkan matanya.

“Katarina!” Sev berkata dengan nada tinggi. Katty sangat hafal bila Sev memanggilnya begitu berarti laki-laki itu sangat serius. “Kau tentunya tak akan merendahkan intelektual kita berdua dengan menganggap Virginia punya hati yang bisa dipatahkan bukan? Lagi pula untuk memutuskan sebuah hubungan diperlukan jalinan hubungan itu sendiri yang seperti kau tahu bahwa tidak ada apapun antara aku dan Virginia.”

“Kau sudah mengencaninya hampir setahun ini!”

“Kau tahu sekali bahwa yang aku dan Virginia lakukan bukanlah berkencan. Aku hanyalah-menuruti permintaanmu, ingat?- mengenalkankannya pada pergaulan yang lebih pantas untuk mencegah dia berbuat ketololan yang hanya membuatmu pusing kepala. Tak lebih. Aku membawanya ke kelompok sosial yang baik dan layak, mengenalkannya ke restoran dan club berkelas dimana dia bisa bertemu para gentlemen, bukannya mengumbar dirinya ke club-club rendahan tempat para pemuda mabuk dan teler berada. Dan sekarang dia sudah cukup dewasa untuk meneruskan aktifitasnya sendiri dan mencari pemuda yang layak untuk mendampinginya. Tugasku selesai.”

“Tetapi Sev, dia jatuh cinta kepadamu!”

“Dia hanya membayangkan dirinya jatuh cinta kepadaku, tetapi dia tidak jatuh cinta kepadaku. Ayolah, jangan konyol, mana ada sih gadis dua puluh tahun yang jatuh cinta pada laki-laki yang lima belas tahun lebih tua darinya?”

“Tetapi dia sudah membayangkan menjadi pengantinmu, Sev! Dia sudah bercerita kepada semua temannya bahwa dia sedang memilih cincin pertunangannya. Dia juga sudah menentukan tempat dimana dia akan membuat gaun pengantinnya. Kalau ada orang yang disalahkan karena memberinya harapan setinggi itu, maka orang itu adalah kau!”

“Virginia memang bodoh dan sering berbuat tolol, tetapi bukan berarti aku harus menanggungnya. Aku sama sekali tak pernah memberinya harapan apapun. Aku melakukan semuanya karena aku sudah tak sanggup mendengar segala keluhanmu tentang betapa sulitnya mengendalikan gadis liar menyebalkan yang sedang mekar-mekarnya seperti adikmu itu. Namun yang terjadi adalah adikmu itu semakin menggila, berpikir yang tidak-tidak atas sesuatu yang tidak nyata, makanya aku harus cepat-cepat bertindak sebelum aku ikut-ikutan menjadi gila, mengerti?”

“Apakah kau sama sekali tak tertarik pada Virginia? Ayolah Sev, jangan bilang dia bukan tipemu. Virginia toh tidak terlalu berbeda dengan barisan cewek konyol yang selama ini naik turun ranjangmu. Mereka sama-sama pirang dan cantik bak foto model dan memuja gaya hidup hedonis sepertimu. Jangan katakan kau mencari perempuan berdasarkan kapasitas otaknya, karena aku tahu betul bahwa intelegensi berada di urutan terakhir daftar kriteria teman kencanmu. Area pandangan matamu hanya seputar wajah, dada, paha, dan apa yang ada di antaranya. Semua ada pada Virginia. Dengan bonus kau mendapatkan gadis lugu yang belum ternoda dari keturunan baik-baik, serta kau mengenal dengan baik pula walinya, yaitu aku. Aku akan tenang sekali bila adikku bisa menjadi pasangan dari sahabatku. Kalian akan cocok satu sama lain,” Katty nyerocos tanpa sadar pada mata hitam Sev yang berkilat tajam.

“Bila serendah itu pandanganmu tentang kehidupan seksualku, Katty, aku sangat tersinggung,” geramnya marah.

“Maaf, Sev, aku tahu aku bicara kasar, namun aku sama sekali tak mengerti alasan semua ini. Kalian tampak baik-baik saja selama ini dan aku sudah membayangkan diriku akan menjadi pendamping pengantin saat tiba-tiba Virgia pulang semalam dari kencan bersamamu sambil berurai air mata dan mengatakan semua sudah berakhir antara kau dan dirinya. Dan yang lebih mengherankankan lagi kenapa juga namaku disangkut pautkan? Aku sama sekali tak mengerti kenapa Virginia menuduhku berada di balik semua ini. Memangny apa yang telah kulakukan?”

The Last ChoiceWhere stories live. Discover now