First Met

231 10 11
                                    

"Dimas! Oi, Dimaaas!"

Samar-samar bisa ku dengar suara Kak Mila yang mencoba membangunkanku. Ku buka mataku perlahan, rasanya masih berat untuk bangun.

"Lo itu ya, mentang-mentang hari minggu kerjaannya molor mulu. Bangun cepetan!" Kak Mila menarik-narik tanganku, menyebalkan. "Bantuin gue belanja buat persediaan bulanan. Udah pada abis, nih. Cepetan!"

"Iya, gue bangun. Sabar kali." Aku bangkit dari kasur dan berjalan gontai menuju kamar mandi.

Sepuluh menit kemudian, aku sudah berada di ruang makan, sarapan sambil menunggu Kak Mila.

"Jalan sekarang aja, yuk, Dim. Gue udah siap, nih." Kak Mila tiba-tiba sudah berdiri disampingku. Aku mengangguk kecil dan berjalan keluar dari rumah, mendahului Kak Mila.

---

"Ada yang ketinggalan gak, Kak?" Tanyaku sambil memperhatikan barang belanjaan kita. Banyak banget.

Kak Mila menggeleng, "Gue rasa gak ada."

"Oke."

Aku dan Kak Mila berjalan menuju kasir sambil mengobrol. Beberapa langkah lagi sebelum sampai di meja kasir, tiba-tiba aku menabrak atau ditabrak seseorang. Barang belanjaan yang ku pegang jatuh berhamburan.

"Eh, sorry. Gue gak sengaja." Kataku spontan setelah sadar dari kaget.

"Iya, gak papa."

Di depanku, terduduk seorang cewek dengan rambut hitam panjang yang tergerai. Barang bawaannya juga jatuh berhamburan, sama sepertiku. Akhirnya, ku ulurkan tanganku. Bersikap gentle, lah.

Cewek itu menerima uluran tanganku. Ketika dia sudah bangkit berdiri, aku baru bisa melihat wajahnya, karena tadi ketutupan oleh rambutnya yang panjang itu. Ternyata, cantik. Bentuk mukanya lonjong, dengan hidung yang melengkung indah, pipi yang tembam, dan mulut tipis yang berwarna kemerahan.

"Lo gak papa? Sorry ya, adek gue emang ceroboh." Aku mendelik mendengar perkataan Kak Mila.

"Iya, gak papa." Ulangnya tanpa memandang aku atau pun Kak Mila. Ia mulai mengumpulkan barang bawaannya.

Dengan sigap, aku membantunya mengumpulkan barang bawaannya. Sekalian aku juga mengumpulkan barang belanjaanku sendiri.

"Thank's. Kalo gitu saya duluan. Permisi." Katanya setelah semua barangnya terkumpul. Kemudian ia berlari meninggalkanku dan Kak Mila.

"Cewek aneh," Gumamku.

Tanpa sengaja, aku melihat benda aneh diantara barang belanjaan yang ku pegang. Segera ku ambil, ternyata itu adalah sebuah pulpen. Ada namanya, Rafika Puspaningrum. Ini punya cewek tadi?

"Dim, ayo. Lo ngapain, sih?" Teriakan Kak Mila membuatku sadar. Aku segera berlari mengejar Kak Mila setelah memasukkan pulpen itu ke dalam saku celana.

"Lo lama banget, Dim." Gerutu kak mila saat aku sudah berada di sampingnya.

"Itu.. gue nemuin ini." Kataku sambil menunjukkan pulpen yang baru ku temukan itu. "Kayaknya sih.. punya cewek yang tadi tabrakan sama gue, Kak."

"Wih," Seru Kak Mila setelah mengamati pulpen itu. "Pulpennya bagus banget, Dim. Gue jadi mau."

"Kak..." Aku berdecak kesal.

"Bercanda gue, ya ampun. Balikin sana pulpennya."

Aku menghela nafas lelah. Kakakku ini benar-benar. "Cewek tadi udah pergi, Kak. Gue balikinnya gimana?"

Kak Mila menampakkan senyuman lebarnya. Senyum yang bisa membuat dia semakin cantik, kata orang. Bagiku, senyumannya itu malah membuatnya terlihat menyebalkan.

"Tenang aja, Dim. Kalo jodoh pasti ketemu lagi, kok." Kata Kak Mila yang langsung mendapat cubitan dariku. "Eh, eh, sakit, Dim. Duh."

"Rasain. Lagian lo pake bawa jodoh-jodoh segala." Aku berjalan menjauhinya. Jodoh? Bahkan aku masih belum bisa melupakan dia, mana mungkin aku jatuh cinta pada cewek lain. Ya, tidak akan mungkin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang