✿hidden wounds✿

Start from the beginning
                                    

Sudah tiga hari semenjak hari itu, Haechan dan Giselle sudah mulai akrab. Bahkan Giselle selalu menghampiri Haechan di brangkarnya untuk mengajaknya mengobrol atau bermain game di ponsel bersama.

Kini mereka berada di atas brangkar Haechan, mereka saling berhadapan memainkan game di ponsel dengan makanan ringan di masing masing sisi mereka.

"Kau kalah! " Giselle menjulurkan lidahnya ke arah Haechan, mengejek sang lawan yang baru saja mengalami kekalahan.

Haechan mendecih melihat Giselle, ia tidak pernah kalah bermain game dengan siapa pun tapi entah mengapa jika di saingkan dengan gadis di depannya ini Haechan selalu mengalami kekalahan.

"Kau hanya beruntung" Haechan mengambil makanan ringan yang berada di sampingnya lalu memakannya untuk mengurangi kekesalannya.

Giselle hanya terkekeh melihat wajah masam Haechan, sungguh melihat Haechan seperti ini adalah suatu kebahagiaan untuknya.

"Haechan"

"Hm? "

"Kenapa kau mengalami kecelakaan? " Haechan yang awalnya tidak peduli dan lebih suka menatap keluar jendela kini menatap mata Giselle.

"Kenapa emangnya? "

Giselle menghela nafas "Cuma tanya saja"

"Aku mengendari motor padahal Ayahku sudah melarangnya dan saat itu  hujan deras aku menerobos jalanan yang licin. Aku kehilangan kendali lalu yang aku tau tubuhku melayang karena hantaman truk yang berjalan lawanan arah, setelah itu semuanya gelap. Aku lupa" Dada Haechan sakit mengingat kejadian itu namun sebisa mungkin ia menetralkan raut wajahnya, ia mulai menerima takdir.

"Seharusnya kau mendengarkan apa yang paman Johnny bilang, dasar bodoh"

"Iya iya! Aku salah. Lalu kau? Sebenarnya kau sakit apa? " Kini Haechan yang melontarkan pertanyaan pada Giselle.

"Aku terkena penyakit kangker darah" Jawabnya dengan raut wajah santai, sama sekali seperti tidak ada beban.

Haechan mematung beberapa detik lalu kembali melontarkan sebuah pertanyaan yang dari beberapa hari lalu ingin ia tanyakan.

"Keluargamu mana? Dari aku siuman aku tidak pernah melihat keluarga atau seseorang yang menjengukmu. Selalu hanya dokter dan suster yang menghampirimu" Ya, Haechan merasa aneh dengan hal itu. Bukankah orang yang sakit harus di rawat? Setidaknya mereka menjenguk keadaan keluarganya, apalagi penyakit Giselle ini bukan penyakit sembarang.

Giselle menunduk lalu membuka suaranya "Ayahku sibuk menjaga keluarganya yang baru, apa lagi sekarang anaknya tengah sakit" Giselle terkekeh di akhir kalimat, tapi kekehan itu terlihat menyakitkan. " Sendangkan Ibuku sibuk mencari teman kencan untuk ia bawa pulang dan di pamerkan pada anak dan suaminya"

"Giselle... "

"Aku tidak pernah merasakan kehangatan di dalam keluarga, keluargaku hancur. Mereka terlalu sibuk dengan dunia mereka masing masing bahkan ketika aku terbaring di rumah sakit berbulan bulan mereka tidak pernah sekali pun datang menjenguk anak mereka... "

"... Di rumah aku hanya bertugas menutup telinga adikku agar dia tidak mendengar desahan Ibuku dan teman kencannya, atau tidak mendengar suara pertengkaran Ibu dan Ayahku.. " Kini Giselle tidak mampu menahan air matanya, pandangannya menunduk dan air matanya terus mengalir deras membuat Haechan ikut merasakan pedihnya.

"... Kemarin Adikku menelpon ku lewat telpon umum, dia bilang dia di antar ke panti asuhan semenjak aku di rawat di rumah sakit. Dia merengek padaku agar aku cepat menjemputnya, dia tidak suka di sana. Teman temannya nakal katanya
.. " Giselle tersenyum di tengah tengah tangisannya, senyuman paling menyedihkan yang Haechan pernah lihat.

"... Aku berjanji padanya, aku akan sembuh. Aku mau menjemput adikku, aku tidak ingin ia lama menunggu"

Haechan mengenggam kedua bahu rapuh gadis itu, pandangan mereka bertemu. Mata Giselle penuh dengan kesedihan, pipinya penuh dengan air mata yang tidak henti henti ia keluarkan.

"Ayo berjanji untuk pulang bersama, kita akan menjemput adikmu. Oke? " Haechan mencoba tersenyum menguatkan gadis itu.

Dengan mata yang masih berlinang, Giselle tersenyum lebar mengangguk yakin pada Haechan. "Iya, aku janji"

Haechan memeluk tubuh Giselle yang terasa rapuh, ia tidak menyangka gadis periang seperti Giselle menyimpan banyak luka dan pedih. Ia menguatkan Haechan namun nyatanya dia tidak mampu menguatkan pada dirinya sendiri.

Tanpa Haechan sadari mata Giselle tertutup berlahan, nafasnya berhembus teratur dan tubuhnya mulai melemas.

Haechan yang mulai menyadari gadis itu tertidur langsung menuntunnya untuk tidur lebih nyaman di brangkarnya. Cukup sulit dengan kaki yang tidak lengkap tapi Haechan berusaha dengan sekuat tenaganya.

Setelah Giselle tertidur nyaman pada brangkarnya, Haechan tidur pada sisi Giselle memeluk tubuh Giselle memberi kehangatan padanya. Haechan menyembunyikan wajah Giselle pada lehernya mengusap punggung sempit Giselle dengan lembut tidak ingin gadis itu terbangun karenanya.

Cklek

Johnny membulatkan matanya melihat Giselle yang tertidur pada pelukannya anaknya.

"Sttt" Haechan meletakkan jari telunjuk pada bibirnya, memberi kode Johnny untuk memelankan suaranya.

Johnny mengangguk tersenyum hangat melihat pemandangan indah di depannya, Johnny tidak keberatan gadis itu tidur pada pelukan putranya. Ia sudah menganggap Giselle seperti anak kandungnya ia tidak membedakan Giselle dan Haechan. Bagi Johnny mereka berdua sama sama seorang anak yang harus di limpahkan kasih sayang.

























Maaf karena baru up soalnya beberapa hari ini apk wattpadku bikin esmosy book ini susah di buka sesusah buka hati Doyoung untuk nctzen jadi aku lambat up nya ╥﹏╥






Vote★






MEET TO PARTWhere stories live. Discover now