KUTUKAN SANG PENYIHIR Kayzerotaku

Beginne am Anfang
                                    

"Nyonya, Anda membiarkan mereka begitu saja?" protes temannya. Wanita tua itu tidak menjawab. Ia segera meninggalkan Pepe dan keluarganya tanpa banyak bicara. Selagi memunguti belanjaan yang bertebaran di tanah, Pepe melirik ke arah wanita tua yang ditabraknya. Merasa dirinya diperhatikan, Victorina berbalik sejenak ke arah anak itu. Pepe cepat-cepat berbalik dan buru-buru membereskan keranjangnya. Begitu ia selesai, kedua wanita tersebut telah menghilang di balik kerumunan orang.

==oOo==

Dalam perjalanan pulang ke rumah,

"Aray, bu!" Pepe mengaduh ketika telinganya dijewer oleh Esperanza. Sang ibu menimpali.

"Ini akan lebih sakit lagi, jika kali lain kamu tidak hati-hati!"

Lalu Makoy menumpahkan kekesalannya. "Sombong sekali wanita itu! Kita memang tidak seperti mereka, tetapi bukan berarti mereka dapat memperlakukan kita. Apalagi kau..."

"Sayang." kata Esperanza menenangkan. "Dulunya aku memang bagian dari mereka, tetapi aku memilih untuk meninggalkan itu semua demi kita berdua. Sudahlah tak usah kaupikirkan itu. Lebih baik kita memikirkan fiesta yang tak lama lagi berlangsung."

Sang ayah tersenyum mendengar istrinya. "Kau benar, Esperanza! Dengan adanya kau dan Pepe, aku sudah berbahagia." Ia memeluk istrinya dengan mesra, sementara Pepe tersenyum melihat polah kedua orang tuanya.

Setibanya di rumah, Makoy dan Esperanza masuk ke dalam seraya membawa belanjaan. Ketika Pepe hendak masuk ke dalam rumah, ia melihat sesosok tubuh berdiri jauh dari rumah mereka. Sosok itu mirip seperti Dona Victorina, namun lebih tinggi. Ia juga membawa kipas hitam yang dibentangkan menutupi wajahnya.

Dengan kesal, Pepe berteriak. "Hoy! Kenapa kau mengikuti kami? Apakah kau ingin kami minta maaf padamu, lola—nenek?" Sosok itu tidak menjawab; ia berjalan perlahan-lahan seraya mendekati rumah Pepe. Anak itu juga melihat bahwa wanita yang tak dikenal itu menurunkan kipas hitamnya sehingga ia dapat melihat senyum pada raut wajahnya. Melihat hal itu, Pepe bertambah kesal. Ia segera melangkah untuk mengusir wanita itu. Ketika jarak mereka mulai bertambah dekat, bulu kuduk Pepe meremang. Apa yang dilihatnya pada wajah wanita tua itu bukan senyum, melainkan seringai.

Seringai wanita itu begitu lebar sehingga gigi-giginya yang kusam nampak. Tidak hanya itu, Pepe juga melihat bahwa kedua mata wanita itu menyipit dan menatapnya dengan rasa kebencian yang dalam, sehingga membuat seringai pada wajahnya bertambah seram. Ia pun juga mendengar tawa terkekeh-kekeh dari wanita misterius tersebut. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Ia ingin melarikan diri, tetapi kakinya seperti terpaku di tanah. Wanita tua itu mulai mengulurkan tangannya yang seperti tulang-belulang itu ke arahnya. Kedua mata Pepe membelalak ketika kumbang-kumbang hitam keluar dari sekujur tubuh wanita itu.

Tak tahan lagi, ia berteriak kencang sehingga Makoy dan Esperanza buru-buru keluar.

"Ada apa, Pepe?" tanya ayahnya khawatir. "Ada yang mengganggumu?"

"Doña...Doña Victorina!" ujar yang ditanya terbata-bata. "Dia mengikuti kita..." Begitu ia berpaling, sosok wanita tersebut telah menghilang.

Esperanza bertanya. "Apakah kau yakin bahwa yang kau lihat itu adalah Dona Victorina, Pepe? Aku tidak melihat siapapun."

Pepe mengangguk. "Ibu, aku benar-benar melihat dia! "

Sang ayah hanya menepuk kepalanya. "Mungkin kau terlalu capai. Aku tidak melihat siapapun." Ia segera mengangkat belanjaan yang tertinggal.

"Pepe, masuk!" kata ibunya dengan tegas. Dengan kepala tertunduk, Pepe menuruti ibunya. Sesekali ia melihat kearah jalan, berharap bahwa wanita menyeramkan itu benar-benar menghilang.

EVERNA SAGA lintas.masaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt